Gagal jualan sempak dan segala jenis pakaian dalam, akhirnya iseng-iseng bikin usaha sewa sepatu di Jogja. Siapa nyana, cuan dari usaha tersebut ternyata terus mengalir setiap hari. Bahkan jadi jujukan mahasiswa yang pengin gaya di tongkrongan tapi tidak ada biaya.
***
Menyusuri jalanan sempit di Jl. Werkudara, Wirobrajan pada Rabu (8/5/2024) sore, saya akhirnya sampai di sebuah rumah kecil yang saya tuju dengan panduan Google Maps. Rumah dengan dinding depan bertuliskan “Sewa Sepatu Jogja”.
Seorang pemuda langsung menyambut saat saya membuka pintu. Ia sempat mengira saya hendak memesan paper bag. Saya pun sempat menyangka kalau saya salah tempat.
Sebab, alih-alih rak-rak berisi sepatu, di dalam rumah sempit tersebut justru penuh dengan paper bag. Belum juga kami jenak berbincang, datang dua orang pemuda yang hendak mengambil sepaket paper bag yang sudah jauh-jauh hari mereka pesan. Sangkaan kalau saya salah tempat pun kian menguat.
“Iya benar di sini tempat Sewa Sepatu Jogja,” ujar pemuda pemilik rumah yang kemudian saya tahu bernama Iksan (28). Jawaban dari Iksan itu sontak membuat saya lega.
Jauh sebelum buka Sewa Sepatu Jogja
Usut punya usut, ternyata Iksan saat ini menjalankan dua lini bisnis sekaligus di Jogja. Yakni bisnis paper bag dan juga sewa sepatu.
Dari dua bisnis tersebut, paper bag menjadi bisnis utama Iksan. Sementara Sewa Sepatu Jogja sebenarnya bisa dibilang sampingan. Sewa Sepatu Jogja pun baru ia jalankan dalam empat bulan terakhir ini.
“2020 itu bikin Warmindo. Baru tiga minggu buka langsung tutup karena Corona lagi parah-parahnya, nangis banget,” ujar pemuda asal Kulon Progo, Jogja tersebut sembari tersenyum getir.
Di sela-sela kesibukan mengurus Warmindo itu, Iksan juga nyambi menjadi reseller sebuah rumah produksi paper bag. Dari sinilah kemudian Iksan membangun bisnis pembuatan paper bag-nya sendiri.
“Warmindo sebenarnya masih buka sampai 2022 pertengahan. Tapi punya pegawai nakal. Padahal ramai terus tapi duitnya nggak ada. Operasional pun udah tombok-tombokan,” kata pengusaha Sewa Sepatu Jogja itu. Alhasil, Iksan memutuskan menghentikan Warmindo-nya itu dan memilih fokus produksi paper bag.
Jauh sebelum buka Sewa Sepatu Jogja, Iksan yang merupakan alumni Manajemen STIE YKPN, Jogja, sebenarnya sudah menjajal cukup banyak jenis bisnis. Untuk bagian ini, saya akan membeberkannya dalam tulisan terpisah. Sebab, ada cerita inspiratif dari si anak tengah yang sangat ramah ini.
Gagal jualan sempak
Sejak SMA Iksan memang sudah terlatih membaca pasar dan peluang. Mental bisnisnya turun dari orang tuanya yang merupakan pengusaha tahu kecil-kecilan.
Di tengah-tengah menjalankan usaha paper bag, sebelum terbersit buka Sewa Sepatu Jogja, ia sempat mencoba jualan sempak dan segala jenis pakaian dalam secara online.
“Dulu memang apa-apa mau dijual. Sempak, daleman-daleman, sampai kaos kaki saya coba semua,” ujar Iksan. Ia mencoba menjualnya di marketplace dan Facebook. Sayangnya gagal. Peminatnya tak terlalu besar.
Iksan lalu memutar otak lagi, mencari apa yang bisa ia jual sebagai sumber pemasukan tambahan. Lalu muncul ide untuk iseng-iseng bikin Sewa Sepatu Jogja.
“Awalnya ya nggak punya barang, terus saya tes di Facebook. Ternyata beneran ada yang mau sewa. Waktu itu ada orang yang sewa dua ukuran, 41 dan 42. Saya carikan langsung,” kata Iksan.
