ADVERTISEMENT
Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal
Beranda Liputan

Sejarah Mie Ayam Wonogiri: Ketika Kaum Boro Mendapatkan Resep dari Orang-Orang Tionghoa di Jakarta

Ahmad Effendi oleh Ahmad Effendi
7 November 2023
0
A A
Sejarah Mie Ayam Wonogiri: Ketika Kaum Boro Menemukan Formula dari Orang-Orang Tionghoa di Jakarta MOJOK.CO

Ilustrasi Sejarah Mie Ayam Wonogiri: Ketika Kaum Boro Menemukan Formula dari Orang-Orang Tionghoa di Jakarta. (Dena Isni/Mojok.co)

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

Cerita peran kaum boro yang merantau ke Jakarta

Ada dua periode penting soal tradisi merantau bagi kaum boro Wonogiri. Kata Heri Priyatmoko, yang pertama adalah perantauan ke Solo di era kolonial Hindia-Belanda (saat Solo berstatus kotapraja) dan kedua yakni perantauan ke Jakarta setelah masa kemerdekaan.

Pada intinya, dua lokasi itu menjadi destinasi karena satu alasan: pusat keramaian yang mereka anggap bisa mengubah nasib.

Maka, setelah kemerdekaan banyak kaum boro Wonogiri berbondong kerja di Jakarta. Terlebih setelah adanya proyek pembangunan Waduk Gajah Mungkur (WGM) akhir 1970-an, hasrat merantau makin besar. Apalagi pemerintah Orde Baru juga “memaksa” masyarakat Wonogiri meninggalkan kampung halamannya via program transmigrasi.

Berdasarkan penelusuran saya dan tim liputan Mojok, kondisi ini cukup penting untuk menandai “pertemuan ulang” masyarakat Wonogiri dengan mie, khususnya mie ayam. Pasalnya, kebanyakan perantau di Jakarta memilih bekerja untuk warung-warung mie milik orang Tionghoa.

Kisah berikutnya bisa kita tebak, mereka belajar teknik bikin mie dan memanfaatkan kemampuannya di kemudian hari untuk jualan mie ayam.

Mengasah skill bikin mie ayam di Jakarta

Ada banyak kesaksian penjual mie ayam Wonogiri yang mengaku bahwa awalnya mereka belajar membuat mie di Jakarta, khususnya dari orang-orang Tionghoa. 

Salah satunya Eddy Santoso, Presiden Mie Ayam Tunggal Rasa atau Ketua Paguyuban Mie Ayam Tunggal Rasa, yang sudah memiliki 1.500 anggota. Kepada kami, ia mengaku bahwa rintisan awal usahanya tak lepas dari peran orang-orang Tionghoa di Jakarta.

Eddy Santoso, Ketua Paguyuban Pedagang Mie Ayam Tunggal Rasa. Menurut pengakuannya, orang tuanya salah satu orang dari Wonogiri yang belajar mie ayam di Jakarta MOJOK.CO
Eddy Santoso, Ketua Paguyuban Pedagang Mie Ayam Tunggal Rasa. Menurut pengakuannya, orang tuanya salah satu orang dari Wonogiri yang belajar mie ayam di Jakarta. (Shiddiq/Mojok.co)

Menurut Eddy, sejak 1970-an ada warga Wonogiri bernama Pak Sirat yang bekerja di warung mie milik orang Tionghoa. Kemudian, Pak Sirat memberanikan diri membuka usaha mie ayam kecil-kecilan yang dijual melalui gerobak dorong. Langkah ini diikuti ayah Eddy, yakni Keman Sucipto, yang membuka bisnis serupa pada awal 1980-an setelah belajar bikin mie dari Pak Sirat.

“Setelah itu ayah mengajak orang Wonogiri lain untuk ke Jakarta jualan mie ayam,” kata pengusaha yang sudah menjual mie ayam sejak 1988 ini, Senin (30/10/2023).

“Ayah saya adalah salah satu orang yang membuka jalan bagi warga Wonogiri berjualan mie ayam di Jakarta,” sambung Eddy.

Penjual lain yang menimba ilmu dari orang-orang Tionghoa di Jakarta

Hal serupa juga Sumarno ungkapkan, pemilik Mie Ayam dan Es Asem di Wonogiri ini adalah salah satu warung mie ayam paling legendaris di Wonogiri. Meskipun tak pernah berjualan mie ayam di Jakarta, tapi tetap ada peran orang-orang Tionghoa di ibu kota dalam bisnisnya itu.

