MOJOK.CO – Iniesta tidak berlari, ia meluncur dengan lemah gemulai. Kalimat Tito Vilanova, mantan pelatih Barcelona, itu adalah definisi seorang Andres Iniesta Lujan paling akurat.
Contoh paling jelas, Anda bisa melihat gol pertama Barcelona pada leg kedua babak perempat final Liga Champions musim 2014/2015 melawan Paris Saint-Germain (PSG). Memulai pergerakan dari lini pertahanan, Iniesta meluncur melewati tiga pemain sebelum melepaskan umpan kepada Neymar untuk mencetak gol. Indah sekali.
Ia tidak menggocek secara flamboyan seperti Ronaldinho, tidak kentara melakukan body feint layaknya Lionel Messi, Iniesta itu seperti kombinasi penari balet dan penari seluncur es. Gerakannya indah, terlihat anggun, sekaligus tajam.
Terus terang, tahun itu (2015) adalah masa-masa saya mulai mempertanyakan keberadaan Iniesta di starting line-up Barcelona. Tapi, gol melawan PSG itu membuat saya malu sendiri. Saat itu, saya berubah pikiran dan yakin Andres Iniesta masih menjadi salah satu yang terbaik di dunia. Begitulah saya, suka plin-plan.
Andres Iniesta adalah seorang pendiam dan tidak mudah mencurahkan perasaannya, tapi ia akan segera berbicara apabila dibutuhkan. Maafkan saya yang terkesan sok kenal dengan pemain kebangsaan Spanyol tersebut. Kebetulan zodiak Iniesta adalah Taurus, persis pacar saya. Sehingga setidaknya satu atau dua hal tentang kepribadian Iniesta saya cukup paham.
Mari menyimak salah satu cerita dalam bukunya, The Artist: Being Iniesta, yang sempat dikutip beberapa media internasional.
Kala itu tahun 2008. Pep Guardiola, pelatih anyar tim utama Barcelona yang baru saja naik pangkat dari Barcelona B, melewati dua laga awal La Liga Spanyol dengan kekalahan dari Numancia dan hasil seri melawan Racing Santander.
Barcelona pun hanya mencetak satu gol berkat hadiah penalti. Sebanyak 86 persen fans yang melakukan jajak pendapat lewat internet tidak mempercayai Pep Guardiola. Mereka mempertanyakan alasan manajemen menunjuk Guardiola ketimbang Jose Mourinho.
Ketika situasi memojokkan Guardiola, Iniesta mengambi tindakan. Suatu hari, tiba-tiba Iniesta mengetuk pintu ruang kerja Guardiola. Setelah mengetuk pintu, Inesta tidak langsung masuk ke dalam ruangan. Pemain asal Spanyol itu hanya menjulurkan kepalanya dari balik pintu. Sungguh luar biasanya konyol.
“Jangan khawatir, mister. Kita akan memenangkan semuanya. Kita di jalan yang benar. Tetap seperti ini, ya? Kita bermain dengan sangat brilian dan kami pun sangat menikmati latihan. Tolong, jangan mengubah apa-apa.” Ujar Iniesta dengan nada tenang. Pep terdiam, Ia tidak bisa berkata apa-apa.
“Tahun ini kita akan menghajar mereka semua.” Tutupnya. Iniesta lalu menutup pintu dan pergi.
Pep masih tercengang.
Iniesta yang pendiam itu tiba-tiba mengucapkan permohonan langsung kepadanya. Perbincangan itu, menurut Pep, adalah salah satu perbincangan yang tidak bisa dilupakan seumur hidupnya. Kalimat yang begitu sederhana dari Iniesta itu membuat Pep merasa berhutang seumur hidupnya.
Dari kalimat sederhana Iniesta, hati Guardiola menjadi teguh. Ia tidak mengubah pendekatan latihan dan cara bermain. Hasilnya kita semua tahu, Barcelona menjelma menjadi salah satu tim terbaik abad ini.
Pemain berusia 33 tahun tersebut memang hanya berbicara ketika dibutuhkan. Sifat ini terbawa pula ke lapangan. Iniesta tidak mencetak banyak gol. Namun, ketika tim sedang benar-benar membutuhkannya, ia akan selalu ada.
Lihat golnya ke gawang Chelsea pada semifinal Liga Champions musim 2008/2009. Barcelona yang tertinggal satu gol terus-terusan menggempur pertahanan Chelsea sepanjang pertandingan. Gol penentu baru hadir di menit ke-93. Tendangan jarak jauhnya tidak mampu diselamatkan Petr Cech. Gol yang membawa Barca melaju ke final dan merebut trofi Liga Champions.
Gol pemain kelahiran Fuentealbilla, pada perpanjangan waktu di final Piala Dunia 2010 juga menjadi salah satu yang akan selalu diingat sejarah. Spanyol dan Belanda, yang sama-sama kesulitan mencetak gol, terpaksa menyelesaikan urusan melalui perpanjangan waktu. Menit ke-115 Iniesta hadir sebagai penentu. Menerima umpan Cesc Fabregas, sepakan Iniesta menghadirkan trofi Piala Dunia pertama bagi Negeri Matador.
Akhir minggu lalu, Iniesta memutuskan untuk mengakhiri perjalanan 22 tahunnya bersama Barcelona. Andres Iniesta tidak ingin bermain melawan Barcelona sehingga diperkirakan ia akan bermai di luar liga-liga Eropa. Meskipun Cina digadang-gadang sebagai pelabuhan selanjutnya, saya masih menyimpan harap Iniesta mau punya sebersit keinginan meramaikan Stadion Maguwoharjo dengan mengenakan seragam PSS Sleman.
Mungkin, 30 atau 40 tahun lagi, generasi setelah saya hanya akan mendengar kebesaran Lionel Messi dan Cristiano Ronaldo sebagai raja sepak bola di dua dekade awal milenium baru. Oleh karena itu, saya merasa punya satu kewajiban untuk memastikan bahwa ada satu nama lagi yang patut diingat, yang telah meraih trofi tim lebih lengkap daripada dua nama sebelumnya.
Selamat menempuh perjalanan baru, El Ilusionista, Andres Iniesta.