Rembang Jawa Tengah Kota Bersejarah yang Makin Mangkrak dan Menyedihkan, Jalan Rusak Dipelihara karena Bupati Sibuk Ngejar Akhirat

Ilustrasi Perempatan Timbangan Medan, Persimpangan Paling Ngeri yang Bikin Nyawa Pengendara 'Berharga Murah' (Ega Fansuri/Mojok.co)

Rembang, Jawa Tengah, makin ke sini justru makin terkesan mangkrak. Semakin tertinggal dari daerah-daerah tetangganya seperti Tuban, Pati hingga Kudus yang kian modern. Karena daerah bersejarah tersebut pun seolah hanya berisi jalan rusak.

***

Siroj (40) tengah melaju dengan kecepatan 80km/jam menggunakan motor Supra X 2017 miliknya. Ia sedang dalam perjalanan ke arah kecamatan Sedan dari rumahnya di Kecamatan Sluke.

Dari Sluke, Siroj akan menuju pertigaan Pasar Pandangan. Di situ ia kemudian mengambil rute arah selatan untuk sampai ke Sedan.

Namun, Siroj yang memang sudah lama tidak pulang ke Rembang (karena bertahun-tahun merantau di Malaysia) sontak kaget dengan kondisi jalan menuju Rembang Selatan tersebut. Dengan kecepatan 80km/jam itu, motornya tak bisa terkendali saat menerabas lubang menganga berderatan di jalanan Sedan.

Motornya oleng, ia lantas tersungkur hingga membuat motor serta tangan dan kakinya lecet-lecet bersimbah darah. Kejadian itu baru saja terjadi Selasa (2/7/2024) lalu.

Jalan Rembang yang bikin warga muak

“Rembang bagian utara ke barat (Sluke, Lasem, hingga Rembang Kota) jalannya suah bagus-bagus. Jebul bagian kidul (selatan) masih ajur mumur (hancur lebur),” keluh Siroj menceritakan pengalamannya sembari menunjukkan bekas lecet di lengannya, Jumat (5/7/2024).

Dalam pantauan Siroj, kondisi jalan di Sedan benar-benar ndrawasi (bikin was-was). Beberapa bagian lubangnya cukup dalam. Lalu selebihnya jalanan rusak yang kalau dibiarkan terus-menerus pun bisa menjadi lubang menganga juga.

Rembang Makin Mangkrak karena Penuh Jalan Rusak MOJOK.CO
Gambaran kondisi jalan rusak di Rembang yang merata di bagian Rembang selatan. (Aly Reza/Mojok.co)

Pancene bupatine merem (Memang bupatinya tutup mata). Begitu kata orang-orang yang nolong aku waktu jatuh. Masyarakat sini sepertinya sudah muak dengan kondisi jalan rusak yang terkesan dibiarkan,” lanjutnya.

“Karena kata orang-orang yang sering melintas di Sedan arah Karas itu, banyak yang sering jatuh juga,” sambung bapak dua anak itu.

Jalan Rembang Selatan jadi anak tiri bupati

Saat pulang ke Rembang pertengahan bulan lalu, Widodo (30) tak pelak bersungut-sungut. Bagaimana tidak, saat kebetulan berkendara di Kecamatan Lasem (Rembang utara), ia melihat jalanan yang sebenarnya masih baik-baik saja, masih mulus, tapi sedang diperbaiki. Entah mau dibikin model bagaimana lagi.

Padahal, di bagian selatan masih banyak jalan rusak yang bertahun-tahun tak tersentuh perbaikan. Misalnya di daerah Widodo sendiri, yakni jalan daerah Sulang-Sumber.

“Jalan Sulang-Sumber itu rusaknya sudah nggak main-main. Jalan rompal dan lubang-lubang besar. Itu bertahun-tahun loh nggak ada perbaikan. Terbaru cuma ditambal pakai tanah dan batu,” gerutu Widodo kepada Mojok baru-baru ini.

Jalanan Sulang-Sumber yang sedemikan itu tentu memakan korban dan kerugian bagi yang melintas. Kalau tidak setiti, velg motor bisa peyok kalau melintas di jalanan tersebut dengan kecepatan tinggi. Jalanan itu pun bahkan jadi langganan truk roboh.

“Bupatinya jangan cuma memperhatikan Rembang utara thok lah. Rembang selatan itu ya rakyatnya kan? Masa iya jadi bupati sudah dua periode kok benerin jalan aja nggak bisa?,” ujar Widodo.

Baca halaman selanjutnya…

Kota bersejarah yang makin mangkrak dan menyedihkan

Pemkab janji ratakan perbaikan jalan

Menurut laporan dari Suara Merdeka Muria, tahun 2024 ini Bupati Rembang, Abdul Hafidz menjanjikan penanganan jalan rusak di beberapa daerah di Rembang. Terdiri dari Sedan, Pamotan, Sulang, Sale, Pancur, hingga Bulu di Rembang selatan. Daerah-daerah tersebut memang memiliki kerusakan jalan cukup parah. Sementara jatah perbaikan di bagian utara adalah di Sluke dan Sarang.

