MOJOK.CO – Kejadian itu terjadi ketika kami mandi sesaat menjelang Magrib. Sebuah teror terjadi dan terus berlanjut. Asrama di Jawa Timur itu semakin mencekam.
Perkenalkan, nama saya Dinar. Setelah mengumpulkan keberanian, izinkan saya menceritakan pengalaman yang saya alami. Peristiwa ini terjadi ketika saya masih tinggal di sebuah asrama putri di sebuah daerah di Jawa Timur. Sebuah teror ketika mandi Magrib sebenarnya tidak disarankan.
Asrama putri Kenanga
Sebelum masuk ke cerita di kala Magrib, saya akan sedikit menjelaskan mengenai salah satu asrama, yang menurut saya, salah satu terbesar di Jawa Timur. Asrama putri ini disebut “Kenanga”.
Bangunan asrama di Jawa Timur ini terdiri dari empat lantai yang membentuk huruf U.
Lantai 1: Ada parkiran, musala, kantin, dapur, dan kamar mandi.
Lantai 2 dan 3: Adalah jantung Kenanga. Seluruh kamar berada di dua lantai ini. Masing-masing lantai memiliki 30 kamar. Setiap kamar diisi kurang lebih 10 orang. Pengurus asrama yang berjumlah empat orang juga memiliki kamar di kedua lantai ini. Lalu, setiap lantai ada dua pengurus.
Lantai 4: Adalah bangunan belum jadi yang dialihfungsikan sebagai tempat menjemur pakaian. Lantai empat hanya ada tiga kamar. Masing-masing kamar mempunyai nama bunga untuk memudahkan pembagian makan, kamar mandi, dan lain-lain.
Salah satu asrama terbesar di Jawa Timur
Nah, asrama ini tidak menyediakan kamar mandi di setiap lantai. Semua kamar mandi ada di lantai 1. Masing-masing kamar mempunyai dua kamar mandi. Satu kamar mandi biasa dan satunya ada toilet. Total, dari 63 kamar, disediakan sebanyak 126 kamar mandi. Jadi kamu bisa membayangkan besarnya asrama di salah satu kota di Jawa Timur ini.
Untuk gambaran selanjutnya, seluruh kamar mandi itu berderet saling berhadap-hadapan. Jumlahnya ada enam deret dan setiap deret kamar mandi dihubungkan dalam satu bak mandi tanpa sekat. Jadi, masing-masing bisa melihat tangan dan gayung dari kamar mandi sebelah. Oiya, dalam enam deret itu baru ada 120 kamar mandi, enam sisanya terletak di ujung lorong. Semua menamai enam kamar mandi itu dengan sebutan “kamar mandi pojok”. Dan di sinilah peristiwa di kala Magrib itu terjadi.
Baca halaman selanjutnya….
Peraturan tidak tertulis
Asrama di Jawa Timur ini memiliki peraturan tidak tertulis mengenai kamar mandi. Begini, meskipun setiap kamar sudah dijatah dua kamar mandi, semua bisa mandi di mana saja tanpa memandang nama kamar.
Tujuannya supaya tidak terjadi antrian yang berlebihan. Semua menyetujui aturan tidak tertulis ini. Sebenarnya ini merupakan alasan dari tiga kamar lantai 4 yang mendapatkan “kamar mandi pojok”l. Meskipun paling luas, tapi sejak dibangun hingga tulisan ini dimuat, selalu ada kejadian tidak mengenakkan di sana. Oleh sebab itu, tidak ada penghuni asrama Kenanga yang mau mandi di sana.
Mandi sebelum Magrib
Setelah intro yang terlalu panjang, mari kita masuk ke awal peristiwa di kala Magrib. Kejadian aneh ini terjadi di kamar mandi umum lantai 1. Kala itu, saya dan teman satu kamar bernama Lili sedang “berhalangan” salat. Jadi, kami bisa mandi sore belakangan saat yang lain salat Magrib supaya tidak perlu mengantre.
Pukul 17.15, kami sampai di kamar mandi dan ternyata masih penuh. Belum ada yang kosong, kecuali kamar mandi pojok. Karena Lili adalah golongan orang yang kalau melihat air langsung kebelet, dia memutuskan untuk bodo amat dan mandi di kamar mandi pojok.
Karena saya penakut, saya tidak mengikuti jalan yang diambil Lili dan tetap mengantre. Tidak lama menunggu, tiba giliran saya mandi.
Menjelang Magrib, kamar mandi umum sudah semakin sepi. Makin banyak suara orang meninggalkan kamar mandi dan tersisa suara percikan air samar-samar. Karena hari Minggu, yang artinya tidak ada kegiatan asrama setelah salat Magrib, saya tidak perlu mandi terburu-buru. Kamar mandi semakin hening setelah azan berkumandang di langit Jawa Timur.
“Aku pindah di sebelah,” suara yang familiar terdengar di telinga saya. Lili ternyata pindah ke kamar mandi sebelah saya. Mungkin karena dia takut mandi di kamar mandi pojok. Toh sudah sepi.
“Ntar bareng, ya,” saya menanggapi.
Jeritan yang kami dengar
Saya semakin santai dan tenang, mengetahui kalau saya tidak sendirian dan orang yang saya kenal, ada di sebelah. Di tengah keheningan, tiba-tiba terdengar suara jeritan melengking. Jeritan itu tidak hanya terjadi sekali. Setelah beberapa kali jeritan, menyusul tangisan. Lalu ada suara-suara berisik seperti gedoran pintu dan suara gayung jatuh atau mungkin dipukulkan ke tembok.
“Kamu dengar nggak, Li?” tanya saya ke Lili di tengah keheningan.
“Hmmm?” Lili menanggapi.
“Ngeri banget tadi teriakannya, ayo ah buruan,” suara saya mulai bergetar
“Hmmm!”
“Lili, diajak ngomong malah hammm hemmm doang. Aku duluan, ya.”
Saya yang panik, dengan tergesa menyelesaikan mandi, ganti baju, dan keluar kamar mandi. Ternyata, kamar mandi di sebelah saya sudah kosong. Lili sudah balik duluan, padahal tadi diajak bareng cuma menanggapi dengan “hmmm” saja.
Begitu tahu kalau kamar mandi sudah sepi setelah Magrib. Saya agak terburu-buru naik ke lantai 3, ke kamar Edelweis. Sampai di kamar, ternyata sudah penuh sesak dengan anak dari kamar lain sedang bergerombol membentuk lingkaran. Ternyata mereka mengerumuni Lili,m yang sedang menangis dan ditenangkan oleh pengurus asrama.
Yang dialami Lili
Setelah lebih tenang, Lili mulai menceritakan kejadian yang baru saja terjadi. Awalnya Lili merasa tidak ada yang janggal di kamar mandi pojok menjelang Magrib. Beberapa saat mandi, ada tanda-tanda kemunculan orang lain di kamar mandi sebelah, meskipun dia tidak memperhatikan kapan orang tersebut masuk.
Tapi, Lili bisa tahu kehadiran orang tersebut dari rambut panjangnya yang menjuntai sampai ke bak mandi. Lili kegirangan karena ada orang lain yang mau mandi di sana. Dia menyapa orang tersebut.
“Hi mbak kamar mandi sebelah,” sapanya tanpa ragu.
“Halo.”
“Mbak, nanti bareng ya.”
Hening. Tidak ada sahutan.
Lili merasa agak aneh lantaran tidak mendapat jawaban. Dia lantas ingin segera mandi dan pergi dari sana. Ketika mengambil air dari bak mandi, gayung yang dipakai Lili bukan penuh dengan air, melainkan rambut hitam kusut. Badan Lili seperti tersihir. Dia membeku. Kemudian, ada wajah penuh rambut muncul mengintipnya dari kamar mandi sebelah.
“Boleh bareng, tapi bantu nyuci rambut ya.”
Wajah tersebut tersenyum ke arah Lili. Sesaat itu juga, Lili teriak sekencang-kencangnya, membanting gayung, meraih baju-bajunya, dan membuka pintu kamar mandi, tapi tidak juga berhasil.
Dia berteriak sebisanya meskipun kerongkogannya sampai kering, sambil mendobrak pintu kamar mandi meskipun tubuhnya terasa kaku. Beberapa saat kemudian, pintu berhasil terbuka. Ternyata yang membukakan pintu dari luar adalah pengurus asrama yang kebetulan juga sama-sama tidak salat dan mandi saat Magrib.
Siapa yang mandi di sebelah saya?
Lili menangis lega dan mengajak pengurus asrama untuk berlari ke kamar sesegera mungkin. Dan di sinilah dia, mengundang kehebohan dari anak-anak kamar lainnya.
Tapi tunggu, ada yang aneh dari cerita Lili. Kalau ternyata yang teriak tadi adalah Lili, dan setelah itu dia tidak pindah kamar mandi, lalu siapa yang tadi ada di kamar mandi sebelah saya?
Bersambung….
Penulis: Dinar Mustiko Wati
Editor: Yamadipati Seno
BACA JUGA Teror 10 Hari di Jawa Timur dan kisah mencekam lainnya di rubrik MALAM JUMAT.