Hidup Tenang Warga Ringinsari Sleman Kini Terusik Tol Jogja Solo yang Penuh Kesemrawutan

Ilustrasi - Jerit warga Ringinsari Sleman terdampak Tol Jogja Solo. (Ega Fansuri/Mojok.co)

Warga Padukuhan Ringinsari, Kelurahan Maguwoharjo, Depok, Sleman, yang sebagian tanahnya terpotong proyek Tol Jogja Solo masih dalam perjuangan menuntut haknya. Perjuangan ini semakin pelik seiring ketidakjelasan alur proses dari pihak pemrakarsa proyek.

Warga Ringinsari Slemann minim dilibatkan dalam pembangunan Tol Jogja Solo

Warga Maguwoharjo, Depok, Sleman khususnya Padukuhan Ringinsari belakangan tengah dibingungkan menghadapi proyek pembangunan Tol Solo-Yogyakarta-Kulonprogo II Seksi 2 yang memotong daerah mereka. Pasalnya, warga merasa tak dilibatkan secara maksimal dalam pembangunan sebab sangat minimnya komunikasi pengada proyek melalui sosialisasi.

Puncaknya, secara tiba-tiba pada Agustus 2024 lalu beredar kabar di Ringinsari, Sleman, bahwa warga wajib mengosongkan lahannya dalam waktu dua minggu dan selesai maksimal di akhir Agustus.

Mendengar itu, beberapa warga memilih bersiap merobohkan bangunannya secara mandiri dengan memesan jasa pembongkaran. Hal tersebut untuk menghindari kerusakan parah dari alat konstruksi, agar barang-barang tertentu seperti genteng, kerangka jendela, dan pintu dapat warga manfaatkan kembali.

Informasi bergulir simpang siur perihal kapan pembongkaran bakal dilakukan.  Gelombong kepanikan pun menyerang warga. Pasalnya, belum ada jalin komunikasi apapun kepada warga Ringinsari, Sleman. Termasuk sosialisasi konstruksi yang seharusnya menjadi syarat wajib sebelum konstruksi dilaksanakan.

Buntut dari simpang siur tersebut, warga Ringinsari, Sleman, melayangkan surat terbuka kepada Dinas Lingkungan Hidup (DLH) dan Bupati Kabupaten Sleman. Di dalamnya, warga mencantumkan empat poin tuntutan yang harus dipenuhi pihak penyelenggara proyek Tol Jogja Solo sebelum pada akhirnya melancarkan konstruksi dan menuntut adanya mediasi antarwarga dan penyelenggara proyek sebagai wujud keterbukaan komunikasi.

Sosialisasi konstruksi proyek Tol Jogja Solo hanya formalitas

Rabu (11/9/2024) kemarin, akhirnya sosialisasi konstruksi pembangunan Tol Jogjo Solo digelar. Sosialisasi ini dilaksanakan di Ruang Pertemuan Desa Maguwoharjo, Sleman.

Sosialisasi konstruksi dihadiri oleh warga yang terdampak langsung–yang lahan tanahnya termasuk ke dalam area pembangunan Tol Jogja Solo–maupun tidak. Warga yang tidak terdampak langsung adalah warga di sekitar pembangunan proyek yang turut terkena imbas pembangunan seperti bising konstruksi beserta getarannya hingga pengalihan akses jalan.

Sosialisasi konstruksi ini diadakan untuk menerangkan kepada warga bagaimana proses konstruksi pembangunan Jalan Tol Jogja Solo akan berlangsung.

Sosialisasi dipaparkan oleh pihak penyelenggara konstruksi, yakni PT Daya Mulia  Turangga (DMT) dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Pengadaan Lahan Tol Jogja Solo.

Jerit warga Ringinsari Sleman terdampak Tol Jogja Solo MOJOK.CO
Sosialisasi konstruksi proyek Tol Jogja Solo terhadap warga Ringinsari Sleman. (Alya Putri/Mojok.co)

Sayangnya, warga kecewa lantaran menilai sosialisasi hari itu hanyalah bentuk formalitas belaka. Ini disebabkan, penyampaian informasi selama sosialisasi tak gamblang dan tak menyasar pada informasi detail pekerjaan, melainkan hanya menyampaikan hal-hal normatif belaka.

Dimas Wijanarko, salah satu warga Padukuhan Ringinsari, Sleman, menyayangkan kondisi ini. Selama alur pembangunan termasuk sosialisasi hari itu, semua informasi bersifat ngambang. Bahkan sekecil kapan waktu pelaksanaan konstruksi dan di mana batas-batas patok konstruksi ditancapkan tidak jelas juntrungannya.

Belum lagi hal yang lebih besar, seperti kompensasi dan dampak ekologis selama konstruksi. Yang, kesemuanya ini seharusnya telah termuat di AMDAL. Namun, hingga hari ini AMDAL itu tak pernah sampai ke tangan warga.

“Setiap kita tanya kalian saling oper, kalau nggak gitu berjanji akan dikaji ulang. Kapan kepastiannya?” Ujar Dimas dengan geram kepada pihak pengada proyek Tol Jogja Solo saat sosialisasi konstruksi

“Sebenarnya kami warga itu mendukung pembangunan, asal regulasi dan tahapnya jelas!” Tekannya.

Selama sosialisasi, pertanyaan yang dilemparkan warga hampir tak ada yang terjawab secara konkret. Sebab, baik DMT maupun PPK cenderung lempar-lemparan penanggung jawab. Ini utamanya disinyalir sebab aktor utama pembangunan, yakni  PT Jogjasolo Marga Makmur (JMM) selaku pemilik proyek, absen dari sosialisasi.

Nestapa warga Ringinsari Sleman yang tanahnya terpotong sebagian

Karena ketidakefektifan sosialisasi, empat poin tuntutan dalam surat terbuka aduan warga terdampak tol masih jadi permasalahan yang menganga tanpa kejelasan.

Salah satu poin tuntutan itu adalah perihal ganti rugi sepenuhnya terhadap warga yang lahan atau bangunannya terpotong sebagian untuk pembangunan Tol Jogja Solo. Sebab, bagian-bagian yang terpotong itu adalah komponen penting dari bangunan, seperti garasi, dapur, dan ruang tamu, mengakibatkan bangunan yang tersisa tak lagi layak huni. Oleh karena ini, warga menuntut pihak pengada proyel Tol Jogja Solo untuk membeli tanah sisa tersebut sekaligus.

Salah satu warga yang lahannya terpotong sebagian adalah Pardi. Lahan rumah warga Ringinsari, Sleman, itu termakan seluas 26 m2 untuk pembangunan Tol Jogja Solo.  Luas itu menyerobot empat kamar rumahnya, hanya menyisakan kamar mandi, dapur, dan ruang tamu. Itu pun dengan bentuk bangunan yang tak lagi persegi, sebab lintasan tol berbentuk miring.

Padahal, rumah Pardi itu diisi oleh dua keluarga, yakni keluarganya dan keluarga anak pertamanya. Keluarganya meliputi ia, istri, dan simbah (orang tua Pardi).

Sementara keluarga anak pertamanya, meliputi anak Pardi, istri sang anak (menantu Pardi), dan tiga cucu Pardi. Total terdapat delapan orang dari empat generasi keluarga yang tinggal menjadi satu di rumah Pardi itu.

Jika empat kamarnya terserobot Tol Jogja Solo, sisa lahan bangunan sudah tak lagi mungkin bisa ditinggali delapan orang. Kini keluarga anaknya bahkan harus diungsikan sementara. Mereka keluar rumah semenjak awal September 2024  ini dan menyewa kontrakan untuk tinggal.

“Dulu sehabis pembayaran ganti rugi itu kami mengajukan penggantian seluruh. Katanya akan dikaji ulang dulu dan mereka akan kembali dua minggu setelahnya. Eh, ditunggu-tunggu sampai sekarang delapan bulan nggak ada kejelasannya,” cerita Pardi.

Janji yang tak kunjung terpenuhi

Pria berusia 70 tahunan itu menambahkan, pada sosialisasi awal, pihak penyelenggara proyek Tol Jogja Solo telah menjanjikan untuk membeli sepenuhnya suatu bangunan bila bangunan itu tak lagi berbentuk persegi sebab terdampak pembangunan.

“Tapi hingga kini ya itu, jawabannya selalu sedang dalam kajian, padahal cara jawane iki kadung ngarep-ngarep, Mbak (kalau orang Jawa nyebutnya sudah terlanjur berharap, Mbak), ” tambahnya dengan sorot mata setengah putus asa.

Pardi bercerita, ini bukan kali pertamanya menjadi pihak yang terdampak proyek pembangunan umum. Dahulu sebelum bermukim di Ringinsari, Sleman, ia dan keluarga menempati sebelah timur area pembangunan Bandara Adisucipto. Karena rumahnya terdampak, pada tahun 1993 ia dan keluarga mesti pindah.

“Cuma waktu itu (lahan rumah) saya kena semuanya, Mbak. Jadi ya dapat ganti rugi yang sangat cukup, empat kali lipat malah sepertinya. Bisa beli tanah lagi dan mbangun rumah lagi,” tutur Pardi.

