Pengalaman Sial “Backpacker” ke Papandayan, Belum Sampai Gunung Sudah Diusir Pengurus Masjid karena Dikira Gelandangan

Backpacker asal Jogja diusir dari masjid sebelum naik Gunung Papandayan, Garut. MOJOK.CO

Diusir dari masjid karena rebahan. (Ega Fansuri/Mojok.co)

Perjalanan Asyafa (24) backpacker-an dari Jogja ke Gunung Papandayan, Garut terasa menyebalkan, karena dikira gelandangan saat hendak istirahat di masjid raya. Ia diusir dari serambi dan disuruh tidur di depan gerbang.

***

Sejujurnya, Asyafa hanyalah pendaki amatir tapi dia lebih suka mendaki gunung sendirian. Alasannya sederhana, tak ada orang yang bisa dia ajak mendaki. Seringnya penolakan membuat Asyafa menyerah. Mau ikut ya ayo, kalau tidak ya ia bakal berangkat sendiri.

Selain itu, Asyafa mengaku akhir-akhir ini susah mencari teman yang klik buat mendaki gunung, mulai daru pace, jadwal pendakian, manajemen waktu, hingga style travelling. Sebelumnya, dia pernah mendapat teman mendaki yang ujung-ujungnya lost contact karena nggak cocok. 

Oleh karena itu, Asyafa lebih suka mendaki sendiri meski belum punya banyak pengalaman. Mumpung saat ini pekerjaannya bisa digarap di mana saja, Asyafa menyempatkan waktu untuk mendaki sendirian ke Gunung Papandayan, Kabupaten Garut, Jawa Barat.

Petualangan dari Jogja ke Papandayan

Kamis (6/11/2025) malam, Asyafa berangkat dari Jogja ke Bandung menggunakan kereta api dan baru tiba Jumat (7/11/2025) pagi. Di Bandung, ia masih bisa menginap di stasiun dan bekerja di kafe, sampai akhirnya berangkat ke Garut menggunakan kereta api lokal.

Asyafa pun baru tiba di Garut pada Sabtu (8/11/2025) siang. Ia memutuskan melanjutkan pekerjaannya di kafe hingga malam, sembari menunggu jadwal keberangkatan mendaki di esok harinya saat subuh.

Namun, kafe yang ia singgahi tidak buka 24 jam sehingga ia harus mencari tempat lain untuk istirahat. Awalnya, ia ingin tidur di stasiun seperti yang dia lakukan saat perjalanan dari Jogja ke Bandung. Tidak tahunya, stasiun di Garut tidak buka selama 24 jam, seperti stasiun yang ada di Bandung.

“Karena stasiun lokal, jadi bagian dalamnya sudah ditutup. Belum lagi kondisi baterai hp-ku tinggal 30 persen,” ucap Asyafa kepada Mojok, Sabtu (15/11/2025).

Sebetulnya, Asyafa ingin mencari kafe lagi yang buka selama 24 jam di sekitar stasiun, tapi karena siang-sorenya dia sudah WFA di kafe, Asyafa tak mau tekor dan memilih berhemat. Toh, dia sudah punya bakal nasi bungkus untuk makan. Akhirnya, tempat satu-satunya yang ia rujuk adalah masjid raya.

“Berdasarkan informasi di Google Maps, masjid raya yang aku datangi buka 24 jam. Ternyata waktu aku ke sana, yang buka cuman bagian serambinya. Bagian dalamnya sudah dikunci. Untung masih bisa ke toilet jadi aku masih merasa aman aja untuk numpang,” tutur Asyafa.

Diusir dari serambi masjid saat mengisi daya HP

Setelah ke toilet, Asyafa kembali lagi ke serambi untuk mengisi daya hp-nya. Beberapa menit kemudian, seorang pengurus masjid menyapa Asyafa dan bertanya.

“Mungkin dia melihat aku sendirian dan posisinya belum tidur, aku duduk mengisi daya HP-ku. Terus dia tanya, ‘mau kemana, Neng?’” tutur Asyafa.

“Mau ke Papandayan, Pak,” jawab Asyafa singkat.

Bapak itu pun memberitahu Asyafa agar lapor dulu ke satpam. Ia pun diminta pergi ke pos satpam untuk membuat laporan. Sebelum berangkat, pengurus masjid mengingatkan agar Asyafa membawa barang bawaannya agar tidak hilang. 

Ia pun manut-manut saja. Tak punya pikiran negatif sedikit pun. Eh, bukannya dibawa ke pos satpam, Asyafa justru digiring ke luar dan diarahkan ke depan gerbang. Ia disuruh istirahat di tempat bekas pedagang kaki lima lesehan yang biasa berjualan di sana.

“Terus dia bilang, ‘di sini aja tidurnya’,” kata Asyafa.

Asyafa pun kaget mendengar perintah itu. Saking kagetnya, ia perlu beberapa waktu untuk memproses pikirannya. Ia merasa seperti gelandangan yang baru diusir oleh pengurus masjid.

“Di situ juga nggak ada siapa-siapa kecuali bapak tadi. Akhirnya, aku menuruti perintahnya dan tidur di sana. Ternyata, di balik bekas kursi lesehan tadi aku juga melihat dua orang cowok yang juga tidur di sana,” kata Asyafa.

Tanpa banyak kata, Asyafa pun tidur saja di lesehan seperti dua orang pemuda tadi. Ia sudah tak punya tenaga untuk mendebat atau khawatir jika barang-barangnya hilang, meski perasaannya sendiri masih campur aduk.

“Aku nggak mendebat apa-apa karena sadar diri numpang di sana. Akhirnya aku tidur sebentar sampai subuh, terus setelah subuh aku langsung berangkat ke Gunung Papandayan. Untungnya saat hiking aman-aman aja, malah seru dapat kenalan baru,” kata dia.

Masjid sebagai tempat bernaung pada musafir

Insiden orang diusir di masjid memang sering terjadi bahkan sempat viral di media sosial. Salah satunya video yang menunjukkan seorang perempuan ngomel-ngomel ke pengurus Masjid Jogokariyan, Jogja karena merasa diusir saat menumpang istirahat pada Minggu (2/11/2025).

Padahal, Masjid Jogokariyan sebetulnya dikenal sebagai masjid ramah musafir dan cukup lapor ke satpam untuk diarahkan ke tempat yang disediakan, sehingga tidak mengganggu orang yang sedang beribadah.

Sebab sejatinya, masjid tidak hanya hanya untuk melaksanakan ibadah salat tapi juga aktivitas lain. Melansir dari alif.id, masjid adalah pusat aktivitas manusia. Berdasarkan sejarahnya, masjid punya banyak fungsi, yakni:

  1. Balai pengobatan tentara muslim saat Sa’ad bin Mu’adz terluka ketika Perang Khandaq.
  2. Tempat menerima tamu saat utusan kaum Tsafiq datang kepada Nabi Muhammad.
  3. Tempat menahan tawanan perang saat Bani Hanifah diikat di salah satu tiang masjid sebelum perkaranya diputuskan.
  4. Tempat menyelesaikan perselisihan di antara para sahabat.
  5. Masjid sebagai baitul mal atau mengumpulkan zakat, infaq, dan shadaqah.
  6. Tempat bernaungnya orang asing, musafir, dan tunawisma.
  7. Tempat berdiskusi dan menuntut ilmu.

Penulis: Aisyah Amira Wakang

Editor: Muchamad Aly Reza

BACA JUGA: Rebahan di Karpet Masjid: Sepele tapi Beri Kedamaian Batin dari Dunia yang Penuh Standar, Tuntutan, dan Mengasingkan atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan

Exit mobile version