Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Liputan Ragam

Menelusuri Kotagede Jogja: Nemu Banyak Hal Kalcer, Memantik Kesadaran agar Sastra Lebih Membumi

Muchamad Aly Reza oleh Muchamad Aly Reza
5 Agustus 2025
A A
Menelusuri hal-hal kalcer di Kotagede Jogja MOJOK.CO

Ilustrasi - Menelusuri hal-hal kalcer di Kotagede Jogja. (Ega Fansuri/Mojok.co)

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

Pukul 07.30 WIB, kehidupan di Kotagede, Jogja, sudah mulai berdenyut. Di bawah matahari awal Agustus yang hangat, seorang tukang becak tengah mengantar penumpang, seorang ibu-ibu dengan barang belanjaan cukup banyak. Sepertinya dari pasar.

Tukang becak mengantar penumpang di jalanan Kotagede, Jogja, pagi hari MOJOK.CO
Tukang becak mengantar penumpang di jalanan Kotagede, Jogja, pagi hari. (Aly Reza/Mojok.co)

Ibu-ibu penjual sarapan juga tampak membuka lapak di beberapa sudut trotoar. Mereka dengan senyum ramah menjajakan dagangan kepada siapa saja yang melintas. Lalu-lalang kendaraan juga menandai bahwa kehidupan di Kotagede, Jogja, telah merangkak.

Minggu (3/8/2025) itu, saya nyempil di antara 50 peserta Tiba Bersua (program Palmerah, Yuk!, sebuah komunitas literasi dan penerbitan independen yang dikenal atas pendekatan kolektif dan pengarsipan alternatif).

Dipandu Firyal Nihalya Salsabila alias Aca dari Bersukaria Walking Tour, kami diajak menelusuri jalanan, gang-gang Kotagede, dan jejak-jejak yang tertinggal dari Jogja di masa silam.

Toko buku di Kotagede Jogja dalam bangunan berumur 168 tahun

Saya punya sangat banyak daftar toko buku untuk saya kunjungi tiap bulan—dalam rangka membeli buku. Kesemuanya ada di Sleman. Saya belum memiliki referensi di bagian Jogja yang lain.

Maka, saat saya mengikuti rombongan Tiba Bersua meninggalkan Taman Budaya Embung Giwangan untuk menyisir Kotagede, saya terhenti sejenak di depan sebuah toko buku dengan bangunan klasik. Namanya Toko Buku Natan di Jalan Mondorakan.

Dari keterangan Aca, toko buku tersebut dulunya adalah sebuah bangunan milik orang kaya di Kotagede, Jogja. Sudah berdiri sejak tahun 1857 alias sudah berumur 168 tahun dan ditetapkan sebagai cagar budaya.

Di masa pandemi 2020 lalu, bangunan cagar budaya tersebut disulap oleh pemilik Ndalem Natan Royal Herritage, Nasir Tamara, menjadi sebuah toko buku.

Seiring waktu, Toko Buku Natan menjadi salah satu jujukan bagi pencinta buku. Sebab, selain menyediakan beragam genre buku, toko tersebut juga menyuguhkan nuansa vintage yang syahdu nan estetik.

Jejak-jejak kejayaan perak di Kotagede Jogja

Aca mengajak kami berhenti sedikit lebih lama di kawasan Masjid Perak Kotagede, Jogja, di sudut gang Jalan Mondorakan No. 51.

Namanya terdengar unik. Beda dengan nama-nama masjid pada umumnya yang mengambil satu kata berbahasa Arab, atau nama masjid-masjid kraton yang khas.

Bangunan Masjid Peran di Kotagede, Jogja MOJOK.CO
Bangunan Masjid Peran di Kotagede, Jogja. (Aly Reza/Mojok.co)

Merujuk keterangan Aca, juga dari beberapa sumber, Masjid Perak Kotagede konon dibangun pada 1937-1939 dan diresmikan pada 1940. Ada tiga donator utama dalam pembangunan masjid tersebut, yakni:

  1. K.H. Amir, seorang ulama sekaligus pedagang ulung.
  2. K.H. Mudzakir, putra K.H. Abdullah Rosyad, seorang abdi dalem di bidang keagamaan. K.H. Mudzakir juga merupakan ayahanda Prof. K.H. Abdul Kahar Mudzakir, tokoh Muhammadiyah yang duduk sebagai anggota Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).
  3. K.H. Muchsin, saudara ipar K.H. Mudzakir, yang dikenal sukses dalam berbisnis.

Ada dua pendapat terkait penggunaan nama “perak”. Pertama, merujuk pada industri perak yang cukup masif di Kotagede sejak masa Mataram Islam.

Kedua, jika merujuk versi Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayaan) DIY, perak diambil dari bahasa Arab: “firaq” (lidah Jawa jadi “pirak” atau “perak”). Firaq sendiri berarti pembeda antara yang benar dan yang batil.

Iklan

Pada masa Revolusi, masjid ini menjadi saksi penggemblengan Laskar Hizbullah dan Sabilillah sebelum menuju medan perang, untuk melawan tentara Netherlands Indies Civil Administration (NICA) yang membonceng Sekutu.

Tapi memang, kata Aca, dulu mayoritas masyarakat Kotagede, Jogja, menjadi perajin perak. Perdagangan kerajinan ini lantas semakin meningkat semenjak eksisnya VOC. Sebelum akhirnya tergerus zaman.

Sendang Seliran, Dalem Sopingen, hingga Pasar Legi

Aca dan Palmerah, Yuk! Mengajak kami untuk menyisir gang demi gang di Kotagede, Jogja lebih jauh lagi. Ke sudut-sudut yang, sepengakuan peserta yang sekalipun asli Jogja, ternyata belum pernah menjamahnya. Atau jika pernah menjamahpun, tapi tidak tahu-menahu perihal latar belakang sejarah bangunan atau situs tertentu.

Kami singgah di Sendang Seliran yang tidak jauh dari kompleks makam raja-raja Mataram. Di sana kami diajak menyelami bagaimana awalnya sendang tersebut dibuat. Ternyata nama aslinya adalah salira yang berarti pribadi. Maksudnya adalah sendang pribadi untuk raja.

Sendang Saliran MOJOK.CO
Sendang Saliran. (Aly Reza/Mojok.co)

Ada beragam mitos menyertai keberadaan sendang tersebut. Terutama dari lele putih dan bulus yang mendiaminya.

Kami juga ngiyup di Dalem Sopingen. Yakni kediaman abdi dalem kraton bernama Raden Atmadalem Sopingi yang pernah dijadikan sebagai tempat diskusi tokoh-tokoh nasional, seperti Ketua Sarekat Islam HOS Cokroaminoto, Pendiri Sarekat Islam Samanhoedi, Pendiri Muhammadiyah KH Ahmad Dahlan, serta pendiri Perguruan Tamansiswa Ki Hadjar Dewantara. Bahkan beberapa pemimpin PKI pun pernah menggunakan tempat ini, seperti Samaun, Muso, dan Alimin.

Perjalanan berakhir di Pasar Legi, sebagai pasar legendaris di Kotagede, Jogja. Tak hanya lewat, beberapa peserta Tiba Bersua turut mampir ke beberapa lapak pedagang untuk membeli jajanan tradisional seperti Kipo.

saja, diserbu rombongan 50 orang, para pedagang tampak antusias meladeni. Wong ketiban rezeki.

Singgah di Pasar Legi MOJOK.CO
Aca mengajak rombongan Tiba Bersua singgah di Pasar Legi. (Aly Reza/Mojok.co)

Melahirkan sastra dari ruang hidup masyarakat

Tiba Bersua-Palmerah, Yuk! merupakan bagian dari program Festival Sastra Yogyakarta (FSY) 2025. Pertanyaannya, apa hubungan antara menelusuri jalanan dan gang-gang Kotagede, Jogja, dengan sastra? Oh tentu ada.

Kepala Seksi Bahasa dan Sastra Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta, Ismawati Retno menjelaskan, menjelajahi sudut-sudut sebuah kota tidak lain untuk menunjukkan bahwa sastra tidak selalu harus dibicarakan di ruang formal.

Sastra bisa lahir di jalanan, di bawah pohon, di pasar, dan sudut-sudut ruang hidup masyarakat yang lain.

Menelusuri gang-gang Kotagede, Jogja MOJOK.CO
Menelusuri gang-gang Kotagede, Jogja. (Aly Reza/Mojok.co)

“Sastra dapat dilakukan dengan cara yang sederhana dan di mana saja—di jalanan, di ruang publik, di tengah kota yang terus bergerak. Seluruh ruang kota adalah potensi bagi lahirnya narasi dan refleksi,” jelas Isma.

Orang-orang yang hendak menulis sastra, sudah semestinya melatih intuisinya, dengan cara membaur di ruang hidup masyarakat. Tidak hanya mengunci diri dalama kamar sepi.

Sebab, ada banyak inspirasi—dari sejarah, kebudayaan, kehidupan sosial, kemanusiaan—yang hanya bisa dieksplorasi melalui persinggungan dengan dunia luar. Tidak hanya dari buku-buku bacaan. Dengan begitu, sastra yang dihasilkan bisa terasa membumi.

Penulis: Muchamad Aly Reza
Editor: Agung Purwandono

BACA JUGA: Sisi Magis Jalanan Maliboro Jogja Era 1960-an Bisa Jadi Renungan bagi Komunitas Sastra Hari ini atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Terakhir diperbarui pada 5 Agustus 2025 oleh

Tags: Festival Sastra YogyakartaFSYJogjakotagedekotagede jogja
Muchamad Aly Reza

Muchamad Aly Reza

Reporter Mojok.co

Artikel Terkait

Keturunan Keraton Yogyakarta Iri, Pengin Jadi Jelata Jogja Saja! MOJOK.CO
Esai

Keresahan Pemuda Berdarah Biru Keturunan Keraton Yogyakarta yang Dituduh Bisa Terbang, Malah Pengin Jadi Rakyat Jelata Jogja pada Umumnya

18 Desember 2025
UMP Jogja bikin miris, mending kerja di Jakarta. MOJOK.CO
Ragam

Menyesal Kerja di Jogja dengan Gaji yang Nggak Sesuai UMP, Pilih ke Jakarta meski Kerjanya “Hectic”. Toh, Sama-sama Mahal

17 Desember 2025
Berantas topeng monyet. MOJOK.CO
Liputan

Nasib Monyet Ekor Panjang yang Terancam Punah tapi Tak Ada Payung Hukum yang Melindunginya

15 Desember 2025
Peringatan Hari Monyet Ekor Panjang Sedunia di Jogja. MOJOK.CO
Bidikan

Pilu di Balik Atraksi Topeng Monyet Ekor Panjang, Hari-hari Diburu, Disiksa, hingga Terancam Punah

15 Desember 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Wali Kota Semarang uji coba teknologi bola GPS untuk mitigasi banjir Semarang MOJOK.CO

Bola GPS Jadi Teknologi Mitigasi Sumbatan Air Penyebab Banjir di Simpang Lima Semarang

13 Desember 2025
elang jawa.MOJOK.CO

Mempertaruhkan Nasib Sang Garuda di Sisa Hutan Purba

18 Desember 2025
Pulau Bawean Begitu Indah, tapi Menjadi Anak Tiri Negeri Sendiri MOJOK.CO

Pengalaman Saya Tinggal Selama 6 Bulan di Pulau Bawean: Pulau Indah yang Warganya Terpaksa Mandiri karena Menjadi Anak Tiri Negeri Sendiri

15 Desember 2025
Peringatan Hari Monyet Ekor Panjang Sedunia di Jogja. MOJOK.CO

Pilu di Balik Atraksi Topeng Monyet Ekor Panjang, Hari-hari Diburu, Disiksa, hingga Terancam Punah

15 Desember 2025
Bagian terberat orang tua baru saat hadapi anak pertama (new born) bukan bergadang, tapi perasaan tak tega MOJOK.CO

Katanya Bagian Terberat bagi Bapak Baru saat Hadapi New Born adalah Jam Tidur Tak Teratur. Ternyata Sepele, Yang Berat Itu Rasa Tak Tega

18 Desember 2025
bapakmu kiper.MOJOK.CO

Fedi Nuril Jadi Mantan “Raja Tarkam” dan Tukang Judi Bola di Film Bapakmu Kiper

17 Desember 2025

Video Terbaru

SD Negeri 3 Imogiri Bantul: Belajar Bergerak dan Bertumbuh lewat Sepak Bola Putri

SD Negeri 3 Imogiri Bantul: Belajar Bergerak dan Bertumbuh lewat Sepak Bola Putri

18 Desember 2025
Ketakutan pada Ular yang Lebih Dulu Hadir daripada Pengetahuan

Ketakutan pada Ular yang Lebih Dulu Hadir daripada Pengetahuan

17 Desember 2025
Undang-Undang Tanjung Tanah dan Jejak Keadilan di Sumatera Kuno pada Abad Peralihan

Undang-Undang Tanjung Tanah dan Jejak Keadilan di Sumatera Kuno pada Abad Peralihan

14 Desember 2025

Konten Promosi



Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.