“Kalau hanya terkena separuh kayak sekarang ini yang susah, mau pindah nggak diberi dana cukup, mau tetap tinggal tapi kok rumah sudah tidak layak huni,” keluhnya.

Kajian ganti rugi lahan sisa yang tak jelas

Selama sosialisasi, urusan kompensasi ini juga jadi salah satu topik yang warga pertanyakan. Pihak pengada Tol Jogja Solo menjelaskan bahwa penggantian dana untuk lahan sisa yang luasannya lebih dari 100 m2 harus melewati kajian terlebih dahulu. Ini disebabkan, lahan sisa itu tak termasuk ke dalam lahan yang dimanfaatkan untuk proyek Tol Jogja Solo.

“Mengingat ini merupakan uang negara, jadi harus jelas pertanggungjawabannya,” kata Aulia Ferdinand dari pihak PPK.

Selepas sosialisasi konstruksi hari itu, saya coba menemui lagi PPK Pengadaan Lahan Tol Jogja Solo untuk menanyakan lebih lanjut soal proses dan lama waktu kajian.

“Nanti tim kajian lihat dulu, Mbak, dari bentuknya layak atau tidak, manfaatnya juga,” terangnya.

Mereka menyebut, kajian untuk Purwomartani sedang dalam proses. Namun ketika saya tanyakan kembali, apakah berarti kajian untuk Maguwoharjo akan mulai digarap selepas Purwomartani selesai? Pihak PPK tak bisa memberi jawaban pasti. Sebab selain Maguwoharjo, daerah Pugeran juga sedang dalam list antrean.

“Sebetulnya semua itu (urutan dan waktu penggarapan) dalam kebijakan tim, kami akan lakukan secepatnya agar tak ada warga yang dirugikan,” ucapnya.

Namun demikian, dalam sosialisasi kemarin, pihak pengada Tol Jogja Solo berkomitmen untuk tidak akan membongkar bangunan-bangunan yang belum clear  urusan ganti ruginya. Juga, pihak konstruksi dan PPK berjanji untuk membuka kantornya untuk warga apabila sewaktu-waktu ada yang ingin menyampaikan keluhan atau konsultasi.

Hak warga terdampak Tol Jogja Solo yang dijamin Undang-undang

Menurut Jaka Purwanta, seorang pemerhati lingkungan yang aktif mengawal konflik pembangunan Tol Jogja Solo, penggantian secara menyeluruh terhadap warga yang memiliki kasus seperti Pardi memanglah jadi kewajiban negara dan telah dilindungi hukum.

“Sebenarnya ketika orang sebagian lahannya kena, dia nggak akan nyaman lagi karena bangunan sudah nggak lagi utuh. Rumah kan ada peruntukannya masing-masing, ya, seperti ruang tamu, dapur, dst. Ketika itu nggak utuh lagi, fungsinya otomatis akan terganggu,” jelasnya.

Jaka mengungkapkan, warga terdampak seperti ini seharusnya berhak atas dana ganti secara utuh. Sebab bila tidak, sisa lahan rumah sudah tak lagi bisa berfungsi sebagaimana mestinya. Pun warga terdampak tak dapat berpindah mukim karena ketiadaan dana.

“Ada juga kasus serupa, kena ke Pak Denny. Bagian terasnya full terpotong pembangunan. Kalau seperti itu, akses masuk ke rumah mau tak mau hilang. Kan fatal dan kasihan, ya. Sedangkan bila kami tanyakan kejelasan (ganti rugi), pihak proyek selalu meminta untuk menunggu kajian,” keluhnya.

Jaka menjelaskan, hal ini secara terang telah dijamin dalam UU Nomor 2 Tahun 2012 yang mengatur tentang pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum. Pasal 35 dalam UU itu menyebut, “…dalam hal bidang tanah tertentu yang terkena Pengadaan Tanah terdapat sisa yang tidak lagi dapat difungsikan sesuai peruntukan dan penggunaannya, Pihak yang Berhak dapat meminta penggantian secara utuh atas bidang tanahnya.”

Berpijak dari ini, apabila hasil kajian dan keputusan akhir pihak PPK Pengadaan Tanah Tol Jogja Solo tak mengabulkan permohonan warga–termasuk warga Ringinsari, Sleman–yang meminta ganti atas lahan sisa yang tak lagi dapat difungsikan, maka secara terang pihak PPK tersebut telah melanggar hak warga atas tanahnya.

Penulis: Alya Putri Agustina
Editor: Muchamad Aly Reza

BACA JUGA: September Hitam di FISIP UNAIR, Usaha Pembangunan Monumen untuk Aktivis Hilang yang Tak Kunjung Digubris

Ikuti berita dan artikel Mojok lainnya di Google News

Exit mobile version