Kala Ormas Somasi Program Meet Nite Live karena Satir, Lantas pada Batas Mana Media Dianggap Melanggar Etik?

Presenter Metro TV di Meet Nite Live. MOJOK.CO

ilustrasi - presenter di televisi. (Ega Fansuri/Mojok.co)

Somasi yang dilakukan oleh organisasi masyarakat Perisai Kebenaran Nasional kepada Valentinus Resa selaku presenter Meet Nite Live menunjukkan betapa “berbahayanya” berita satir bagi kelompok tersebut. Etika jurnalistik dalam program berita yang tayang di Metro TV itu kini dipertanyakan. Sebaliknya, program berita tersebut justru mendapat respons positif dari Gen Z.

Meet Nite Live, satir sih tapi juga jenaka

Mantan Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Surabaya, Eben Haezer Panca mengatakan komunikasi satir bukanlah jenis pemberitaan baru dalam dunia jurnalistik. Sejak era media cetak, gaya komunikasi satir sudah diterapkan. Hanya saja, kali ini pengemasannya dipoles oleh Metro TV.

“Di media cetak, kita masih bisa menemukan gambar-gambar karikatur menyerupai politisi yang ditampilkan lucu tapi sangat terasa menyindir,” ujar Eben kepada Mojok, Rabu (16/4/2025).

Ia jadi ingat kalimat penulis abad-19, Oscar Wilde yang mengatakan, Anda perlu membuat orang tertawa untuk menyampaikan kebenaran. Jika tidak, mereka akan ingin membunuh Anda. 

Namun, dalam konteks program Meet Nite Live oleh Metro TV, kata Eben, ia menduga kemasan pemberitaan dalam bentuk satir itu bertujuan untuk membuat orang lebih sadar terhadap isu terkini.

“Tampaknya berita tersebut untuk membuat orang ‘menoleh’, memberikan perhatian, serta turut berpikir kritis sembar menertawakan,” ucapnya.

Akhir-akhir ini, kondisi Indonesia memang sedang tidak baik. Tampak dari kasus-kasus yang sedang terjadi. Mulai dari demo besar-besaran di daerah untuk menolak RUU TNI, kebijakan Makan Bergizi Gratis yang menuai pro-kontra, efisiensi anggaran, gelombang PHK, minimnya lapangan kerja, hingga maraknya kasus kekerasan seksual.

Meet Nite Live bikin Gen Z melek isu terkini

Agar penonton tetap ‘waras’ dan tidak apatis terhadap kondisi negeri, media juga perlu memberikan inovasi terhadap penyampaian berita mereka. Misalnya dengan gaya komunikasi satir tapi tetap jenaka seperti yang dilakukan oleh Metro TV dalam program Meet Nite Live.

“Bagi audiens yang sudah bosan dengan kemasan berita yang begitu-begitu saja, model atau kemasan yang demikian dapat memberikan nuansa baru. Sedangkan bagi Metro TV, perhatian dari audiens ini tentu dapat memberikan ciri baru bagi mereka yang bisa jadi dapat dimonetisasi,” tutur Eben.

Nyatanya, upaya Metro TV dalam mendulang mangsa pasar terbukti berhasil. Stasiun televisi yang dirintis oleh Surya Paloh tersebut mencatat, program Meet Nite Live telah mendulang rating tertinggi sejak pertama kali mengudara pada Maret 2025.

Akhmad Hanif (27) selaku pekerja akuntan di sebuah perusahaan outsourcing mengaku sebelumnya jarang menonton berita jadi tertarik dengan program berita tersebut. Mulanya, ia mengaku menonton berita adalah kegiatan yang membosankan karena penyampaiannya yang terlalu serius dan tegang.

Di sisi lain, ia juga merasa perlu mengikuti perkembangan isu terkini, apalagi yang berdampak langsung dengan kehidupannya. Salah satu isu yang harus ia ikuti misalnya soal Coretas atau sistem kebijakan yang baru. 

“Minimal dengan berita yang satir tapi agak-agak guyon, aku jadi nggak stres. Suka dengan cara penyampaiannya, agak lain tapi menukik,” ucap Hanif.

Ormas tak bisa somasi presenter TV

Mengenai somasi yang dilakukan oleh organisasi masyarakat terhadap program Meet Nite Live di Metro TV karena gaya beritanya yang satir, Eben Haezer menilai jika pelanggaran etik harus dilihat dari tiap konten yang diberitakan. Apakah ada konten yang menyebarkan kebohongan, tidak akurat, tidak berimbang, dan beritikad buruk?

Selain itu, pelanggaran etik juga dapat dilihat dari proses media dalam mencari informasi. Apakah proses mencari berita tersebut dilakukan dengan cara yang tidak profesional atau menyimpang dari 11 pasal Kode Etik Jurnalis atau Kode Etik Wartawan Indonesia.

“Pada prinsipnya, somasi kepada presenter tidak boleh dilakukan. Seperti diatur dalam UU pers, pihak yang keberatan dapat mengadu ke Dewan Pers,” ucap Eben.

“Nantinya, Dewan Pers yang akan menentukan apakah ada pelanggaran oleh perusahaan pers atau tidak,” lanjutnya.

Sementara itu, dilansir dari metrotvnews.com, Meet Nite Live merupakan perpaduan dari wawancara langsung dengan liputan di lapangan, sehingga masih terpercaya informasinya. Pembahasan yang diangkat mengenai isu-isu terkini dan tren perilaku masyarakat secara tajam tapi tetap menghibur.

Ketika konten tersebut sudah mengudara dan dikonsumsi publik, kata Eben, maka pertanggungjawaban sepenuhnya ada pada perusaan media yang memiliki atau menayangkannya.

Oleh karena itu, ketika Dewan Pers menyatakan ada pelanggaran, media tersebut atau reporter maupun penanggungjawab dapat dikenai sanksi. Sanksinya bisa beragam, mulai dari pernyataan maaf hingga yang paling berat melakukan take down.

Penulis: Aisyah Amira Wakang

Editor: Muchamad Aly Reza

BACA JUGA: Selamat Datang, Post-Truth: Era di Mana Influencer Problematik Promotor Judol Lebih Dipercaya Ketimbang Ahlinya Ahli atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan.

Exit mobile version