Soal dugaan ijazah palsu Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali ramai setelah Bambang Tri melaporkannya ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan nomor perkara 592/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst. UGM bahkan sampai membuat jumpa pers untuk mengklarifikasi tuduhan ijazah palsu tersebut. Hal yang menurut sebagian pihak, UGM tidak perlu melakukannya.
Banyak yang setuju dengan pernyataan anak Jokowi, Gibran Rakabuming, yang menilai aksi dari Bambang Tri tidak perlu ditanggapi karena percuma ngomong sama orang yang nggak waras.
Mojok menghubungi teman kuliah dan teman mendaki gunung saat Jokowi aktif di Mahasiswa Pencinta Alam Fakultas Kehutanan UGM, Silvagama.
***
Pada tahun 1983, sekelompok mahasiswa Fakultas Kehutanan UGM mendaki Gunung Kerinci di Jambi. Sebagian besar di antara mereka adalah pengurus Mahasiswa Pencinta Alam Silvagama. Namun ada pemuda yang turut serta meski bukan pengurus. Pemuda berbadan kurus dengan gerakan lincah itu adalah Joko Widodo yang akrab disapa Jokowi.
Pendakian itu direncanakan jauh-jauh hari sejak November 1982. Hingga akhirnya mereka memulai perjalanan dari Jogja pada 8 Februari 1983. Melakukan perjalanan yang menghabiskan waktu kurang lebih dua pekan.
Saat yang lain mendaki menggunakan sepatu lars ala TNI, Jokowi hanya menggunakan sepatu kets. Kendati begitu, gerakannya tetap lincah saat mendaki salah satu gunung berapi tertinggi di Indonesia itu. Mereka mendaki lewat jalur Kersik Tuo, Kayu Aro, Kerinci, Jambi.
“Kalau ditarik benang merah, mungkin itulah kenapa kita sering lihat sekarang beliau suka pakai sepatu sneakers. Cocok dengan badannya yang kurus sejak dulu,” ujar Damianus Jaka Santosa (62) yang akrab disapa Joksan dengan nada yang antusias.
Ia bercerita dengan semangat. Meski saat saya hubungi, sinyal jaringan selulernya terbatas lantaran sedang berada di pedalaman hutan Kutai Barat, Kalimantan Timur. Lelaki yang merupakan teman seangkatan Jokowi di Fakultas Kehutanan UGM ini bekerja di perusahaan kayu swasta.
Joksan berujar bahwa saat itu ia merupakan ketua rombongan. Memikul tas carrier paling berat dan berjalan paling belakang sembari memastikan semua anggota rombongan berjalan dengan aman. Di sisi lain, Jokowi berjalan dengan gesit dan tangkas di barisan paling depan.
Meski bukan pengurus Mapala, Joksan mengakui bahwa fisik Jokowi cukup prima. Ia konsisten berjalan paling depan. Meski perlengkapan mendakinya tak selengkap kawan lainnya.
Sosok yang puluhan tahun kemudian menjadi orang nomor satu di Indonesia itu jadi yang pertama menginjakkan kaki di ketinggian 3.805 meter di atas permukaan laut. Paling depan di antara kawan rombongannya. Meski berbadan kurus, setidaknya itu tanda bahwa fisik Jokowi cukup prima dan bugar.
Saat sampai puncak, menurut kesaksian yang Joksan dengar dari sejumlah teman yang melihat langsung momen-momen itu, Jokowi melakukan selebrasi gembira. Mengangkat dua tangannya yang terkepal ke udara. Joksan tidak melihat momen itu karena ia ada di urutan paling belakang.
“Seperti selebrasi kemenangan,” katanya.
Buat Joksan, pendakian di kerinci adalah salah satu yang paling berkesan. Namun, itu bukan satu-satunya pengalaman ia mendaki bersama Jokowi. Ia pernah mendaki beberapa gunung bersama.
“Beliau itu meski bukan pengurus, tapi hampir setiap Silvagama ada kegiatan naik gunung pasti ikut,” terangnya.
Mereka pernah mendaki Merapi, Lawu, Merbabu, hingga Sumbing bersama. Semua gunung berapi di Jawa Tengah, menurut Joksan, pernah didaki Jokowi. Kecuali Gunung Slamet. Saat hendak mendaki Gunung Lawu, Joksan dan rombongan bahkan sempat mampir ke kediaman sang mantan Walikota Solo itu.
“Saya cukup hafal. Dulu pas bepergian mendaki saya banyak mengambil dokumentasi. Sering saya lihat dan kenang kembali,” ujarnya.
Dalam setiap pendakian itu, Jokowi memang dikenal tidak banyak bicara. Namun, dalam diamnya, Joksan melihat lelaki kelahiran 21 Juni 1961 itu sebagai sosok pendengar yang baik.
Selain sama-sama suka mendaki, keduanya juga punya kesamaan lain. Mereka sama-sama suka mendengarkan musik metal.
Saat kuliah, catatan Jokowi lengkap
Joksan dan Jokowi sama-sama mulai menempuh studi di Fakultas Kehutanan UGM di tahun 1980. Kendati begitu, keduanya punya jurusan studi yang berbeda. Satu angkatan Fakultas Kehutanan saat itu diisi oleh sekitar 78 mahasiswa.
“Beliau ambil Teknologi Hasil Hutan. Kalau saya Manajemen Hutan,” terangnya.
Di antara teman-teman sefakultasnya, Jokowi dikenal sebagai mahasiswa yang rajin. Catatan kuliahnya rapi dan lengkap. Sehingga banyak teman yang kerap meminjam buku catatan tersebut. Termasuk Joksan, sesekali.
Kendati sering melakukan pendakian Jokowi jarang sekali bolos kuliah. Seingat Joksan, sekalinya Jokowi absen hingga beberapa hari, itu terjadi saat mendaki Kerinci. Mereka melakukan pendakian itu di hari perkuliahan saat duduk di bangku semester enam.
Waktu berjalan, Jokowi akhirnya diwisuda terlebih dahulu ketimbang Joksan. Jokowi lulus tahun 1985 setelah merampungkan skripsi berjudul “Studi tentang Pola Konsumsi Kayu Lapis pada Pemakaian Akhir di Kodya Surakarta”.
“Kalau saya, baru lulus setahun setelahnya. Tahun 1986,” ujar Joksan tertawa.
Dulu Joksan tak pernah terpikir untuk menceritakan kenangan-kenangannya ke banyak orang. Namun, isu-isu di media sosial yang meragukan sosok Joko Widodo sebagai lulusan UGM membuatnya merasa perlu angkat suara.
“Saya sebenarnya tidak mau ngomong banyak di media sosial. Tapi saya mengamati kok banyak hoaks yang beredar. Akhirnya Februari 2019 semua foto koleksi saya yang ada Jokowinya saya bagikan di Facebook. Mulai dari foto naik gunung, foto di arboretum, dan lainnya,” terangnya.
Joksan lalu mencurahkan perasaannya bahwa isu yang ditebarkan ini sangat tidak masuk akal. Baginya, untuk maju menjadi walikota hingga gubernur saja sudah pasti ada proses verifikasi identitas ketat. Namun, hingga dua periode Jokowi sebagai presiden menjelang usai, masih ada saja yang menggaungkan isu ini.
Selain Joksan, Agus Affianto, seorang dosen Fakultas Kehutanan UGM yang pernah diwawancara Mojok menegaskan bahwa Jokowi memang betul lulusan dari fakultasnya. Agus yang juga lulusan Fakultas Kehutanan UGM beberapa generasi setelahnya punya beberapa cerita.
“Saya tahu pembimbing akademik beliau (Jokowi) itu Prof Achmad Soemitro. Ruangan yang dipakai Prof Soemitro itu sekarang saya pakai,” terangnya dalam siniar Putcast Mojok.
Selain itu, Agus menerangkan kalau skripsi berjudul “Studi tentang Pola Konsumsi Kayu Lapis pada Pemakaian Akhir di Kodya Surakarta” itu dibimbing oleh Ir Kasmudjo. Sosok yang ia sebut Mas Mudjo itu memang dikenal sebagai dosen Teknologi Hasil Hutan.
Keabsahan ijazah Jokowi
Polemik tentang status Jokowi sebagai mahasiswa UGM hingga keabsahan ijazah sarjananya belakangan memang kembali ramai diperbincangkan. Ia digugat ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat terkait tudingan ijazah palsu saat mendaftarkan pemilihan presiden periode 2019-2014.
Penggugatnya yakni lelaki bernama Bambang Tri Mulyono. Gugatan itu secara resmi didaftarkan hari Selasa (11/10) dan teregister dengan nomor perkara 592/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst. Selain itu dugaan-dugaan kejanggalan terkait ijazah tersebut juga dicuit oleh akun Twitter @DokterTifa. Cuitan itu menuai beragam tanggapan di media sosial.
Pihak UGM sampai melakukan jumpa pers untuk mengklarifikasi hal tersebut pada Selasa (11/10/2022). Pada jumpa pers yang dihadiri langsung oleh Rektor UGM Ova Emilia ini, pihak universitas menegaskan sejumlah hal.
Pertama bahwa Ir Joko Widodo adalah alumni Prodi S1 di Fakultas Kehutanan UGM angkatan tahun 1980. Kedua, beliau dinyatakan lulus UGM tahun 1985 sesuai ketentuan dan bukti kelulusan sesuai dokumen yang dimiliki UGM. Ketiga, atas dasar informasi yang terdokumentasi dengan baik, pihak UGM meyakini keaslian ijazah S1 Ir Joko Widodo.
Pihak universitas juga menanggapi sejumlah dugaan lain yang beredar di media sosial. Terkait perbedaan ijazah Jokowi dengan sejumlah ijazah lulusan UGM lain, Rektor Ova menegaskan bahwa pada saat itu memang masih ada perbedaan lantaran belum ada penyeragaman dari Dikti.
“Dulu memang ijazah ditulis halus. Memang belum ada penyeragaman. Tapi sekarang di Dikti sudah ada format khusus. Jadi (dulu) memang ada perbedaan. Tapi kami punya arsipnya,” terangnya.
Selain itu, Dekan Fakultas Kehutanan UGM Sigit Sunarta menjelaskan bahwa pihaknya sudah mengecek format ijazah Jokowi dan membandingkannya dengan teman yang lulus satu angkatan.
“Formatnya sama, ditulis dengan tulisan tangan halus. Untuk fakultas yang lain saya tidak tahu secara pasti,” jelasnya.
Menanggapi gugatan yang dilayangkan di PN Jakarta Pusat, pihak UGM juga mengaku tidak akan merespons dengan langkah hukum. Sebab secara prinsip legal, penggugat tidak melakukan gugatan terhadap UGM.
Di akhir sesi, seorang wartawan juga menanyakan tentang dugaan yang menyebut ada dua Joko Widodo yang diwisuda UGM tahun 1985. Pihak universitas menanggapinya dengan santai.
“Itu malah kami belum pernah dengar. Sekarang juga ada dosen kami, dekan Fakultas Pertanian yang namanya Joko Widodo. Kalau dipertanyakan secara resmi, kami akan verifikasi,” kelakar Rektor Ovi. Disambut tawa para wartawan yang hadir pada jumpa pers di Gedung Pusat UGM sore itu.
Reporter: Hammam Izzuddin
Editor: Agung Purwandono