Ia pun berpikir, karena di Jogja belum ada konsep serupa, itu bisa menjadi daya tarik tersendiri bagi pengunjung.
“Sampai sekarang masih satu-satunya di Jogja. Bahkan orang julukin ‘Nogokeling-nya Jogja’. Kapan lagi kan suasana ngopi dengan view Kali Code dan orang mancing.”
Pemilik juga heran kenapa Rue Kopi didominasi anak skena
Pada 2022 lalu, Nanda memutuskan pensiun kerja kantoran. Sempat menganggur, pada 2023 ia memutuskan merintis usaha kopi pinggir jalan di dekat Amplaz.
Mengingat circle-nya kebanyakan adalah anak-anak motor dan punk, pengunjung coffee shop-nya pun didominasi oleh mereka. Namun, saat memutuskan buka cabang di kolong jembatan pada Maret 2024 lalu, Nanda sebenarnya menginginkan segmen pengunjung yang general.
“Tapi dugaan saya sih, karena yang di dekat Amplaz udah lekat banget sama citra punk, anak motor, umat skena, ya itu kebawa ke sini. Yang datang anak-anak berkaos hitam semua,” ujarnya sambil tertawa.
Awal membuka Rue Kopi di kolong jembatan, Nanda mengaku masalah yang dihadapi adalah soal promosi. Bagaimana tidak, lokasinya yang nyempil bikin banyak orang nggak ngeh kalau di situ ada coffee shop.
Nanda mengaku sampai harus menutup sementara kedai di dekat Amplaz, hanya agar para pelanggannya sadar kalau Rue Kopi buka cabang di tempat lain.
“Ternyata berhasil. Sedikit-sedikit kedai mulai ramai. Dulu habis 30 cup kopi sudah banyak. Sekarang bisa terjual 150 cup yang es, dan 50-an cup kopi panas.”
Usaha dengan modal Rp400 ribu dan yang awalnya hanya menjajakan kopi pakai motor serta keranjang buah itu, kini sukses keras. Nanda sekarang sudah bisa membeli gerobak dan menggaji beberapa kawan yang membantunya mengelola usaha.
Penulis: Ahmad Effendi
Editor: Muchamad Aly Reza
Ikuti artikel dan berita Mojok lainnya di Google News