Apa Boleh Nyantumin Nama Pasangan di Halaman Persembahan Skripsi? Mojok.co
artikel

Apa Boleh Nyantumin Nama Pasangan di Halaman Persembahan Skripsi?

Berdoalah, moga gak diterkam dosen gegara diem-diem nyantumin yang terzheyenk di halaman persembahan skripsi. Hehehe~

Salah satu hal yang turut menyumbang ruwetnya proses menyusun skripsi adalah menulis halaman persembahan. Kalian yang hendak, sedang, atau sudah menjalani proses ini pasti sering dilema oleh pertanyaan. Saya tebak yang paling utama adalah “Apa yang harus ditulis?” Yang lebih spesifik untuk sebagian kaum berpasangan adalah “Harus menulis nama pasangan nggak, ya?” Hayo, ngaku~

Menulis skripsi memang proses yang panjang dan melelahkan. Tidak heran buat beberapa orang dukungan yang konstruktif memang sangat berpengaruh. Template normatif halaman persembahan yang berupa: Sang Pencipta, orang tua, keluarga, dan tenaga pengajar, bisa jadi ketambahan sosok-sosok penting. Termasuk kekasih, gebetan, selingkuhan, serta derivat-derivatnya. Tergantung kalian nyebutnya apa.

Kisah ini menceritakan tentang sahabat saya, sebut saja Reza Rahardian. Semasa mengerjakan skripsi, dia rutin mencurahkan lelah dan getirnya proses skripsi kepada pacarnya yang jauh di sana. Kebetulan mereka menjalani hubungan jarak jauh. Kekasihnya acap kali memberi motivasi dan semangat yang positif. Ketika Reza menuliskan nama pacarnya di lembar persembahan skripsinya, saya bisa memahami alasannya.

Inspirasi menyertai untuk kekasihku, Markonah, terima kasih untuk penyertaanmu dalam hari-hari yang penuh keluh itu, tulis Reza tulus. Demi membaca keromantisan yang jarang-jarang saya lihat itu, saya tertawa panjang. Untungnya, Reza tidak tersinggung. Alih-alih cringe, saya bisa melihat itu sebagai sesuatu yang manis. Ya gimana nggak manis, saya juga satu penelitian dengan Reza. Jadi, saya sangat menyadari bagaimana “keluh”nya berkutat dengan kambing, lalu ganti bebek, kemudian ganti kambing lagi. Ealah, malah curhat.

Akan tetapi, sebab hubungan tidak ada yang tahu, Reza akhirnya berpisah dengan kekasihnya. Tepat setelah skripsinya selesai dikumpulkan untuk kepentingan yudisium. Nasi sudah menjadi bubur, skripsi sudah menjadi milik fakultas. Ucapkan selamat tinggal yang panjang untuk revisi dan sejenisnya. 

Kasus seperti Reza tentu bukanlah kasus tunggal. Dalam belantara dunia skripsi, para muda-mudi dengan kemalangan yang membingungkan ini sudah menjadi hal yang lumrah. Malah, sudah banyak tindakan preventif yang diterbitkan dalam bentuk tulisan larangan. Namanya saja anak muda. Sudah tahu banyak testimoni buruknya, tetap saja dilakukan.

Halaman persembahan bukan rencana jangka panjang yang harus jadi kenyataan

Namanya juga Reza Rahardian. Sahabat saya yang satu itu selalu bisa menemukan hal-hal luar biasa dibalik kesedihan yang menimpanya. Ketika banyak Reza-Reza di luar sana yang menyesal akan keputusannya, Reza yang satu ini tidak merasa demikian.

“Buat apa disesali, Nab? Toh, ucapan terima kasihku waktu itu tulus buat Markonah.”

Saya jadi kepikiran. Benar juga. Reza menulis nama Markonah sebab dia merasa Markonah memberinya dukungan yang membantunya menyelesaikan skripsinya. Dia ingin mengucapkan terima kasih pada Markonah melalui medium lembar halaman persembahan. Tatkala hubungan mereka berakhir, itu masalah lain. Rasa terima kasih Reza pada Markonah tentang skripsinya tidak jadi hilang begitu saja.

Markonah, mantan kekasih Reza bukannya jadi ketahuan tidak mendukung Reza semasa dia mengerjakan skripsi. Bukan juga artinya Markonah ketahuan memberi semangat yang palsu dan tidak ikhlas pada Reza. Alasan yang membuat Reza merasa perlu menuliskan nama Markonah di skripsi itu tetap nyata dan ada pada tempatnya. Reza merasa tidak perlu menyesalinya walau tempatnya ada di masa lalu.

Lagi pula kita memang tidak seharusnya menggantungkan ekspektasi pada selembar halaman persembahan. Halaman persembahan, sekali lagi, hanyalah halaman berisi ucapan terima kasih yang ikhlas dan tanpa paksaan. Karena Reza merasa Markonah memberi kontribusi dalam proses penyusunan skripsinya, dia tulus menuliskan namanya. Tanpa harus berpikir terlalu jauh jika ke depan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

Tentu beda kasus kalau mantan pacar kalian ternyata memang bajingan dan hanya berpura-pura menyemangati kalian. Tetap saja, menulis nama yang salah di halaman persembahan skripsi kita bukanlah kesalahan kita.

“Yang namanya hubungan nggak ada yang tahu. Misalnya, pasangan sudah menikah juga bisa cerai. Mau nyantumin nama suami atau istrinya juga sama saja, ‘kan? Yang paling penting itu tujuannya nulis itu apa. Kalau dari awal udah takut dan nggak ikhlas duluan, mending nggak usah sekalian,” tukas Reza dengan bijak bestari.

Oleh karena itu, menulis nama pacar di halaman persembahan bukanlah melulu soal hal yang kelak bisa kita sesali kejadiannya. Hal ini bisa jadi bentuk kedewasaan kita kelak di masa yang akan datang. Apakah kemudian akan melihat skripsi sebagai penyesalan yang perih dan menyedihkan… atau malah dengan dewasa menyikapinya sebagai bentuk memaafkan masa lalu? Tak lupa kita menjadikan value-value positif dari hal-hal yang memang dulu terbukti membantu dan membahagiakan.

Silakan, pilihan ada di tangan kalian.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *