Pagelaran Sabang Merauke—pertunjukan seni tari yang melibatkan ratusan penari dari berbagai penjuru negeri—kian dekat. Para penari terus digenjot dalam latihan. Termasuk pada Jumat (25/7/2025) malam di Graha Wana Bhakti Yasa, Kota Yogyakarta.
Sebenarnya ada beberapa sesi latihan hari itu, yang berlangsung sedari siang hari. Mojok berkesempatan menyimak ratusan penari berlatih pada pukul 19.30 WIB-21.00 WIB.
Memang baru sesi latihan. Tapi suasana intens tersaji di Graha Wana Bhakti Yasa. Silih berganti para penari menampilkan beragam tarian serta koreografi atraktif untuk scene All Sumatera malam itu, dengan sangat enerjik dan ekspresif.
Tepuk tangan dan sorak-sorai mengakhiri sesi latihan. Satu sama lain para penari berpelukan, tertawa, dengan keringat yang nyaris membasahi sekujur tubuh.

Dari Aceh-Papua, jatuh hati dan temukan jati diri dalam seni tari
Untuk diketahui, Pagelaran Sabang Merauke The Indonesian Broadway edisi 2025 ini melibatkan 351 penari dari berbagai daerah: Selain Jawa, ada juga penari dari Aceh, Medan, dan Papua.
Para penari yang terlibat pun berasal dari lintas generasi. Mulai anak-anak umur 10 tahun, anak SMK, mahasiswa, bahkan yang berusia 60 tahun.
Selepas latihan, Mojok berbincang dengan Nindy (21)—penari asal Aceh—dan Zulfikar (30)—penari asal Nabire, Papua Tengah. Keduanya mengaku sudah jatuh cinta pada seni tari sejak kecil.

“Aku suka seni tari sejak kelas 1 SD. Itu dari abang-abangku. Dari situ aku jatuh hati, lalu ikut gabung di sebuah sanggar tari,” ungkap Zulfikar.
“Kalau aku dari kelas 2 SMP. Awalnya dipaksa orangtua memang. Tapi setelah ikut festival seni nasional, aku lomba menari, aku malah merasa menemukan jati diriku di situ,” kata Nindy.
Seni tari membuat Aceh dan Papua terasa dekat
Giat dan tekun berlatih tari mengantarkan Nindy dan Zulfikar menjadi bagian penari yang akan tampil dalam Pagelaran Sabang Merauke 2025.
Tapi lebih dari itu, selama proses latihan selama tiga bulan (sejak Mei 2025) di Yogyakarta, keduanya mengaku tidak hanya belajar tentang gerak tari dan koreografi belaka.
“Aku belajar betul soal bagaimana membangun solidaritas, kekompakan, dan kekeluargaan. Aceh dan Papua ternyata terasa dekat sekali, walaupun goegrafisnya agak jauh. Jadi memang nggak ada kesenjangan,” tutur Nindy.
“Kalau aku belajar keragaman budaya dan tradisi teman-teman dari daerah lain. Ternyata Indonesia kaya sekali. Beragam. Keragaman itu indah asal kita memandangnya sebagai bagian dari kekeluargaan,” beber Zulfikar.

Awalnya tentu tidak mudah bagi keduanya saat harus mempelajari dan memperagakan tarian dari daerah lain. Misalnya, Zulfikar mengaku agak kesulitan saat belajar tarian Aceh (Ratoh Jaroe). Namun, lambat laun dia malah menikmati.
Begitu juga dengan Nindy. Dia mengaku agak “ngos-ngosan” saat mempelajari ritme tarian Papua. Sebab, ibarat baru duduk, eh langsung berdiri dan bergerak lagi.
“Tarian Jawa juga begitu. Lembut tapi penuh ketegasan. Itu challenging banget,” kata Nindy. Akan tetapi, keduanya kini sangat siap tampil di Pagelaran Sabang Merauke yang tinggal menunggu waktu.
Hikayat Nusantara di Jakarta
Untuk diketahui, Pegalaran Sabang Merauke edisi 2025 akan berlangsung pada 23-24 Agustus 2025 di Indonesia Arena, Senayan, Jakarta.
Sutradara pagelaran ini, Rusmedie Agus menjelaskan, tema yang diusung tahun ini adalah “Hikayat Nusantara”. Mencoba mengangkat cerita rakyat Nusantara—dari berbagai daerah—sebagai benang merah penyambung seni dan tradisi dari Sabang-Merauke.
Adapun cerita-cerita rakyat yang diangkat mengambil referensi seperti dari Yuyu Kangkang, Malin Kundang, Sangkuriang, hingga Calon Arang. Hanya saja, cerita-cerita rakyat tersebut akan disajikan dengan pendekatan berbeda.
“Kami ingin menunjukkan wajah lain dari cerita-cerita itu, supaya lebih menyentuh dan relevan,” jelas Rusmedie kepada awak media.

Memerangi bahaya laten
“Hikayat Nusantara” merupakan lanjutan dari Pagelaran Sabang Merauke edisi Pahlawan Nusantara. Kala itu, pada akhir cerita Bagong dan Petruk memiliki keyakinan bahwa di tangan anak-anak muda yang cinta budaya, Indonesia akan baik-baik saja.
Keduanya lantas melaporkan pada Semar bahwa tugas mereka menemani Zie (generasi muda) dan teman-temannya dalam mengenal tradisi, para pahlawan dan kebudayaan Indonesia sudah selesai.
Tugas itu memang dinyatakan selesai oleh Semar. Akan tetapi, ada satu tugas berikutnya yang diberikan kepada mereka bertiga. Tugas ini sangat berat dan membutuhkan kejernihan pikir dan kekuatan hati dalam melaksanakannya.
“Ada bahaya laten yang mengancam seni tradisi dan kebudayan Nusantara,” demikian ujar Semar.
Untuk menjalankan misi ini, Bagong, Petruk, dan Zie akan ditemani Istri Semar yang bernama Kanastren. Perjalanan pun dimulai. Dengan petunjuk Kanastren, mereka mendatangi tokoh-tokoh kuat negri ini untuk menumpas “bahaya laten” tersebut.
Tokoh-tokoh yang mereka jumpai mulai dari Malin Kundang, Si Tumang, Sang Mahadewi, Calon Arang, dan Ratna Manggali. Mereka semua akan menyatukan kekuatan untuk memerangi Yuyu Kangkang, sosok yang diduga sebagai “bahaya laten”.
Padi Reborn hingga Yura Yunita
Dalam Pagelaran Sabang Merauke ini, para penari nantinya akan mengenakan kostum beragam karakter dari Jember Fashion Carnaval dan Pesona Gongdanglegi. Ada pula atraksi Barongsai dari Kong Ha Hong, serta pertunjukkan drumband dan aksi dari tim cheerleaders.
Lihat postingan ini di Instagram
Tak hanya itu, gelaran ini turut melibatkan beberapa musisi seperti Yura Yunita, Padi Reborn, Elwin Hendrijanto sebagai Music Director, Avip Priatna sebagai konduktor orkestra, paduan suara Batavia Madrigal Singer, dan The Resonanz Children’s Choir.
Para narator dan aktor seperti Butet Kartaredjasa, Indra Bekti, Risang Janur Wendo, dan Zahara Christie, pun menjadi nama-nama yang akan ambil bagian.
Penulis: Muchamad Aly Reza
Editor: Agung Purwandono
BACA JUGA: Dilema Pelestarian Budaya dan Eksplorasi Wisata di Jogja hingga Salah Tafsir pada Pangeran Diponegoro atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan












