Pada medio 2010-an, di tengah terbatasnya akses informasi, One Stop Football jadi oase bagi para penggila sepak bola. Acara bola di TV ini adalah ladang informasi dan sumber pengetahuan yang bikin penonton nyesek jika terlewat satu episode saja.
***
Kalau mundur 10 atau 15 tahun ke belakang, jangan mengira akses informasi mengenai sepak bola bisa semudah sekarang. Instagram, barangkali belum dikenal luas. Tiktok apalagi, muncul saja belum. Sementara Youtube, yang hari ini melahirkan banyak pandit bola online, belum begitu banyak diakses.
Jangankan menyaksikan analisis atau debat antarpengamat, buat nonton highlight pertandingan semalam saja susahnya minta ampun. Oleh karena itu, acara TV yang menayangkan cuplikan, ulasan, maupun cerita dari dunia sepak bola, seperti menjadi oase.
Misalnya, Kabar Arena di TVOne, Lensa Olahraga di ANTV, serta Trans 7 punya triumvirat andalan pecinta bola: Sport 7, Galeri Sepak bola Indonesia, dan tentunya One Stop Football.
Sialnya, saya hidup di generasi itu. Tiap Minggu siang, setelah waktu Dzuhur, saya sudah harus duduk anteng di depan TV. Pukul 13.00 WIB, Galeri Sepak Bola Indonesia mengudara. Setengah jam setelahnya, acara yang ditunggu-tunggu tayang: One Stop Football.
Jangan tanya mengapa generasi kami amat menanti acara ini. Sebab, jika terlewat satu episode saja, saya bakal ketinggalan informasi sepak bola sepekan ke belakang.
Acara TV yang mengenalkan pada magisnya Messi dan cantiknya Tiki-Taka
Bagi Yulida (30), One Stop Football bukan sekadar tontotan. Ia juga lebih dari sekadar acara TV yang menyemarakan akhir pekan.
Bagi generasi milenial yang sumber hiburannya didominasi oleh TV, One Stop Football adalah gerbang yang membawanya mencintai sepak bola.
“Aku dulu fans MU,” kata ayah satu anak ini saat Mojok hubungi Selasa (7/1/2025) malam.
“Tapi gara-gara nonton cuplikan pertandingan Barcelona di One Stop Football aku jadi muntir. Di sana juga ditayangin latarbelakang permainan indah Tiki-Taka mereka, ada Messi dan Pep. Sejak saat itu aku suka Barca, sampai sekarang,” imbuh.
Sebelum menjadi decul–kata ganti “olok-olok” buat fans Barca hari ini–Yulida tak terlalu suka bola. Nonton pertandingan amat jarang. Bahkan, deklarasi sebagai fans MU pun dia lakukan cuma karena saat itu Setan Merah lagi jago-jagonya. Jadi, ketika di tongkrongan, setidaknya dia aman dari bullyan kawan-kawannya.
Tapi gara-gara ada ulasan Barcelona di One Stop Football, dia makin yakin kalau ada tim lebih jago ketimbang MU. Apalagi, yang dia ingat waktu itu, acara TV Trans 7 itu juga menyajikan sisi lain Messi. Bagaimana masa kecilnya, diagnosis kesehatan yang bikin El Pulga nggak bisa tinggi, sampai akhirnya meraih gelar UCL bersama Barcelona pada 2011 (2009 juga juara UCL, tapi Yulida masih fans MU).
“Kalau di siang hari itu aku nggak nyaksiin One Stop Football, mungkin aku sekarang struck nggak ngikutin bola. Atau malah menjadi pesakitan karena masih fans MU. Hahaha,” guranya.
Host-nya nyetel, lagu-lagunya memorable
Selain soal informasi yang disajikan, ada sisi lain yang bikin One Stop Football begitu diingat. Ya, karena pembawa acara dan lagu-lagu pengisi (backsound) yang amat memorable.
Hal ini, salah satunya, diakui oleh Agus (29). Dia merupakan fans AC Milan yang masa mudanya ditemani oleh acara Trans 7 tersebut.
“Dulu di Indosiar ada yang namanya Highlight Serie A. Kurang lebih sama kayak One Stop Football, ada cuplikan, ulasan, malah ada juga peringkat gol terbaik selama semusim. Namanya top goal Serie A,” kata Agus, bercerita kepada Mojok.
“Tapi kayaknya 2010 itu acara udah bungkus. Nggak tayang lagi. Makanya fans Milan kayak saya beralih ke One Stop Football.”
Bagi Agus, ada yang membedakan One Stop Football dengan acara serupa di channel TV lain. Bahkan, kalau mau dibilang, bikin acara ini terlihat lebih menarik.
Pertama adalah host-nya. One Stop Football sendiri identik dengan beberapa host perempuan. Yang paling melekat adalah Terry Putri dan Deasy Noviyanti.
“Bukan bermaksud gimana-gimana. Tapi takjub aja ya lihat perempuan luwes banget ngomongin bola. Artinya secara nggak langsung, itu nunjukin kalau bola emang buat semua kalangan,” jelasnya.
Sementara yang kedua adalah karena lagu-lagunya. Bagi Agus, tak dimungkiri kalau backsound dalam One Stop Football amat memorable. Tiap segmen punya lagu khusus.
Misalya, “Viva La Vida” Coldplay atau “Everybody’s Changing” Keane saat ngomongin story pemain. “Two Princes” dari Spin Doctor saat masuk segmen News Flash, dan “Gym Class Heroes” saat highlight pertandingan.
“Jujur aja, saking memorable-nya, kalau sekarang dengar lagu ‘Two Princes’ ingatnya berita bursa Transfer di One Stop Football. Hahaha.”
Ketinggalan One Stop Football satu episode saja bikin nangis
Bagi generasi seperti Agus, informasi seputar sepak bola sangat mahal. Makanya, kehadiran One Stop Football sangat dinanti karena menyajikan konten bola dalam bentuk video secara gratis. Bahkan, untuk masa itu, kemasan One Stop Football bisa dibilang melampaui zamannya.
Beda dengan sekarang. Dulu, tak banyak acara TV mampu menyajikan informasi seputar sepak bola dengan amat komprehensif melalui video yang menarik. One Stop Football berhasil melakukannya.
Makanya, tak heran kalau pada 2012 lalu mereka meraih penghargaan di Panasonic Gobel Awards untuk kategori Jurnal Berita Olahraga.
Saking tak mau melewatkannya, Agus sendiri mengaku pernah menangis gara-gara ketinggalan satu episode One Stop Football. Dia bercerita, saat itu Milan sedang perburuan gelar juara Serie 2011/2012 dengan Juventus.
Tim jagoannya itu sedang gacor-gacornya. Zlatan Ibrahimovic, sang striker, masih bertengger di jajaran atas top skor. Pemain antah-berantah seperti Antonio Nocerino, nggak tahu kenapa juga lagi rajin nyekor.
“Siangnya, aku niatin buat lihat highlight sama ulasannya karena malam harinya aku kelewatan nonton dan sama sekali belum tahu hasilnya. Tapi siangnya aku nggak nonton karena mati lampu,” jelasnya, nyesek.
“Belakangan aku dikasih tahu temen kalau Milan gagal menang gara-gara gol Sulley Muntari dianulir. Padahal udah masuk. Akhirnya tiga penyesalan: nggak nonton One Stop Football, Milan gagal menang, dan gol hantu yang aku nggak tahu itu tayangannya seperti apa. Nangis kejer rasanya.”
Gen Z tak tahu One Stop Football
Kini, One Stop Football tinggal nama. Seiring dengan makin banyaknya konten serupa Youtube, membuat acara ini tak laku lagi.
Memang mereka mempunya akun resmi Instagram dan Youtube. Namun, isi kontennya tak sama lagi. Tak seperti One Stop Football yang saya kenal dulu.
Saya juga bertanya kepada beberapa Gen Z. Apakah mereka tahu tentang acara bola legend itu? Hampir ke semuanya menjawab “tidak”. Mereka lebih familiar dengan konten JustTalk atau Geromball. Namun, bagi saya, Yulida, Agus, atau milenial lain, One Stop Football tetap di hati.
Penulis: Ahmad Effendi
Editor: Muchamad Aly Reza
BACA JUGA: Menyaksikan Kegilaan Cinta Sejati di Kota Napoli: Antara Copet, Kota Bau Pesing, Sepak Bola, dan Maradona atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan