“Hingar bingar hampa. Dalam tempo yang semakin melambat. Sepekan tertukar dengan lari paksa rutinitas”.
Paduan suara penonton di penghujung pementasan Jenny malam itu, Kamis (24/7/2025), membalikkan ingatan saya 20 tahun yang lalu. Samar-samar terbayang aksi Jenny, band dari kampus ISI Yogyakarta yang kala itu tampil di Plaza Bawah Fisipol UGM.
Farid Stevy, Roby Setiawan, Arjuna Bangsawan, dan Anis Setiaji mungkin saat itu baru saja merintis kariernya. Mereka membawakan beberapa nomor asing yang salah satunya—kalau saya tak salah ingat—dari The Rolling Stones.
Fisipol UGM: awal mula
Saya baru saja masuk sebagai mahasiswa pada tahun 2005. Lagi senang-senangnya bergaul ke sana-ke mari. Suka mendengarkan musik, tapi juga jarang melihat konser. Namun, kampus saya saat itu rutin membuat konser skala kecil atau kini populer disebut gigs.
Acara ini kebanyakan diinisiasi oleh Forum Musik Fisipol (FMF). Jadilah saya sering dapat tontonan musik gratis di kampus.
Malam itu penampilan Farid begitu ciamik. Nuansa gitar yang crunchy bercampur dengan lantunan suara yang nyaring begitu mempesona. Pas! band ini asyik. Setelah peristiwa itu, saya kemudian malah lebih sering menemukan Jenny di mana-mana.
Pada tahun-tahun tersebut, Jenny hampir setiap pekan mengisi acara-acara di Jogja. Mulai dari acara kampus, distro, pembukaan pameran, dan lainnya, wajah Farid dkk seperti tak pernah absen.
Karier band ini melesat. Apalagi setelah mereka merilis single “Mati Muda”. Boom! penggemarnya tambah berkali-kali lipat. Bahkan menamakan dirinya “Klub Mati Muda”.
Pada masa ini anak-anak muda di Indonesia memang sedang gandrung dengan musik-musik non-mainstream. Salah satu penandanya adalah hadirnya album kompilasi JKT:SKR yang dirilis Aksara Records pada tahun 2004.

Manifesto: “… Tak ada yang baru di bawah matahari.”
Tahun 2009, enam tahun setelah kemunculannya, Jenny meluncurkan Manifesto. Ya, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Manifesto adalah pernyataan terbuka tentang tujuan dan pandangan seseorang atau suatu kelompok. Biasanya bersifat politis.
Manifesto yang dikeluarkan Jenny bentuknya album. Isinya tembang-tembang yang sering band ini bawakan saat manggung. Manifesto berisi 10 lagu. “Mati Muda”, “Monster Karaoke”, “Maha Oke”, “Manifesto Postmodernisme”, “Menangisi Akhir Pekan”, “The Only Way”, “120”, “Resistance is Futile”, “Look with Whom Im Talking To”, dan “Dance Song”.
Manifesto Jenny tampil dengan balutan sound garage rock yang khas dengan lirik dari Farid yang lugas. Musiknya mengingatkan kita pada band semacam The Strokes, The Hives, The Libertines, dll. Dari album ini saya mulai menyukai tulisan-tulisan milik Farid yang hari ini sering kita temui juga di karya-karya seni grafisnya. Statement-nya bold dan terkadang satire. Menertawakan diri sendiri atau orang lain.
Seperti manifestonya; “segalanya sudah di temukan, semuanya telah didefinisikan..tak ada yang baru di bawah matahari.”

Merayakan Jenny
Malam itu, di panggung Artjog, Jenny kembali tampil. Acaranya bertajuk “Manifesto Jenny di ASRI” (ASRI merupakan nama lama ISI Yogyakarta yang lokasi gedungnya tepat di JNM). Acara ini lahir atas kerja sama Artjog, Cherrypop, dan Bojakrama Press.
Bicara soal Jenny manggung, sebetulnya band ini mulai aktif kembali sejak tiga tahun belakangan dengan format reuni. Jenny sejatinya sudah menghilang pada tahun 2011 setelah Arjuna Bangsawan dan Anis Setiaji undur diri. Farid dan Roby kemudian lanjut dengan moniker FSTVLST.
Penampilan Jenny di Artjog seperti sebuah perayaan. Mereka merilis kembali album Manifesto dalam format vinyl. Gading Paksi, program director Artjog, membuka acara dengan orasi budaya.
Gading dulu aktif pula di Forum Musik Fisipol (FMF). Dia banyak bersaksi tentang pesta perilisan album Manifesto di JNM 17 tahun yang lalu. Jenny yang berasal dari kampus ISI Yogyakarta memang punya hubungan yang unik dengan Fisipol UGM.
Layar panggung kemudian menampilkan logo Jenny berukuran raksasa dengan gaya desain lawas. Logo ini bersejarah karena dulu jadi stiker yang sering kita lihat tertempel di helm muda-mudi Jogja medio 2000-an. “Ini dulu kita desainnya pakai Corel Draw 9,” kata Farid.
Lebih dari dua dekade sejak awal kemunculannya, lagu-lagu Jenny ternyata masih hidup. Anak-anak muda generasi hari ini masih menikmati. Jenny dan FSTVLST bahkan menjadi influence bagi beberapa band yang sedang naik daun. Sebut saja The Jeblogs, The Kick, dan The Skit.
Sejak lagu pertama hingga lagu terakhir koor massal tak putus-putus. Jenny membuktikan lebih dari dua dekade masih setia sebagai teman pencerita. “Saatnya tumpahkan keluh kesahku. Bingarkan panggung. Rendah luas terang tanpa barikade…”
Penulis: Purnawan Setyo Adi
Editor: Muchamad Aly Reza
BACA JUGA: Sederet Alasan Mengapa Peterpan Lebih Memengaruhi Selera Pendengar Musik Indonesia Dibanding Band Papan Atas Lain, Salah Satunya Sheila on 7 atau liputan lainnya di rubrik Liputan