Sumarno mengaku, pada 1980-an ia sudah di Jakarta untuk berjualan es campur. Tak lama di Jakarta, ia kemudian pulang ke Wonogiri dan memutuskan berjualan es asem karena sedang banyak peminatnya. 

Kala itu, Sumarno berjualan es asem dekat warung mie ayam milik temannya, Pak Sabar dan Pak Jangkung. Dua orang inilah, seperti Sumarno ungkap, adalah guru yang mengajarkannya membuat mie ayam.

“Pak Sabar dan Pak Jangkung ini yang dulu belajar mie ayam saat bekerja di warung milik orang Cina di Jakarta,” kata Sumarno, Selasa (31/10/2023).

Bahkan, penjelasan serupa juga kami dapatkan dari Kepala Dusun Kutukan, Bubakan, Girimarto, Wonogiri, Kasno. Desa ini belakangan menjadi viral lantaran banyak penduduknya yang merantau ke Jakarta untuk berjualan mie ayam dan bakso. 

Kebanyakan dari bahkan berhasil mencapai kesuksesan; terlihat dari rumah megah yang berhasil mereka bangun.

Kata Kasno, 60 persen penduduk Dusun Kutukan pergi merantau ke luar daerah. Dari jumlah tersebut, lebih dari separuhnya berjualan mie ayam ke Jakarta.

“Sebenarnya tidak hanya mie ayam, ya. Mereka pada dasarnya berjualan bakso, mie ayam, buat para suami. Sementara para istri menjual jamu,” kata Kasno, yang Mojok temui di rumahnya, Selasa (31/10/2023).

Kasno menuturkan, bahwa para perantau yang menjual mie ayam tersebut pada awalnya bekerja di warung mie milik orang Tionghoa. Selepas memiliki kemampuan membuat mie, mereka akhirnya memberanikan diri membuka usaha sendiri.

“Gethok tular istilahnya, karena satu sukses yang lain mengikuti sehingga makin banyak warga yang merantau ke Jakarta jual bakso dan mie ayam. Sekarang ada yang sampai Sumatera dan Papua,” jelas Kasno.

Mie ayam itu sudah teruji zaman dan merakyat 

Baik Eddy Santoso, Sumarno, dan Kasno, sepakat bahwa bisnis jualan mie ayam belum menjadi primadona pada 1990-an. Pada saat itu, penjual mie ayam di Wonogiri malah bisa dihitung jari. 

Warga Wonogiri mulai banyak membuka warung mie ayam di kota asalnya pada akhir 1998. Ini setelah krisis moneter memaksa mereka pulang dari Jakarta.

Bahkan, sebagaimana Eddy ungkapkan, pada awal 2000-an pun masih banyak warga Solo dan sekitarnya yang kurang familiar dengan mie ayam. Bahkan ada ketakutan kalau mie ayam itu mengandung babi.

Namun, karena semakin banyaknya orang berjualan, mie ayam pun lantas segera jadi primadona.

Heri Priyatmoko menjelaskan beberapa faktor yang menyebabkan mengapa mie ayam eksistensinya bertahan hingga sekarang. Katanya, kalau dari sisi penjual terus mereka pertahankan karena sudah teruji zaman.

Pendeknya, sejak masa kolonial hingga sekarang, mie selalu cocok di lidah pembeli. Tinggal sesuaikan saja dengan market dan selera masyarakat tempat menjual mie ayam .

“Itulah mengapa di Yogyakarta dominan manis karena itu selera warganya, sementara di Solo dan sekitarnya terasa lebih gurih-asin,” kata Heri.

Mie ayam akan selalu laku sepanjang masa

Sementara dari sisi pembeli, menurut Heri, orang-orang akan terus makan mie ayam karena merupakan hidangan yang merakyat; bisa dinikmati semua kalangan dan harganya murah. Selain itu, makanan ini juga cocok disantap di berbagai kondisi.

“Makan saat panas, ya oke. Pas dingin juga makin segar,” jelasnya.

Kini, mie ayam telah menjadi primadona. Para perantau alias kaum boro Wonogiri punya peran penting dalam menyebarkan makanan ini ke hampir seluruh kota di Indonesia. Namun, yang perlu saya sampaikan, meski ada banyak warung mie ayam di tiap gang dan jalan kecil di Wonogiri, karakter mereka tidak tunggal. Meski sama-sama punya tajuk “mie ayam wonogiri”, mereka punya keberagaman rasa dan ciri khas. 

Reporter: Ahmad Effendi
Editor: Agung Purwandono

Tulisan ini merupakan bagian dari Ekspedisi Mie Ayam Wonogiri

BACA JUGA Menelusuri Desa Bubakan, Saksi Kesuksesan Penjual Mie Ayam Wonogiri yang Menolak Anggapan Kampung Miliarder

Halaman 2 dari 2
Prev12

Terakhir diperbarui pada 4 Desember 2023 oleh

Tags: ekspedisi mie ayam wonogirimie ayammie ayam wonogiripilihan redaksisejarah mie ayamwonogiri
Iklan
Ahmad Effendi

Ahmad Effendi

Reporter Mojok.co

Artikel Terkait

pengalaman pertama naik krl jogja-solo, klaten.MOJOK.CO
Ragam

Pengalaman Pertama Orang Klaten Naik KRL Jogja-Solo, Sok-sokan Berujung Malu karena Tak Paham Kursi Prioritas dan Salah Turun Stasiun

13 Juni 2025
ngopi di jogja, coffee shop jogja, mahasiswa baru.MOJOK.CO
Ragam

Mahasiswa Baru Kaget Pertama Kali Ngopi di Coffee Shop Jogja, Niat Nugas Malah Boncos dan Malu karena Nggak Tahu Espresso

12 Juni 2025
Orang kaya pertama kali naik bus ekonomi, tersiksa jiwa raga sampai trauma MOJOK.CO
Ragam

Orang Kaya Naik Bus Ekonomi: Coba-coba Berujung Tersiksa, Dimaki Pengamen sampai Tahan Kencing Berjam-jam

12 Juni 2025
Lulusan SMK PGRI Lubuklinggau jadi karyawan Alfamart dan Indomaret, kerja apapun layak diapresiasi MOJOK.CO
Aktual

Lulusan SMK “Hanya” Jadi Karyawan Alfamart dan Indomaret: Sekolah Harus Tetap Bangga, Karena Sukses Tak Dilihat dari Status

12 Juni 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Pertama kali naik kereta api (KA) ekonomi setalah bertahun-tahun naik bus ekonomi. Rasanya seperti mimpi meski tak pernah pakai KAI Access MOJOK.CO

Orang Desa Pertama Kali Naik Kereta Api Ekonomi: Banyak Gaya karena Bosan Naik Bus Ekonomi, Berujung Nelangsa Beli Nasgor di KAI

11 Juni 2025
Lulusan SMA-SMK awalnya malu karena tak kuliah dan jadi karyawan Alfamart-Indomaret. Tapi merasa terhormat karena bisa kerja sendiri MOJOK.CO

Lulusan SMA-SMK Awalnya Malu Tak Kuliah dan Kerja di Alfamart-Indomaret, Direndahkan Guru Sendiri tapi Kini Merasa Lebih Terhormat

12 Juni 2025
Universitas Mercu Buana Yogyakarta Kampus yang Menyedihkan MOJOK.CO

Kuliah di Universitas Mercu Buana Yogyakarta Sungguh Merana, Sudah Habis Puluhan Juta tapi Fasilitas Tidak Ramah Mahasiswa

9 Juni 2025
Pilih slow living di Gunungkidul, Jogja usai pindah kerja di sebuah perusahaan yang ada di Dubai. MOJOK.CO

Merelakan Gaji Besar dari Perusahaan di Dubai daripada Mental Rusak karena Tekanan Hidup dan Pilih Slow Living di Gunungkidul

12 Juni 2025
Yamaha Xeon sebagai motor terbaik. MOJOK.CO

14 Tahun Pakai Yamaha Xeon, Motor Butut yang Kuat Menerjang Jalanan Terjal Tasikmalaya ke Pantai Pangandaran

13 Juni 2025

AmsiNews

Newsletter Mojok

* indicates required

  • Tentang
  • Kru Mojok
  • Cara Kirim Artikel
  • Disclaimer
  • Kontak
  • Kerja Sama
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Laporan Transparansi
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.