Raket, sepatu, hingga celana untuk bermain badminton saja harus pinjam lebih dulu. Begitulah awal perjalanan Warining Rahayu (24) sebelum akhirnya menyabet medali demi medali dari berbagai ajang kejuaraan para-badminton.
***
Suaranya bergetar. Matanya langsung berkaca-kaca kala mengingat kembali masa kecilnya di Babakan Cianjur, Bandung.
Di kampung halamannya, Rahayu—begitu ia biasa dipanggil—harus menjalani masa kecil yang tak mudah. Hinaan-hinaan menyakitkan teramat kerap dialamatkan padanya. Hal itu lantaran ia lahir dengan kondisi tangan kanan yang tidak bisa tumbuh dengan semestinya.
Apalagi Rahayu lahir bukan dari keluarga berada. Bapaknya seorang sopir angkot. Sementara sang ibu adalah ibu rumah tangga biasa.

“Ada masanya saya malu. Tapi saya juga berpikir, bagaimana bisa membuktikan kepada orang-orang kalau saya bisa menjadi lebih dari yang mereka bayangkan,” ungkap Rahayu saat saya temui di tepi lapangan GOR Manahan, Solo, Jumat (31/10/2025).
Siang itu ia baru usai berlaga di perempat final Polytron Para Badminton International 2025 by Bakti Olahraga Djarum Foundation, Polytron, NPC Indonesia, dan BWF, Jumat (31/10/2025) di GOR Manahan, Solo.
“Nekat” ikut audisi umum badminton, raket-celana dipinjami teman
Sebenarnya tidak ada olahraga yang populer di desa Rahayu. Namun, sejak SMP ia memang mulai tertarik dengan badminton karena sering melihat pertandingan di tayangan televisi. Lalu ia mulai berlatih sekadarnya secara mandiri.
“Lulus SMP, pada 2016 ada Audisi Umum PB Djarum di Kota Bandung. Modal tekad. Pokoknya saya ingin sekali punya nama, berkiprah di kancah nasional, biar banggakan orang tua,” kata Rahayu.
Saat itu, karena belum memiliki peralatan sendiri, Rahayu harus pinjam sepatu, raket, hingga celana untuk badminton dari saudara-saudaranya.
Suara Rahayu kembali bergetar saat menceritakan momen di masa silam tersebut. Ia bercerita dengan menahan tangis.
“Sejak awal orang tua selalu mendukung langkah saya. Alhamdulillah-nya seperti itu,” sambung Rahayu. Walaupun beberapa orang meragukan kemampuannya: Apa bisa bermain tepok bulu secara maksimal hanya dengan tangan kiri?
Jalan terbuka ke para-badminton dari Susi Susanti
Rahayu memang tidak bisa melangkah jauh di Audisi Umum PB Djarum. Namun, untung saja ia “nekat” mengikutinya. Sebab, jalannya di para-badminton justru terbuka dari sana.
Di audisi tersebut, Rahayu ternyata tersorot oleh mata legenda bulu tangkis nasional, Susi Susanti. Susi menghampiri Rahayu, lalu mendorongnya untuk bermain di para-badminton saja.
“Saat itu saya baru tahu, ternyata ada badminton khusus untuk yang punya kekurangan fisik,” ucap Rahayu.
Tekad Rahayu pun semakin menyala. Ia akhirnya mencari tahu soal National Paralympic Committee (NPC) di Kota Bandung. Dari situ ia bergabung di sebuah klub badminton di Kota Bandung.
“Saya ingat, dulu waktu di klub, saya belum punya tas raket. Saya sampai dikasih teman. Tapi di klub itu, semangat saya semakin bertambah. Jalan menuju masa depan rasanya semakin terbuka,” tutur Rahayu.
Mendulang emas demi emas
Delapan bulan berlatih di klub, bakat Rahayu tertangkap oleh pelatih pelatnas, Muhammad Nurrahman. Nama Rahayu dipanggil sebagai salah satu atlet yang bakal mewakili ASEAN Para Games 2017 di Kuala Lumpur, Malaysia.
Ia turun di nomor tunggal putri untuk kategori Standing Upper 5 (SU5): Khusus untuk atlet dengan gangguan pada tungkai atas (biasanya lengan).
Pertama kali turun di ajang internasional, Rahayu langsung menyumbang emas. Setelahnya, dengan mengandalkan tangan kirinya, ia malah makin sering mendulang emas demi emas.
Di nomor tunggal putri, ia pernah mendulang emas di ASEAN Para Games 2022 di Solo dan di Kamboja pada 2023.
Di nomor ganda putri, Rahayu bersama rekannya (Qonitah Ikhtiar Syakuroh) menyabet medali emas dalam ASIAN Para Games 2022 Solo dan perunggu di nomor ganda campuran bersama Khoirur Roziqin.
Bertanding kala hamil, dulang emas untuk buah hati
Dari semua pertandingan internasional para-badminton tersebut, ASEAN Para Games 2023 di Kamboja menjadi yang tak terlupakan baginya.
Ceritanya begini. Rahayu menikah pada awal 2023 lalu dengan seorang atlet para-tenis meja, Yayang Gunaya.
Kala hamil empat bulan, Rahayu memilih tetap bertanding untuk mengharumkan nama Indonesia, sebagaimana cita-cita masa kecilnya.
“Orang tua mendukung, suami juga mendukung, apalagi anak dalam kandungan saya, dia juga seperti mendukung ibunya. Karena selema pertandingan, alhamdulillah saya tidak mengalami masalah apapun,” ungkap Rahayu.
Bahkan Rahayu bisa menyabet medali emas. Medali yang ia persembahkan, salah satunya, untuk bayi yang saat itu masih tumbuh dalam rahimnya.
Bayi itu telah lahir dengan segar dan sehat. Kini usianya sudah 2 tahun, menambah lengkap keluarga kecil Rahayu dan Yayang.
Ingatan pada sepiring makan: nasi-tempe-tahu
Para-badminton tak sekadar memberi Rahayu kesempatan untuk “punya nama” dan membawa nama Indonesia di kancah internasional. Tapi juga memberi kehidupan lebih baik bagi Rahayu.
“Motivasi lain kenapa saya bertekad kuat jadi atlet para-badminton itu karena dulu melihat ekonomi orang tua. Saya ingin membantu mereka,” ucap Rahayu.
Impian itu pun akhirnya bisa ia realisasikan. Setidak-tidaknya kini ia bisa hidup dalam situasi yang lebih baik dari masa lalu. Tak hanya untuk dirinya sendiri, tapi juga untuk orang tuanya.
“Dulu untuk makan saja harus seadanya. Makan nasi-tempe-tahu. Sekarang alhamdulillah, saya jadi seperti ini berkat doa orang tua dan keluarga,” kata Rahayu.
“Saya bersyukur sama Allah bisa dikasih kesempatan sampai sekarang,” tutupnya.
***
Rahayu tak beruntung di Polytron Para Badminton International 2025. Ia terhenti di perempat final, kalah dari atlet India, Manisha Ramadass dua set sekaligus: 21:11, 21:14. Tapi ia langsung menatap kejuaraan-kejuaraan internasional lainnya.
Penulis: Muchamad Aly Reza
Editor: Ahmad Effendi
BACA JUGA: Leani Ratri Oktila, Ratu Para-badminton Dunia dengan Tato Istimewa di Lengannya atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan