Ekonomi Masyarakat Belum Pulih Sejak Pandemi Covid, Kini Makin Menderita karena PHK di “Negeri Konoha”

nelangsa korban PHK Michelin dan Blibli. MOJOK.CO

ilustrisi - nelangsa korban PHK di Indonesia. (Ega Fansuri/Mojok.co)

Fenomena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) menerpa Indonesia beberapa tahun terakhir, yakni sejak pandemi Covid tahun 2020 hingga 2025. Teranyar, badai PHK membayangi ratusan pekerja pabrik ban Michelin dan Blibli di Indonesia. Mengapa kejadian buruk itu terus terjadi?

***

Manajemen pabrik ban Michelin di Indonesia menjelaskan pihaknya sedang menyesuaikan kapasitas produksi dan tenaga kerja agar tujuan strategis perusahaan tercapai. Oleh karenanya, perusahaan asal Perancis yang beroperasi di Cikarang itu berencana melakukan PHK kepada 280 pekerjanya.

Sontak, ribuan buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) menggelar aksi di pabrik ban Michelin milik PT Mulitistrada pada Senin (3/11/2025). Mereka menolak rencana PHK massal yang dinilai sepihak oleh manajemen perusahaan.

Ketua Asosiasi Serikat pekerja Seluruh Indonesia (ASPIRASI) Mirah Sumirat menyatakan aksi massa tersebut wajar terjadi sebagai bentuk protes pekerja. Tentu, kata Mirah, mereka gelisah atas ancaman hilangnya mata pencaharian di tengah kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih.

Mirah menegaskan PHK seharusnya menjadi langkah terakhir perusahaan dengan mengedepankan tanggung jawab sosial dan modal, bukan keputusan sepihak yang diambil tanpa dialog sosial yang terbuka dan adil. Begitu pula yang harus diterapkan oleh perusahaan mulitinasional seperti Michelin.

“Pekerja bukan sekadar angka dalam laporan efisiensi, tetapi manusia yang telah memberi kontribusi nyata terhadap keberhasilan perusahaan,” tegas Mirah Sumirat dalam keterangan tertulis, Selasa (4/11/2025).

PHK massal terus terjadi

Atas kejadian itu, Mirah mendesak Kementerian Ketenagakerjaan untuk segera memfasilitasi perundingan tiga pihak, yakni antara manajemen Michelin, serikat pekerja, dan pemerintah. Dengan begitu, solusi yang diambil dapat konstruktif serta sesuai dengan regulasi ketenagakerjaan.

Mirah juga menekankan bahwa korporasi global seperti Michelin perlu menghormati prinsip keberlanjutan tenaga kerja nasional. Ia berharap perjuangan pekerja Michelin dalam menuntut haknya dapat dilakukan secara konstitusional sehingga mendorong terciptanya solusi yang berkeadilan bagi semua pihak. 

Menjelang akhir 2025, badai PHK di Indonesia terus terjadi. Selain produsen ban seperti Michelin, PHK juga menghantam pekerja Blibli. Blibli, platform e-commerce di bawah naungan PT Global Digital Niaga Tbk tersebut telah memberhentikan 270 karyawannya pada Oktober 2025.

“Perseroan perlu untuk melakukan penyesuaian organisasi untuk memastikan Perseroan dapat bergerak lebih efektif dan efisien dengan tujuan untuk membuka peluang pertumbuhan yang berkelanjutan serta menciptakan nilai jangka panjang bagi Perseroan dan para pemegang saham,” tulis manajemen Blibli dalam keterbukaan informasi BEI, dikutip Rabu (5/11/2025).

Ekonomi masyarakat masih belum pulih

Pakar ketenagakerjaan dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Tadjuddin Noer Effendi menjelaskan PHK tengah menjadi masalah serius sejak pandemi Covid. Di masa itu daya beli masyarakat menurun, terutama di kalangan kelas menengah ke bawah.

Ketika permintaan pasar menurun, pabrik-pabrik besar maupun UMKM pun ikut rugi hingga merembet ke fenomena PHK massal, dan terus terjadi sampai 2025. Laporan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mencatat sebanyak 40.683 telah di-PHK hingga Mei 2025. 

Tadjudin menilai fenomena itu menandakan bahwa kondisi ekonomi masyarakat ternyata belum pulih sejak pandemi Covid. Banyak pekerja korban PHK beralih ke sektor informal seperti berdagang atau menjual makanan untuk memenuhi kebutuhan hidup dalam jangka waktu pendek.

“Tanpa intervensi pemerintah, angka pengangguran bisa meningkat di masa mendatang,” ujarnya melansir dari laman resmi UGM dikutip Rabu (5/11/2025).

Pemerintah belum serius tangani gelombang PHK

Seolah jauh dari prediksi Tadjuddin, pemerintah justru mengumumkan tren kinerja ekonomi positif Indonesia pada 2025. Tandanya bisa dilihat dari pertumbuhan 5,04 persen pada triwulan III 2025 year on year (yoy).

Tadjuddin tak menampik data tersebut, tapi ia menilai upaya pemerintah dalam menghadapi krisis PHK masih kurang memadai dan tidak konsisten. Ia menyebutkan bahwa pemerintah masih lambat dalam merespons gelombang PHK.

Dengan kondisi ini, muncul ketidakpastian dan kecemasan bahwa jika tidak ditangani dengan cepat, pengangguran, kemiskinan, dan bahkan kriminalitas dapat meningkat. 

“Meskipun ada pernyataan dari wakil menteri bahwa akan ada upaya untuk mencegah PHK, kenyataannya justru banyak pekerja yang sudah di-PHK tanpa tindakan nyata dari pemerintah,” kritiknya.

Jika pemerintah tidak segera memberikan bantuan sosial, kata Tadjuddin, kesejahteraan para pekerja yang terdampak PHK akan menurun drastis. Bantuan sosial ini bisa berupa program jaminan kehilangan pekerjaan, jaminan hari tua, serta bantuan sosial perlu segera direalisasikan untuk mencegah kemerosotan kesejahteraan.

“Pemerintah harus menciptakan peluang kerja dengan melakukan investasi besar-besaran di sektor padat karya, seperti industri tekstil dan garmen. Dengan begitu, akan ada lebih banyak lapangan pekerjaan yang tersedia,” ujarnya.

Lebih dari itu, Ketua ASPIRASI, Mirah berujar Indonesia bukan sekadar lokasi produksi, tetapi rumah bagi jutaan pekerja yang menjadi bagian penting dalam rantai pasok dunia. Menjaga keberlangsungan dan kesejahteraan pekerja, kata dia, artinya turut menjaga stabilitas ekonomi.

“Jangan biarkan keputusan korporasi global merusak tatanan sosial yang telah dibangun oleh para pekerja, sebab di balik setiap seragam kerja, ada keluarga yang menanti dengan harapan,” kata dia.

“Jangan biarkan harapan itu padam karena keputusan sepihak. Mari kita berdiri bersama, memastikan keadilan dan kemanusiaan tetap menjadi fondasi dalam dunia kerja,” lanjutnya.

Penulis: Aisyah Amira Wakang

Editor: Muchamad Aly Reza

BACA JUGA: Pahit Pekerja di Avo Jogja: Setelah 4 Tahun Kerja Tiba-tiba Di-PHK Tanpa Penjelasan, Malah Diperlakukan seperti Kriminal atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan

Exit mobile version