Bagi banyak orang, promo ojol bukan sekadar tempelan banner di aplikasi. Ia adalah penolong. Potongan harga ini sangat membantu kelangsungan konsumen dan driver ojol.
***
Bagi Sasa (19), mahasiswi rantau asal Lampung yang kini kuliah di Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), ojol bukan sekadar transportasi. Ia adalah “teman yang akrab”. Ia sampai menyebut, barangkali dirinya lebih sering ketemu driver ojol ketimbang tetangga satu kosnya.
Padahal, pertemuannya dengan ojol itu baru setahun ke belakang. Mengingat desa asalnya itu amat pelosok, layanan ojek online belum sampai di sana. Adanya di pusat kota saja.
Awal mula dia mengenal ojol pun gara-gara pengalaman buruk kena omelan Pemandu Kedisiplinan PKKMB UNY. Gara-garanya ia datang terlambat 5 menit sampai di kampus.
“Kosku di dekat GOR Klebengan, Mas. Kira 1,5 kilometer dari kampus. Dulu niatnya masih bisalah jalan kaki, lewat perkampungan kan dekat. Tapi karena PKKMB itu nuntut datang jam 5.30, aku telat sampai kampus,” ujarnya berkisah pada Mojok, Minggu (29/6/2025).
Gara-gara kejadian itu, ia pun trauma. Alhasil, sebagai mahasiswa yang tak membawa motor sendiri di perantauan, ia pun memanfaatkan ojol agar tak terlambat lagi sampai di kampus.
Makin diandalkan karena promo ojol melimpah
PKKMB selesai, Sasa merasa kalau dirinya bisa kembali ke niat awalnya jalan kaki ke kampus. Toh, jadwal kuliahnya tak sepagi saat PKKMB.
Ia juga berpikir, kalau sehari-hari harus mengandalkan ojol, uang sakunya bisa tekor. Apalagi ia cuma dijatah uang saku Rp500 ribu per minggu oleh orang tuanya.
“Biar sehat dan hemat, Mas. Dulu mikirnya gitu,” ungkapnya.
Namun, masalah baru muncul. Jarak 1,5 kilomter dari kos ke kampus, ternyata tak sedekat yang ia bayangkan. Apalagi, ketika pukul 7 pagi matahari Jogja panasnya sudah menyengat.
Walhasil, ketika sampai kampus ia sudah gobyos, keringat mengalir di sekujur badannya. Itu tak cuma membuatnya tak nyaman, tapi juga mengganggu fokus belajarnya.
Ia pun akhirnya coba-coba lagi pakai ojol. Sesekali tidak apa-apalah, pikirnya. Tapi lama-lama ketika ia hitung, biayanya tak semahal dugaannya.
“Tarif normalnya itu 9 ribu. Kadang kalau pakai promo ojol atau koin, bisa 7 ribu atau 8 ribu aja, Mas. Sehari nggak sampai lah 20 ribu buat pulang pergi,” ujarnya.
Ketika ia tanya teman-temannya yang laju, biasanya uang bensin mereka Rp25 ribu sehari. Dengan demikian, ia merasa kalau biaya harian buat ojol yang ia keluarkan masih worth it.
“Apalagi diskon-diskon juga sering pakai, jadinya makin murah, Mas.”
Motor sudah panas sejak azan Subuh selesai berkumandang
Sementara Sasa menikmati kemudahan dan kehematan diskon ojol, di sudut kota yang sama, Budi (32), seorang lelaki asli Sleman. Ia adalah seorang driver ojol yang sudah lima tahun mengaspal di jalanan Jogja.
Setiap harinya, Mas Budi memulai perburuannya sejak pagi-pagi buta. Setelah menunaikan salat Subuh, motornya sudah panas, jaket hijau sudah terpakai, tanda dirinya siap menjemput rezeki.
“Pagi-pagi gini biasanya ngejar penumpang yang mau ke stasiun atau yang mau kuliah pagi ke UGM sama UNY, Mas,” cerita Budi, yang Mojok temui di Indomaret Point Colombo, dekat UNY, Minggu (29/6/2025) pagi.
Bagi Budi, orderan pagi adalah modal utama untuk mengejar target harian. Kata dia, “mengamankan pundi-pundi rupiah sebelum jalanan makin padat dan persaingan ketat.”
“Makin siang itu biasanya makin susah dapat orderan, Mas, soalnya banyak yang udah on. Kalau pagi begini, jam-jam saya gacor,” imbuhnya.
Tak masalah ada potongan gara-gara promo ojol, asal orderan gacor
Budi menjelaskan, dari setiap orderan diselesaikan, penyedia layanan ojol mengambil 20 persen sebagai komisi. Misalnya, jika tarif perjalanan Rp10 ribu (jarak dekat), ia hanya menerima Rp8 ribu.
Dalam sehari, Budi biasanya menyelesaikan 15 hingga 25 orderan. Sepuluh di antarnya biasanya sudah kepegang saat jam baru menunjukkan pukul 9 pagi. Dengan, penghasilan kotornya bisa mencapai Rp200.000 hingga Rp250.000 per hari. Setelah dipotong uang bensin, makan, dan komisi, uang bersih yang didapatnya rata-rata Rp100 ribu sehari.
“Jujur aja, Mas, awalnya ya berat. Angka 20 persen itu kayak sayang aja kalau dipotong ke rezeki kita,” ujarnya.
Kendati demikian, Budi mengaku mulai berpikir kreatif. Gara-gara potongan 20 persen itu, ia merasa mulai hafal dengan “algoritma” orderan yang masuk. Ia pun bisa “menyusun strategi” bagaimana dirinya bisa mengambil keuntungan dari komisi 20 persen yang dibebankan padanya.
“Karena potongan 20 persen, makanya lebih enak saya ambil trek dekat aja, Mas. Under 2 kilometer karena hemat juga di bensin. Memang nggak seberapa dapatnya. Tapi bisa sering dapat, dan kalau dihitung sama potongan, kerasa lebih ringan,” ujarnya.
“Saya ngerasa algoritma orderan saya dapatnya trek dekat terus, makanya milih ngebid (mangkal) di sekitaran kampus.
Kalau mau jujur, Budi mengaku menjadi driver ojol memang tak seenak dulu. Sebab, kini persaingan makin ketat. Namun, kata Budi, bedanya dulu sebelum ada promo segencar sekarang, kadang menunggu orderan bisa sangat lama.
Kini, begitu ada banyak promo ojol, orderannya mengalir terus. Sehingga, kata dia, walaupun dipotong tapi uang itu balik lagi dalam bentuk orderan yang stabil setiap hari.
“Alhamdulillah, gacor terus, Mas.”
Pernah ditolong asuransi saat musibah menghampiri
Budi sempat terdiam, pandangannya beralih ke pergelangan tangan kirinya.
“Ada satu kejadian yang bikin saya merasa ditolong juga, Mas,” katanya, suaranya sedikit pelan. “Beberapa bulan lalu, pas lagi nganter penumpang malam-malam, saya kena senggol mobil dari samping. Enggak parah sih, cuma motor penyok sedikit dan tangan saya keseleo,” imbuhnya, menjelaskan.
Untungnya, saat itu Budi langsung lapor ke customer service ojol. Ia bermaksud mengklaim asuransi kecelakaan yang memang menjadi tanggung jawab aplikator.
“Alhamdulillah biaya pengobatan tangan sama perbaikan motor di-cover semua,” jelasnya.
Kemudahan yang dialami Sasa dan berkah yang didapat Budi, sebenarnya berakar dari hal yang sama. Keduanya merupakan hasil dari komisi 20 persen yang diambil penyedia layanan ojol.
Dalam keterangan resminya kepada Mojok, pihak Gojek menyebut bahwa potongan komisi 20 persen tidak semata-mata menjadi keuntungan perusahaan. Sebagian besar dari potongan tersebut diputar kembali ke dalam ekosistem ojol.
Misalnya, dalam kasus Sasa dan Budi, komisi 20 persen digunakan untuk membiayai operasional, termasuk memberikan diskon bagi penumpang dan penyediaan asuransi bagi driver.
Hal ini sebagaimana pernah disampaikan Chief of Public Policy and Government Relations GoTo, Ade Mulya. Ia menyatakan, dana dari komisi 20 persen dialokasikan untuk berbagai inisiatif penting guna menjaga keberlangsungan order dan peluang pendapatan mitra driver.
Termasuk di dalamnya adalah promosi dan diskon pelanggan, insentif tambahan bagi mitra, perlindungan asuransi perjalanan, serta biaya operasional lainnya. ***
Penulis: Ahmad Effendi
Editor: Muchamad Aly Reza
BACA JUGA: Melihat Ulang Komisi 20 Persen Ojol: Untuk Siapa dan Untuk Apa? atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan.
