Rahasia Nenek Lebih Sayang Cucu ketimbang ke Anak Sendiri: Menebus Lubang Masa Lalu meski Lewat Uang Saku Rp10 Ribu

Rahasia di balik kasah sayang nenek ke cucu yang lebih besar dari anak sendiri MOJOK.CO

Ilustrasi - Rahasia di balik kasah sayang nenek ke cucu yang lebih besar dari anak sendiri. (Ega Fansuri/Mojok.co)

Semakin dewasa seseorang, semakin ia menyadari betapa tulus dan besar kasih sayang seorang nenek pada cucu-cucunya. Dulu mungkin risih ketika nenek terus-menerus menawarkan atau menyuruh makan. Mungkin juga berpikir bahwa uang pemberian nenek yang hanya sebesar Rp10 ribu untuk “membeli es” tak berguna sama sekali. Namun, ada lapis-lapis hal yang perlu dipahami dalam jagat batin seorang nenek.

Kecupan hangat menjelang pernikahan

Saya akan mulai dari cerita saya sendiri…

Pada Februari 2025 lalu saya menikahi perempuan asal Jombang, Jawa Timur (kini telah sah menjadi istri saya).

Sehari sebelum saya berangkat ke Jombang untuk akad, kala saya tengah tiduran di kamar, nenek tiba-tiba masuk dengan berlinang air mata.

Saya tentu kaget. Lalu mencoba menanyakan apa yang terjadi. Alih-alih menjawab, nenek justru menyerahkan sebuah amplop. “Tak sangoni mbok nggo tuku opo tah opo (Kukasih saku buat kamu beli apa atau apa),” tutur nenek dengan tersendat-sendat.

Mung iso menehi iki, Cung (Cuma bisa ngasih ini, Nak),” sambungnya.

Saya awalnya menolak. Tak sampai hati saja rasanya menerima uang dari nenek. Sementara saya dan istri memang berupaya membiayai pernikahan kami sendiri, tanpa banyak merepotkan orang lain.

Ternyata ibu melihat adegan itu. Dari luar kamar, ia memberi isyarat agar saya menerima saja. Baiklah, saya terima uang pemberian nenek itu (sebesar Rp1 juta) yang berujung kecupan hangat dari nenek di pipi kanan dan kiri saya.

Kumpulkan Rp1 juta berbulan-bulan demi cucu

Kata ibu, butuh waktu berbulan-bulan bagi nenek untuk mengumpulkan uang Rp1 juta tersebut. Mendengar itu, saya sebenarnya ingin langsung mengembalikan uang itu. Rasa-rasanya nenek lebih butuh.

“Terima saja. Buat melegakan hati mbahmu. Pahami lah kalau kasih sayang simbah ke cucu itu jauh lebih besar ketimbang ke anaknya sendiri sekarang,” tapi begitu tutur ibu.

Dalam jagat batin seorang nenek, kata ibu, cucu menjadi peluang terakhir bagi nenek untuk menebus sesuatu yang belum pernah bisa ia lakukan sebelumnya pada anak-anaknya sendiri ketika masih kecil.

Sehingga, dengan bisa memberi sesuatu pada cucu, seorang nenek atau simbah pada umumnya akan merasa lebih lega. Karena berhasil menutup lubang kekurangan di masa lalu.

Nenek ingin selalu hadir untuk cucu, meski lewat uang Rp10 ribu

Cerita lain dituturkan oleh Gandika (24), pemuda asal Rembang, Jawa Tengah. Mencari uang Rp10 ribu bagi Gandika kini mungkin cukup mudah. Sudah sejak lulus SMK ia bekerja sendiri. Merantau dari Semarang, Surabaya, hingga ke Jawa Barat.

Gandika mungkin sudah banyak berubah. Dari bocah ingusan ke laki-laki mandiri. Namun, ada satu kebiasaan nenek yang tak pernah berubah dalam memperlakukan Gandika: gemar memberi uang saku.

“Mbah, aku itu sudah kerja, jadi nggak usah dikasih uang saku. Begitu kataku kalau nenek mau ngasih uang tiap aku ke rumahnya,” ujar Gandika. Akan tetapi, neneknya selalu memaksa agar uang pemberian itu ia terima. Sekadar untuk beli es katanya.

Awalnya Gandika sinis belaka. Sebab, pikirnya, kalau mau kasih uang ya sekalian Rp100 ribu misalnya. Kalau segitu kan cukup untuk beli bensin atau bayar karcis bus. Sementara neneknya hanya memberi Rp10 ribu.

Sampai akhirnya, Gandika kena tegur oleh ibunya gara-gara Gandika menggerutu, “Kasih Rp10 ribu dapat apa? Mending nggak usah.”

“Kalau simbah punya lebih pasti dikasih lebih. Tapi itu bukti kalau simbah itu berusaha terus ada buat cucunya,” begitu kata ibu Gandika.

Terlebih, lanjut ibu Gandika, uang Rp10 ribu itu bisa jadi uang paling banyak yang nenek punya. Bisa jadi uang itu harusnya nenek pakai untuk membeli ikan atau sayur. Tapi ia relakan untuk membelikan es cucunya. Di titik itu, hati Gandika merasa terenyuh bukan main.

Menebus masa lalu

Gandika sebenarnya sudah amat sering mendengar cerita dari ibunya. Bahwa dulu, nenek Gandika (ibu dari ibu Gandika) tak pernah bisa memberi uang saku pada anak-anaknya. Persoalannya tentu karena kondisi ekonomi yang pas-pasan.

Sama seperti kesimpulan ibu saya, apa yang nenek Gandika lakukan saat ini adalah bagian dari menebus masa lalu.

“Karena dulu nenek nggak pernag bisa ngasih uang saku ke anak sendiri, kini kan agak terlambat kalau mau kasih saku ke ibu yang sudah berumah tangga. Akhirnya larinya ke cucu-cucunya,” ujar Gandika.

Rindu cerewetnya nenek yang nyuruh makan terus

Sementara Roval (16), juga pemuda asal Rembang, Jawa Tengah, pernah punya kebiasaan unik: Minta disuapi sang nenek tiap makan.

Sejak bapak dan ibunya berpisah, ibu Roval memutuskan pulang ke rumah ibunya (rumah nenek Roval). Nah, Roval kerap merasa risih dengan sikap sang nenek. Sebab, nyaris setiap saat neneknya menawari makan.

“Misalnya aku bilang “nanti”, beberapa jam kemudian pasti ditawari lagi. Waktu itu aku mikir, risih saja, aku udah gede, udah tahu kapan harus makan dan kapan nggak,” ujar remaja SMA itu.

Sampai akhirnya kesehatan sang nenek menurun. Dengan kondisi seperti itu pun, nenek Roval masih tetap sama: Tak bosan menawari makan.

“Dulu itu mbah nggak bisa kasih makan anak-anaknya seperti sekarang. Sekarang ada telur, ada tempe. Sayur ya macem-macem,” kata ibu Roval.

Lalu, dari sebuah konten di media sosial, Roval menyadari kalau kasih sayang nenek ke cucu itu tulus dan besar sekali. Jangan sampai ketulusan itu tak berbalas.

“Aku iseng suatu hari bercanda, mau makan asal disuapi. Eh beneran disuapi. Dan akhirnya sering disuapi. Setiap menyuapi itu, aku lihat mata nenek berbinar,” kata Roval.

Namun, cerewetnya nenek dan tangan keriput yang menyuapkan nasi itu sudah tidak ada lagi. Nenek Roval meninggal pada penghujung 2024 lalu. Kini Roval baru merasa kangennya.

Kasih sayang yang tak akan pernah pudar

Kasih sayang nenek yang tampak lebih besar ke cucu itu bukan berdasarkan asumsi subjektif belaka. Namun, sudah pernah diteliti misalnya dalam Proceedings of the Royal Society B.

Dari hasil penelitian berbasis neurologis tersebut, ditemukan fakta bahwa: Ketika nenek melihat foto cucu mereka, area otak yang terkait dengan empati emosional (merasakan apa yang dirasakan cucu) menjadi aktif.

Sebaliknya, ketika melihat foto anak kandung, area otak yang aktif adalah empati kognitif (mencoba memahami anak secara kognitif). Hal ini menunjukkan adanya respons neurologis yang berbeda dan lebih langsung secara emosional terhadap cucu.

Dari cerita-cerita faktual di atas, ada beberapa kesimpulan yang bisa diambil kenapa seorang nenek terasa memiliki kasih sayang lebih besar kepada cucu ketimbang anaknya sendiri, antara lain:

  1. Menambal kekurangan masa lalu kala membesarkan anak sendiri
  2. Menebus kekurangan diri sendiri yang belum optimal dalam memberi kehidupan layak dan penuh kasih sayang pada anak sendiri.
  3. Rindu sensasi kembali menjadi ibu. Misalnya dengan tidak canggung saat menyuapi makan pada cucu. Sesuatu yang kini sulit dilakukan jika diterapkan ke anak yang sudah dewasa.

Jagat batin yang seperti itu membuat seorang nenek akan berusaha betul memberikan yang terbaik bagi cucu-cucunya. Bahkan memberikan sesuatu paling berharga dan sebenarnya paling ia butuhkan. Sekali pun sesuatu yang paling berharga dan sangat ia butuhkan untuk hidupnya sendiri itu hanya selembar uang Rp10 ribu.

Penulis: Muchamad Aly Reza
Editor: Ahmad Effendi

BACA JUGA: Sibuk Kejar Karier sampai Lupa Rumah dan Skip Nikah demi Ortu, Belum Sukses dan Hidup Mapan Ortu Keburu Meninggal atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan

 

 

 

 

Exit mobile version