Getirnya Kuliah di Jurusan Akuntansi karena dari Keluarga Kurang Mampu, Akhirnya Kerja Jadi Pemulung dan Cumlaude

ilustrasi - Hendisman mendapat gelar sarjana di Universitas Labuhanbatu sambil mulung. (Ega Fansuri/Mojok.co)

Kuliah dan mendapat gelar sarjana adalah impian Hendisman Ndraha (23). Namun, setelah diterima di Jurusan Akuntansi Universitas Labuhanbatu ia mengaku kesulitan membayar kuliah. Tak sedikit akal, Hendi–sapaan akrabnya memilih kuliah sambil menjadi pemulung hingga berhasil meraih gelar sarjana.

***

Saat itu Hendi yang merupakan lulusan SMA Jurusan Akuntansi ingin meneruskan minatnya kuliah dengan biaya mandiri, tanpa beasiswa. Ia kemudian tahu informasi soal pembukaan kampus baru di daerahnya Sumatera yakni Universitas Labuhanbatu. Hendi kemudian mendaftar kuliah di sana tahun 2020.

Akhirnya, Hendi diterima di Jurusan Akuntansi Universitas Labuhanbatu yang saat itu masih sebuah yayasan. Salah satu alasan Hendi memilih jurusan tersebut karena berdasarkan informasi yang ia dapat, lulusan Akuntansi banyak dibutuhkan di dunia kerja, maka peluang kerjanya pun lebih besar. 

Berdasarkan laporan Jobstreet tahun 2024, sebuah platform rekrutmen pekerja, akuntansi menempati posisi ketiga sebagai pekerjaan yang paling banyak dicari perusahaan di Indonesia. Atas keyakinan tersebut, Hendi ingin kuliah di Jurusan Akuntansi agar setelah lulus tidak kesulitan mencari kerja.

Diterima di Universitas Labuhanbatu tapi tak sanggup bayar uang pangkal

Mulanya, ayah Hendi yang bekerja sebagai petani merasa senang saat mendengar anaknya diterima kuliah. Begitupula ibunya yang merupakan pekerja rumah tangga. Namun, ada kegusaran dalam hati mereka, yakni masalah biaya. 

Jika ditotal, uang pangkal pembangunan dan perlengkapan kuliah Hendi di Universitas Labuhanbatu berkisar Rp3 juta. Sedangkan uang kuliah per semesternya adalah Rp2,5 juta. Bagi kedua orang tua Hendi yang memiliki 6 orang anak, biaya itu cukup besar.

Hendisman 2. MOJOK.CO
Hendisman mengenakan jas almamater Universitas Labuhanbatu. (Dok. Pribadi/Mojok.co)

“Orang tua kami tidak punya gaji bulanan tetap tapi karena anugerah Tuhan Yesus-lah kami bisa bertahan hidup sampai sekarang,” ujar Hendi saat dihubungi Mojok, Selasa (6/5/2025).

Karena getol ingin kuliah, Hendi meyakinkan kedua orang tuanya dengan mencari beasiswa. Namun, keberuntungan memang tidak berpihak padanya. Pada pendaftaran KIP pertama, pengajuannya tidak diterima oleh pihak kampus dengan alasan kuota penuh.

Pada gelombang berikutnya, ia mendaftar kembali sebagai mahasiswa Universitas Labuhanbatu tapi tak kunjung menerima informasi lebih lanjut. Hari-hari menjalani perkuliahan pun terasa berat. Ia tak mau jadi beban dalam keluarga, tapi juga tak ingin merelakan kuliahnya.

Orang tuanya bahkan sampai harus meminjam ke sana kemari untuk membiayai kuliahnya, maupun memenuhi kebutuhan anak-anak mereka.

“Ada saat-saat di mana aku hampir menyerah di tengah-tengah keterbatasan itu. Aku kadang stres sendiri, overthinking, tapi karena sudah terbiasa bahkan keseringan jadi tidak ada kata menyerah,” kata Hendi.

Baca Halaman Selanjutnya

Nggak malu saat mulung

Kesusahan bayar kuliah hingga kerja jadi pemulung

Oleh karena itu, Hendi berinisiatif menjadi pemulung. Ia sudah tidak punya bayangan lain mau kerja apa. Yang penting, jamnya bisa lebih fleksibel, yakni membagi waktu antara kuliah dan bekerja alias mulung. Baginya, pekerjaan tersebut tidak hina, sebab justru dari sanalah ia bisa membiayai kuliahnya.

“Saya juga ingin berkontribusi di bidang lingkungan dengan mengurangi sampah serta mendaur ulang,” kata alumnus Universitas Labuhanbatu tersebut.

Ia bahkan tak merasa malu pada orang-orang sekitar karena bekerja sebagai pemulung. Respons mereka pun mendukung. Sebab, kata Hendi, selagi pekerjaan itu halal dan tidak merugikan orang lain, mengapa harus malu?

Maka, saat matahari bahkan belum memunculkan sinarnya, Hendi sudah sibuk berkeliling mencari barang bekas di sekitar rumah. Setelah beberapa jam kemudian, ia pulang, bersih-bersih diri, lalu melanjutkan aktivitasnya kuliah di Universitas Labuhanbatu.

Hendisman kuliah sambil kerja jadi pemulung. (Dok. Pribadi/Mojok.co)

“Bahkan, biasanya sebelum berangkat ke kampus, aku harus antar jemput adik-adik dulu ke sekolah, antar belanjaan, sampai ikut kegiatan di luar kampus, kuliah, baru lanjut mulung lagi sampai malam,” kata dia.

Selain mencari dan mengumpulkan barang rongsokan, Hendi juga harus memilah beberapa jenis sampah seperti botol plastik dan gelas plastik. Dari kerja kerasnya tersebut, upah yang dihasilkan pun lumayan. Setidaknya, cukup membayar sebagian biaya kuliahnya.

“Kalau rata-rata pendapatan tidak pasti ya, kadang pernah dapat Rp750 ribu. Pernah juga sampai Rp1,5 juta. Tergantung,” ucapnya. 

Sarjana angakatan ke-2 di Universitas Labuhanbatu 

Berkat jerih payahnya, Hendi kini lulus sebagai Sarjana Akuntansi angkatan kedua di Universitas Labuhanbatu. Ia berhasil menyelesaikan kuliahnya 3,5 tahun. Orang tuanya begitu terharu mendengar kabar baik tersebut.

Menurut Hendi, pencapaian itu tak lepas dari dukungan, doa, dan pelajaran hidup dari mereka. Dari keluarga besar dan rumah yang sederhana, orang tua Hendi mengajarkan agar anak mereka tak berhenti bermimpi. Bahkan ketika hidup terasa sulit. 

“Aku tumbuh di tengah keluarga yang mungkin tidak punya segalanya, tapi mereka selalu memberikan yang terbaik. Dari mereka aku belajar tentang keteguhan hati, doa yang tidak pernah putus, dan pengorbanan,” ujar dia.

“Pengorbanan orang tuaku yang sering kali harus menunda keinginan mereka sendiri demi anak-anaknya, agar bisa melangkah maju,” lanjutnya.

Saat ini, Hendi masih melanjutkan aktivitasnya memulung sambil proses mencari kerja, serta ingin membuktikan bahwa lulusan Akuntansi masih banyak dibutuhkan di dunia kerja.

Penulis: Aisyah Amira Wakang

Editor: Ahmad Effendi

BACA JUGA: Dulu Dicap Berandal karena Suka Musik Punk, Kini Tempuh S3 Buat Buktikan Kalau Kuliah Itu Nggak Penting atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan.

Exit mobile version