Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Liputan Ragam

Hanya Ada 3 Momen ketika Surabaya Bisa Dinikmati karena Terasa Tenang setelah Hari-hari Penuh Kesumpekan

Muchamad Aly Reza oleh Muchamad Aly Reza
2 April 2025
A A
Momen saat Surabaya bisa dinikmati MOJOK.CO

Ilustrasi - Momen saat Surabaya bisa dinikmati. (Ega Fansuri/Mojok.co)

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

Sejak masa kanak-kanak, Dipta (27) sudah mendapati Surabaya yang padat, disesaki para perantau dari berbagai daerah. Sebagai warga asli yang hingga kini nyaris tidak pernah meninggalkan Kota Pahlawan—untuk merantau—, kota tersebut bahkan terasa makin sumpek.

Menilik sejarahnya, secara ringkas, Surabaya sudah menjadi hiruk-pikuk peradaban sejak masa eksisnya Kerajaan Majapahit. Kala itu menjadi salah satu pelabuhan tersibuk di pesisir utara Jawa: selain menjadi pintu masuk menuju pusat Ibu Kota Majapahit di Trowulan, juga menjadi jalur perdagangan.

Di era Hindia Belanda, Surabaya masih menjadi titik sibuk sebagai pusat perdagangan. Hingga akhirnya ditetapkan sebagai Ibu Kota Provinsi Jawa Timur per 1926.

Hiruk pikuk tanpa henti Surabaya

Seiring waktu, Kota Pahlawan tumbuh menjadi kota industri. Sejak saat itu, kota ini menjadi magnet yang menarik orang-orang desa (luar daerah) untuk mengundi nasib di sana.

Lebih-lebih, kemudian banyak kampus—baik negeri maupun swasta—berdiri di sana. Ibu Kota Provinsi Jawa Timur itu pun juga menjadi jujukan anak-anak muda daerah untuk mengejar gelar sarjana—maupun yang lebih tinggi dari itu.

Memang sulit mencari data jumlah persis para perantau yang memadati Surabaya. Akan tetapi, bagi orang yang sehari-hari menghabiskan waktu di sana seperti Dipta, akan terasa kalau di dalam kota tersebut berjejal begitu banyak manusia.

Banyak kawasan padat penduduk yang berumah sekaligus bergang sempit. Jalanan luas yang penuh sesak di jam-jam berangkat dan pulang kerja. Juga hiruk-pikuk manusia yang seperti tanpa henti.

Maka, bagi Dipta, sulit sekali rasanya menemukan ketenangan. Apalagi hidup melambat sebagaimana yang didambakan banyak orang.

“Ada tiga momen yang subjektifku membuat Surabaya begitu enak dinikmati,” ungkapnya, Selasa (1/4/2025).

Momen 1: ketika para perantau pulang ke kampung halaman

Persis di hari H lebaran, Dipta memacu motornya menuju jalanan yang di hari-hari biasa jadi pusat keramaian manusia dan lalu-lalang kendaraan: Jalan Ahmad Yani (Wonokromo), Jalan Basuki Rahmat, kawasan Balai Pemuda-Balai Kota, hingga Tugu Pahlawan. Semuanya lengang.

“Itu terjadi di setiap lebaran. Karena para perantau pada mudik. Dari situ kelihatan, ternyata sebenarnya warga asli Surabaya itu nggak sepadat itu,” ungkap Dipta.

“Surabaya memang masih panas. Tapi paling tidak ada semilir angin yang bisa dirasakan kulit. Kalau hari-hari biasa kan kulit panas sekali karena selain kena matahari juga kena udara bercampur asap kendaraan,” sambungnya.

 

Lihat postingan ini di Instagram

 

Iklan

Sebuah kiriman dibagikan oleh SURABAYA VIEW (@surabayaview.id)

Tidak hanya di momen lebaran, setiap masa libur panjang, Surabaya seperti sedang tidur. Senyap. Hanya ada satu-dua kendaraan yang tampak melintasi jalanan.

Kalau sudah begitu, jika tidak sedang liburan ke daerah lain, Dipta akan menikmati momen “tidurnya” Surabaya itu dengan motoran keliling kota. Sesekali juga mengayuh sepeda.

Momen seperti itu, baginya, terlalu sayang dilewatkan. Ketika tidak ada deru kendaraan, teriakan orang-orang di jalan, dan klakson yang bersahut-sahutan.

Momen 2: tebebuya bermekaran

Dalam rentang April-Mei, adalah musim ketika bunga-bunga tabebuya bermekaran di Surabaya. Ada banyak pohon tebebuya yang tersebar di jalan-jalan protokol.

Pada dasarnya, mekarnya tabebuya tidak berperan signifikan dalam mengurai keseumpekan di Kota Pahlawan. Namun, di tengah-tengah Surabaya yang terasa kering nan minim pemandangan hijau tetumbuhan—karena sudah disesaki beton-beton tinggi—tabebuya seolah menjadi oase.

“Bagi orang daerah, gedung tinggi memang terlihat menakjubkan. Tapi bagi orang yang sedari kecil di sini sepertiku, justru ketika ada tetumbuhan mekar, apalagi dengan begitu indah, untuk saat itu kulupakan dulu bahwa kota ini sudah kelewat sumpek,” tutur Dipta.

 

Lihat postingan ini di Instagram

 

Sebuah kiriman dibagikan oleh Keliling Jawa Timur (@mbolangjatim)

Jika mendengar cerita dari simbah-simbahnya, dulu Surabaya tak sepanas sekarang. Masih sangat banyak lahan-lahan hijau yang memberi angin semilir. Begitulah kehidupan yang sebenarnya Dipta inginkan: kota yang memberi ruang hidup bagi tetumbuhan, yang tak hanya “sekadar”.

Selain April-Mei, tabebuya akan terlihat makin indah-indahnya pada Septemner-Oktober. Seperti Sakura yang bermekeran. Jadi pemandangan yang membuat para pekerja tersenyum setiap berangkat dan pulang kerja.

Momen 3: malam hari Surabaya momen terbaik untuk menyendiri

Lebaran atau libur panjang dan mekarnya tabebuya hanya musiman. Tentu tidak mungkin menunggu sekian lama hanya untuk menikmati Surabaya.

Oleh karena itu, jika memang benar-benar niat untuk menikmati kota tersebut, saran Dipta, keluarlah dari rumah atau kamar kosan kala tengah malam-dini hari. Lalu berjalanlah mengitari jalanan kota.

“Aku sering. Di jam-jam selepas ngopi misalnya, jam 2-an dini hari. Udaranya semilir. Sejuk karena embun. Jalanan lengang. Hanya ada lampu-lampu kota yang menyala sendirian,” papar Dipta. “Kalau ada kendaraan yang lewat, hanya satu-dua saja.”

Tengah malam-dini hari selalu jadi momen bagi Dipta untuk me time. Menikmati kota kelahirannya yang sejenak tak sumpek, sambil bicara-bicara sendiri di atas motor. Itu melegakan baginya.

“Ada beberapa teman yang menikmati Surabaya malam hari tanpa menunggu sepi sepertiku. Karena citylight bagi mereka tetap patut dinikmati. Silakan mau pilih yang mana. Tapi di jam-jam aktif (sebelum tengah malam), citylight tak membuat tenang karena masih harus beradu dengan deru kendaraan, klakson bersahutan, dan lebih-lebih kemacetan yang padat merayap,” tutup Dipta.

Tapi memang, kata Dipta, jangan asal pilih jalan. Malam hari paling aman memang hanya di kawasan kota. Kalau di kawasan pinggiran, seperti Kenjeran atau Jalan MERR misalnya, begal atau gangster masih menjadi momok mengerikan.

Penulis: Muchamad Aly Reza
Editor: Ahmad Effendi

BACA JUGA: Liburan di Kebun Binatang Surabaya (KBS) Jadi Kemewahan Orang Pinggiran meski Kerap Disepelekan Orang Berduit atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan

Terakhir diperbarui pada 4 April 2025 oleh

Tags: pilihan redaksisepadat apa surabayaSurabayawisata surabaya
Muchamad Aly Reza

Muchamad Aly Reza

Reporter Mojok.co

Artikel Terkait

pendidikan, lulusan sarjana nganggur, sulit kerja.MOJOK.CO
Ragam

Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada

5 Desember 2025
Banjir sumatra, Nestapa Tinggal di Gayo Lues, Aceh. Hidup Waswas Menanti Bencana. MOJOK.CO
Ragam

Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra

4 Desember 2025
Gen Z fresh graduate lulusan UGM pilih bisnis jualan keris dan barang antik di Jogja MOJOK.CO
Ragam

Gen Z Lulusan UGM Pilih Jualan Keris, Tepis Gengsi dari Kesan Kuno dan Kerja Kantoran karena Omzet Puluhan Juta

2 Desember 2025
Judi Online, judol.MOJOK.CO
Ragam

Pengalaman Saya 5 Tahun Kecanduan Judol: Delusi, bahkan Setelah Salat pun Doa Minta Jackpot

2 Desember 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Guru sulit mengajar Matematika. MOJOK.CO

Susahnya Guru Gen Z Mengajar Matematika ke “Anak Zaman Now”, Sudah SMP tapi Belum Bisa Calistung

2 Desember 2025
Para penyandang disabilitas jebolan SLB punya kesempatan kerja setara sebagai karyawan Alfamart berkat Alfability Menyapa MOJOK.CO

Disabilitas Jebolan SLB Bisa Kerja Setara di Alfamart, Merasa Diterima dan Dihargai Potensinya

2 Desember 2025
Macam-macam POV orang yang kehilangan botol minum (tumbler) kalcer berharga ratusan ribu MOJOK.CO

Macam-macam POV Orang saat Kehilangan Tumbler, Tak Gampang Menerima karena Kalcer Butuh Dana

28 November 2025
8 tahun merantau di Jakarta akhirnya resign. MOJOK.CO

Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama

4 Desember 2025
Bioskop NSC Rembang, bangunan kecil di tanah tandus yang jadi hiburan banyak orang MOJOK.CO

Bioskop NSC Rembang Jadi Olok-olokan Orang Sok Kota, Tapi Beri Kebahagiaan Sederhana

1 Desember 2025
pendidikan, lulusan sarjana nganggur, sulit kerja.MOJOK.CO

Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada

5 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.