Saya sendiri kerap melintas di daerah Pamotan, Pancur, dan Sale. Rasanya memang sangat berbanding terbalik dibanding jalanan bagian utara.

Di Rembang utara saya bisa melaju mulus dengan kecepatan tinggi. Sementara saat masuk di daerah-daerah selatan, kondisinya langsung berubah drastis. Hanya umpatan-umpatan yang keluar saat motor saya bolak-balik terjeglong lubang-lubang besar.

Apalagi kalau hujan. Lubang-lubang tersebut tentu akan tertutup genangan air. Sehingga ketika tidak waspada, bisa-bisa jatuh karena jerjerembab di lubang menganga. Karena saya sendiri pernah mengalaminya, kira-kira pada awal 2021 lalu saat masih jadi wartawan di kota kecil itu.

Ilustrasi jalanan rusak berlubang di Rembang yang tergenang air. (Pixabay)

Beruntungnya saya hanya lecet kecil. Selebihnya ya tahan malu karena saya basah kuyup oleh air genangan air tempat saya jatuh. Sudah hampir tiga tahun, tapi kondisinya ternyata masih sama saja.

Dari laporan Suara Merdeka Muria itu pula, kabarnya Abdul Hafidz menargetkan perbaikan jalan di Rembang akan tuntas setidaknya 75 persen di tahun 2025 nanti. Semoga saja.

Kota bersejarah yang mangkrak dan menyedihkan

Kondisi jalan di Rembang yang rusak tentu tak hanya dikeluhkan oleh Siroj dan Widodo. Banyak orang Rembang, terutama anak-anak muda yang mengeluhkannya.

“Bupatinya sibuk selawatan bersama, nggak ngurus kotanya,” begitu ujar seorang pemuda umur 22-an saat kami nongkrong-nongkrong di angkringan Lapangan Kridanggo, Sluke, beberapa waktu lalu.

Mengingat, Abdul Hafidz yang berlatar belakang pesantren memang aktif dalam mengikuti agenda-agenda selawat bersama di Kota Dampo Awang tersebut.

“Nggak salah. Selawat itu bagus. Tapi sebagai bupati, selain mikir ukhrawi juga harus mikir kondisi rakyat, kondisi infrastruktur daerahnya ini gimana,” sambung pemuda yang enggan disebut namanya itu.

Sebab, kondisi jalan yang rusak membuat Rembang terkesan makin mangkrak. Sudahlah tertinggal (karena tak semodern daerah-daerah tetangga), eh mangkrak pula. Padahal Rembang terbilang sebagai daerah bersejarah.

Rembang sendiri menjadi bagian dari sejarah panjang Kerajaan Majapahit hingga Mataram Islam, seperti termuat dalam buku Lasem Kota Pusaka karya M. Akrom Unjiya.

Sebelum menjadi kabupaten sendiri, terlebih dulu Rembang menjadi bagian dari Kerajaan Lasem yang tercatat sebagai negara vassal Majapahit. Sebelum akhirnya kerajaan tersebut runtuh hingga berubah menjadi Kadipaten Lasem (berjaya 1469-1490). Dalam rentetan masa tersebut, Lasem juga menjadi salah satu pusat syiar Islam di Jawa (khususnya Pantura) karena Sunan Bonang menetap dan membangun pesantren di sana.

Lalu singkat cerita, di masa Mataram Islam dan masa pendudukan VOC, Rembang menjadi kabupaten sendiri yang lambat laun melunturkan kuasa Lasem yang sempat digdaya.

Sejarah kota kecil itu terus berlanjut dan tercatat sebagai bagian dari sejarah panjang kemerdekaan Indonesia. Yakni pasca RA. Kartini dipersunting dan diboyong oleh Bupati Rembang Adipati Djojo Adiningrat dari Jepara ke Rembang.

Di sana lah kemudian RA. Kartini menghabiskan sebagian besar masa hidupnya dengan memperjuangkan hak-hak wanita. RA. Kartini pun wafat di kota kecil itu dan disemayamkan di sana pula, persisnya di Kecamatan Bulu (berbatasan dengan Blora).

Pendek kata, sungguh sayang kalau kota yang bersejarah itu justru makin mangkrak gara-gara jalan rusak tak terurus.

Penulis: Muchamad Aly Reza
Editor: Hammam Izzuddin

BACA JUGA: Flyover Krian Sidoarjo Diromantisasi bak Venezia, Terasa Norak dan Malu-maluin tapi Sisi Lainnya bikin Prihatin

Ikuti berita dan artikel Mojok lainnya di Google News.

Exit mobile version