Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Malam Jumat

Horor di Rumah Kontrakan yang Sudah Kadung Dibayar

Redaksi oleh Redaksi
25 Mei 2018
A A
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

Ini kisah yang terjadi sewaktu saya kuliah di salah satu perguruan tinggi negeri di Bandung. Di masa kuliah itu, saya mengontrak sebuah rumah di Daerah Bangbayang, Dago. Keputusan untuk mengontrak rumah ini saya ambil semata demi menghemat biaya dan biar lebih bebas.

Saya mengontrak rumah ini berenam bersama kawan-kawan saya. Rumah ini posisinya tusuk sate (ujung simpang pertigaan). Rumah ini sebelumnya sudah dua tahun tidak dihuni karena yang punya sudah meninggal dan anak-anaknya kebetulan tidak tinggal di Bandung.

Dari awal, rumah ini memang sudah terasa tidak enak, tapi kami berenam mencoba untuk tetap berbaik sangka pada rumah ini, lagipula, kami juga sudah terlanjur bayar untuk sewa setahun.

Rumah ini terdiri dari dua lantai, lantai atas dihuni oleh tiga orang, dan lantai bawah juga tiga orang.

Sejak awal kami tinggal di rumah ini, kami sudah langsung mendapatkan “salam kenal” dari penunggu rumah ini.

Suatu hari, menjelang maghrib, alih-alih mengaji atau mempersiapkan diri untuk salat jamaah, kawan-kawan saya gitaran dan nyanyi keras-keras.

Ketika sedang gitaran itulah, tiba-tiba terdengar suara hardikan yang sangat keras, “Diam, berisik…!!!”

Si empunya suara jelas sedang menunjukkan bahwa dia terganggu.

Kami semua diam, saling lirik, saling menuduh. Sebuah upaya saling tuduh yang tentu saja sia-sia, sebab kami yakin sekali, tak ada satu pun dari kami yang teriak.

“Kelihatannya kita harus salat, deh,” kata Mifta kawan saya.

Pada akhirnya, malam itu, kami berenam tidur bersama di satu kamar di lantai dua. Panas memang, tapi ya mau bagaimana lagi, kami semua ketakutan.

Dasar sial. Walau kami sudah tidur bareng berenam dalam satu kamar, ternyata gangguan tetap saja muncul. Dari depan kamar yang kami pakai tidur bersama, terdengar suara yang sangat berisik. Seperti aktivitas bengkel yang sedang kerja.

Kami semua berusaha untuk merem dan abai terhadap suara tersebut, namun semakin kami mencoba untuk merem, semakin keras pula suara yang muncul. Bahkan semakin lengkap dengan bau-bauan benda terbakar yang entah dari mana datangnya.

Satu malam akhirnya terlewati dengan penuh rasa takut. Kami semua kemudian sepakat, bahwa lantai dua ini “bahaya”.

Iklan

Malam berikutnya, kami semua kemudian tidur di ruang tamu di lantai satu.

Gangguan ternyata datang lagi. Kali ini dalam bentuk suara seperti orang berlari naik-turun di tangga. “Duk… duk… duk…”

Dan benar saja, ternyata memang ada bocah kecil yang lari naik-turun tangga.

Kami semua melihatnya dengan jelas, dan kami melihatnya dalam kondisi berbaring tidur dengan mata yang melek tanpa bisa terpejam. Semacam tindihan tapi masal.

Fenomena bocah lari naik-turun di tangga ini kelak berulang terus-menerus dan lama-lama membuat kami cukup terbiasa.

Kami kemudian yakin, bahwa rumah yang kami tinggali ini memang tidak beres.

Usut punya usut, ternyata keangkeran rumah yang kami kontrak ini memang sudah terkenal di sekitar rumah. Banyak warga yang memang memberikan kesaksian tentang betapa angkernya rumah kontrakan kami.

Sewaktu saya beli makan di warung seberang, Ibu penjaga warungnya pernah bertanya, “Kok masih mau sih tinggal di situ, Mas? Di situ, kan…”

“Di situ kenapa, Buk?”

“Ah, nggak jadi deh, nanti situ takut lagi. Tapi kalau saya sih nggak mau tinggal di situ, Mas,” kata si Ibu.

Hal tersebut tentu saja semakin membuat saya takut.

Suatu ketika, temen saya kebetulan main ke kontrakan. Sultan namanya. Sultan ini matanya memang lumayan peka. Dia bilang kalau rumah kontrakan saya ini rame.

“Rame, gimana?” tanya saya.

“Ya, rame. Ada banyak di sini,” kata Sultan. “Oh ya, ada satu anak kecil yang pengin banget ngajakin lo main,” sambung Sultan.

Bedebah.

Omongan Sultan ini ternyata langsung terbukti. Saat saya dan Sultan sedang asyik ngobrol, tiba-tiba…

“Gubraaak!!!”

Kardus isi baju yang ada di lemari mendadak jatuh dan menimpa kepala saya. Suatu hal yang hanya bisa terjadi atas dua sebab: 1) gempa bumi, dan 1) memang ada makhluk yang iseng bikin itu kardus jatuh.

“Dia cemburu lo main sama gue,” kata Sultan.

Semenjak saat itu, gangguan (terutama pada saya) semakin intens saja. Pernah suatu ketika, saat saya sedang bercanda dengan teman-teman, mendadak terdengar suara tawa yang sangat jelas bukan bagian dari kami.

Yang paling sering adalah gangguan berupa wangi-wangi aneh, bau dupa, dan juga bau daging terbakar yang timbul tenggelam di jam-jam tertentu.

Salah satu gangguan yang cukup bikin saya merinding adalah penampakan perempuan yang selalu berdiri di sudut salah satu ruangan yang sialnya adalah ruangan yang saya pakai sebagai kamar saya.

Lalu ada juga keisengan si “penghuni” rumah ini yang menggangu kami dengan cara menampakkan dirinya tepat saat kami sedang keramas, sehingga tiap keramas, kami bawaannya selalu was-was, sebab takut ketika pas melek ada mbak-mbak yang mendadak sudah ada di depan kami.

Setelah menjalani satu tahun yang sangat mendebarkan, diiringi dengan segenap gangguan yang tentu saja bikin nyali menciut, kami akhirnya bisa lega karena akhirnya bisa pindah.

Kami (tentu saja) memutuskan untuk tidak memperpanjang kontrak kami. Kami masih waras dan masih bisa berpikir dengan normal. Siapa pula yang mau memperpanjang rumah kontrakan yang bahkan untuk tidur saja kami selalu merasa takut. Kami berenam lantas mencar mencari kontrakan masing-masing.

Rumah kembali kosong.

Terakhir kali saya lewat di depan rumah ini sekitar setahun setelah saya pindah. Dan seperti dugaan, belum ada penghuni baru setelah kami yang menempati rumah ini.

Saat melintas dan Melihat rumah ini sekilas, saya membatin pelan, “kayaknya makin rame rumah ini.”

~Ambrogio Balakosa (@balakosa_amb)

Terakhir diperbarui pada 25 Mei 2018 oleh

Tags: Hororkontrakanrumah
Redaksi

Redaksi

Artikel Terkait

Guru tak pernah benar-benar pulang. Raga di rumah tapi pikiran dan hati tertinggal di sekolah MOJOK.CO
Ragam

Guru Tak Pernah Benar-benar Merasa Pulang, Raga di Rumah tapi Pikiran dan Hati Tertinggal di Sekolah

8 November 2025
Sesal dulu bersikap kasar hingga menghina bapak. Kini ditampar realitas di perantauan dan mewak tiap pulang ke rumah MOJOK.CO
Ragam

Sesal Dulu Sering Kasar dan Hina Bapak, Kini Sadar Cari Duit di Perantauan dan Berkorban untuk Keluarga Tak Gampang!

28 Oktober 2025
Duka bertahun-tahun merantau di perantauan: Rumah tak seperti rumah, pulang bukan sebagai penghuni tapi tamu MOJOK.CO
Catatan

Duka Merantau Lama: Rumah Jadi Tak Seperti Rumah Sendiri, Tiap Pulang Terasa Hanya Sebagai “Tamu” Bukan Penghuni Asli

23 Oktober 2025
pulang ke rumah, merantau.MOJOK.CO
Catatan

Duka Setelah Merantau: Ketika Rumah Menjadi Tempat yang Asing untuk Pulang

16 September 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Kuliah Jurusan Pendidikan Bahasa Mandarin di Unesa. MOJOK.CO

Sulitnya Masuk Jurusan Bahasa Mandarin Unesa, Terbayar usai Lulus dan Kerja di Perusahaan Tiongkok

3 Desember 2025
'Aku Suka Thrifting': Dari Lapak Murah hingga Jejak Ketimpangan Dunia dan Waste Colonialism.MOJOK.CO

‘Aku Suka Thrifting’: Dari Lapak Murah hingga Jejak Ketimpangan Dunia dan Waste Colonialism

1 Desember 2025
Banjir sumatra, Nestapa Tinggal di Gayo Lues, Aceh. Hidup Waswas Menanti Bencana. MOJOK.CO

Tragedi Sumatra Timbulkan Trauma: “Saya Belum Pernah Lihat Gayo Lues Seporak-poranda ini bahkan Saat Tsunami Aceh”

2 Desember 2025
banjir sumatera. MOJOK.CO

Bencana di Sumatra: Pengakuan Ayah yang Menjarah Mie Instan di Alfamart untuk Tiga Orang Anaknya

1 Desember 2025
Lulus S2 dari UI, resign jadi dosen di Jakarta. MOJOK.CO

Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar

5 Desember 2025
Kirim anak "mondok" ke Dagestan Rusia ketimbang kuliah UGM-UI, biar jadi petarung MMA di UFC MOJOK.CO

Tren Rencana Kirim Anak ke Dagestan ketimbang Kuliah UGM-UI, Daerah Paling Islam di Rusia tempat Lahir “Para Monster” MMA

1 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.