Tak lama kemudian, dengan bantuan #sewasepatujogja di Instagram, orang-orang yang berminat menyewa sepatu di Sewa Sepatu Jogja milik Iksan makin banyak.
“Awalnya cuma fokus sepatu futasl dan bola, kemudian jadi ke sepatu badminton, basket, pantofel, dan sepatu buat lifestyle,” beber Iksan.
“Sepatu bola paling kenceng sih. Yang nyewa mahasiswa-mahasiswa buat mini soccer,” sambungnya.
Sewa Sepatu Jogja masih terus diminati dan nggak bikin rugi
Sebagai bisnis alternatif alias tambah-tambahan, Sewa Sepatu Jogja milik Iksan bisa dibilang cukup menguntungkan. Pasalnya, dengan modal dan tingkat risiko yang tak besar, persewaannya itu selalu cuan setiap harinya.
Kata Iksan, nyaris setiap hari ada saja orang yang sewa sepatu di tempatnya. Apalagi di musim perpisahan sekolah seperti sekarang ini, sepatu pantofel pun terbilang laris manis.
“Sekarang udah punya 62 pasang. Sistem sewanya per 24 jam. Pantofel itu Rp20 ribu, sepatu badminton Rp25 ribu, sepatu bola, futsal dan basket Rp35 ribu, lalu untuk yang lifestyle Rp50 ribu karena merknya Nike,” papar Iksan menghindari menyebut angka pasti income yang ia dapat dari Sewa Sepatu Jogja.
Selama empat bulan berjalan, usaha Sewa Sepatu Jogja milik Iksan pun aman dari kemalingan. Setiap orang yang sewa sepatu di tempatnya pasti kembali. Karena Iksan sendiri memang menerapkan sistem tinggal KTP atau SIM bagi setiap penyewa.
Kalau balik dalam kondisi sepatu jebol memang sudah sering. Khususnya untuk sepatu-sepatu jenis sport. Tapi hal itu tak berdampak besar, tak juga membuat Iksan rugi untuk biaya perawatan/perbaikannya.
“Beberapa sepatu awal yang saya beli merk Ortus dan Specs karena awet. Terus waktu Enkai ada diskon buy 1 get 1, saya borong beberapa sepatu merk itu,” ungkap Iksan.
“Karena buy 1 get 1 itu jadi kalau jebol nggak rugi, karena posisi udah balik modal,” lanjutnya.
Jujukan mahasiswa yang pengin gaya tapi tak punya biaya
Sewa Sepatu Jogja milik Iksan pun juga membantu mahasiswa dan anak-anak muda di Jogja yang pengin gaya di tongkrongan tapi nggak punya biaya. Tentu untuk kasus sewa sepatu jenis lifestyle.
Misalnya pada Ramadan 2024 lalu. Kata Iksan, sepatu lifestyle di Sewa Sepatu Jogja miliknya laku keras. Ada dari penyewa yang sewa sepatu Nike tersebut untuk menghadiri acara reuni dan buka bersama (bukber).
Lantaran tak memiliki sepatu bermerk, alhasil Sewa Sepatu Jogja jadi penyelamat. Tak perlu repot-repot merogoh uang ratusan ribu untuk beli sepatu baru. Cukup keluarkan Rp50 ribu sudah bisa bergaya di tongkrongan. Paling tidak untuk 24 jam kedepan.
Obrolan kami pun terjeda di sini. Seorang perempuan masuk ke rumah Iksan, hendak memesan paper bag. Sementara saya mohon izin Iksan untuk memotret beberapa bagian di rumahnya tersebut.
“Nah, kalau yang rak sepatu ada di ruang ini, Mas,” ucap Iksan menunjukkan ruangan di sebelah saya.
Saya lalu memotretnya. Sementara Iksan lanjut melayani calon pembeli paper bag. Tak lama setelah si perempuan berpamitan, telepon Iksan berdering. Lagi-lagi dari calon pembeli, terdengar hendak memesan paper bag dalam jumlah banyak.
Penulis: Muchamad Aly Reza
Editor: Ahmad Effendi
Ikuti berita dan artikel Mojok lainnya di Google News.