Nekat Resign Kerja di Jakarta demi Rintis Usaha di Jogja, “Bisnis Rasa Nongkrong” Malah Hasilkan Omzet Besar dan Buka Tiga Cabang 

Ilustrasi - Nekat Resign Kerja di Jakarta demi Rintis Usaha di Jogja, “Bisnis Rasa Nongkrong” Malah Hasilkan Omzet Besar dan Buka Tiga Cabang  (Mojok.co/Ega Fansuri)

Nekat resign dari pekerjaan bergaji besar di Jakarta, kemudian merintis usaha di Jogja. Ternyata malah menjanjikan; bisa buka cabang dan beromzet Rp3 juta per hari. Tak cuma itu, ia tetap berbisnis tanpa kehilangan waktu nongkrong.

***

Nanda (26) memiliki syarat buat menjadi “mas-mas mapan”. Sebab, tak butuh waktu lama setelah lulus dari Universitas Amikom Jogja pada 2021, ia diterima kerja di Astra. Di perusahaan multinasional asal Jepang itu, ia bekerja sebagai contact center.

Saat itu sedang pandemi Covid-19, sehingga Nanda bekerja dari rumah alias work from home. Ia pun menerima, menganalisis, dan melayani para customer dari kosnya di Jogja, bukan di kantor Jakarta.

“Jadinya bisa dibilang, waktu itu aku kerja dengan gaji UMR Jakarta tapi biaya hidup Jogja,” tandasnya, ketika beberapa waktu lalu ditemui Mojok, Minggu (4/5/2025).

“Apalagi itu kan pandemi, pengeluaran lain nggak terlalu banyak. Jadinya penghasilan per bulan pun cenderung utuh.” 

Saat itu, gaji bersih yang diterima Nanda Rp4,6 juta per bulan.

Tapi mengalami kebosanan kerja menghadap laptop terus

Sebagaimana seorang contact center, pekerjaan Nanda tak bisa lepas dari laptop dan ponsel. Setiap hari, menggunakan laptop dan ponselnya itu untuk menanggapi berbagai keluhan para customer.

Sebenarnya, sih, jam kerjanya sudah sesuai aturan, yakni delapan jam sehari. Namun, menurut dia, itu cuma di atas kertas saja. Sebab, di luar jam kerja ia masih disibukkan dengan urusan kantor.

“Tiba-tiba meeting di luar jam kerja. Tiba-tiba malam hari bos nelpon karena ada urusan customer yang belum kelar,” ungkap lelaki yang tinggal di Jogja ini. Kalau sudah begitu, imbuhnya, “mau nggak mau kudu tetap standby meski jam kerja sudah habis.”

Ritme kerja seperti inilah yang membuat Nanda tak betah. Bahkan, ia mengaku mengalami burnout karena dalam sehari nyaris tak ada yang dia tatap selain laptop.

Rue Kopi, usaha di jogja.MOJOK.CO
Nanda (baju merah) memilih resign dari kerja di Jakarta demi bikin usaha di Jogja. Ia sedang melayani pembeli di Rue Kopi cabang Kolong Jembatan UGM. Foto diambil pada Jumat (30/5/2024). (Mojok.co/Ahmad Effendi)

Padahal, ia mengaku sebagai tipe orang yang menyukai kebebasan. Sementara rutinitas kerjanya yang super-sibuk itu, mengikis waktu bebas alias nongkrong bersama teman-temannya.

“Aku menyadari, oh iya ya, gara-gara kerja begini, aku nggak punya waktu lagi ketemu teman-teman,” ujarnya. Pada pertengahan 2022, ia pun memutuskan resign dan meninggalkan pekerjaan bergaji besar itu.

Memutuskan bikin usaha di Jogja dengan modal Rp400 ribu

Setelah resign, Nanda menjalani hari-harinya yang santai. Tabungan sisa gaji ia pakai untuk menikmati masa muda nongkrong bersama teman-temannya. Namun, ada satu hal yang ia sadari: kalau begini-begini aja, uang bakal habis.

Dalam situasi tersebut, ia dilanda dilema. Di satu sisi, ia malas untuk kembali kerja kantoran. Tapi di sisi lain, ia juga kudu tetap bekerja buat bertahan hidup. Makanya, ia berpikir pekerjaan apa yang bisa ia lakukan tapi tak mengurangi waktu nongkrongnya.

Baca halaman selanjutnya…

Iseng buka usaha tapi tetap bisa nongkrong. Malah sampai buka tiga cabang.

Pada 2023, terpikirlah dia buat membuka usaha di Jogja, berupa coffee shop kecil-kecilan. Pertimbangannya, dengan membuka bisnis sendiri, ia bisa lebih fleksibel mengatur waktu kerja. Nongkrong bareng teman pun juga bisa tetap digas.

“Kebetulan kan aku suka nongkrong, suka ngopi bareng teman. Makanya kepikiran buat buka coffee shop. Kecil aja nggak apa-apa, yang penting bisa ada penghasilan tapi nongkrong juga jalan.”

Nanda ingat betul, saat itu modalnya cuma Rp400 ribu. Ia pun tak bisa menyewa ruko. Oleh karena itu, ia memutuskan membuka coffee shop dengan gerobak sederhana yang ditaruh di atas motornya. Ia menamai coffee shop barunya “Rue Kopi”.


Untuk lapaknya sendiri, ia memakai emperan Kedai Pramuka–toko yang menjual alat sekolah di Jalan Jogja-Solo, dekat Ambarrukmo Plaza (Amplaz). Tentu sudah seizin pemilik.

“Semua aku jalanin sendiri. Mulai bikin kopi, melayani pembeli, semuanya,” kata dia. “Namanya usaha di Jogja ini baru, sepi udah pasti. Tapi prinsipku mau sepi atau ramai tetep harus buka.”

Buka tiga cabang dengan omzet Rp3 juta sehari

Pada awalnya, pelanggan Rue Kopi hanya berasal dari circle-nya sendiri. Namun, lambat laun coffee shop-nya mulai dilirik, terutama oleh “anak-anak skena” mengingat tampilan Rue Kopi yang “kalcer” banget.

Hanya dalam setahun membuka usaha di Jogja, bisnis itu makin melejit. Tak kurang 150 cup besar dan 50 cup kecil habis dalam sehari. Saking banyaknya pembeli yang datang buat ngopi dan nongkrong, Nanda pun kewalahan. Ia pun meminta bantuan kepada temannya untuk mengelola Rue Kopi.

“Tetap digaji, karena mau bagaimana pun mereka di sini tetap bekerja,” ungkapnya.

Karena semakin menjanjikan, Nanda pun memberanikan diri buat buka cabang. Kini, total ada tiga kedai Rue Kopi di Jogja. Yang pertama ia namai Anak Street. Lokasinya ia pindah dari yang awalnya berada di Jalan Solo-Jogja ke bawah Flyover Janti.

Cabang kedua adalah Anak Kolong yang berada di bawah Jembatan Baru UGM, Sinduadi, Mlati, pinggir Kali Code. Sementara cabang ketiga adalah Anak Rumah, lokasinya di Jalan Waringin, Banguntapan.

Nanda pun mengakui, kalau digabung, rata-rata omzet harian Rue Kopi dari ketiga cabang itu mencapai Rp3 juta per hari. Ia pun tak menyangka, dari yang awalnya bisnis modal nekat, kini bisa sangat menghasilkan. Dan, yang terpenting lagi, ia bisa berbisnis tapi tak kehilangan waktu nongkrong bersama teman-temannya.

Penulis: Ahmad Effendi

Editor: Muchamad Aly Reza

BACA JUGA: Nekat Merantau dari Jakarta ke Solo untuk Bangun Usaha Sendiri, Kini Hidup Jauh Lebih Tenang dengan Gaji Berkecukupan atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan.

Exit mobile version