Mahasiswa Aceh Shock dengan Pergaulan Jogja: Surabaya Lebih Metropolitan tapi Jogja Lebih Bar-bar, Pelecehan Terjadi Blak-blakan

Ilustrasi - Mahasiswa Aceh shock dengan pergaulan Jogja yang bar-bar, kaget ada kos LV

Sekelompok mahasiswa Aceh mengaku kaget dengan pergaulan Jogja. Mereka melihat banyak hal mengagetkan yang tak pernah mereka banyangkan sebelumnya.

***

Hari kedua saya mencicipi tinggal di Jogja, Selasa (30/1/2024) lalu, teman saya asal Aceh mengajak saya nongkrong dengan komunitas mahasiswa S2 asal Sumatera. Rata-rata mereka terdiri dari mahasiswa Aceh dan Medan.

Latar belakang S1 mereka pun beragam. Ada yang dari kampus swasta di Aceh. Ada pula yang berasal dari kampus negeri di Surabaya. Bahkan, ada yang sejak S1 memang sudah ada di Jogja.

Awalnya kami ngobrol ngalor-ngidul perihal buku dan nasib masing-masing. Lalu rasan-rasan soal Jogja pun tak terelakkan. Mulai dair biaya hidup yang tak semurah ekspektasi hingga yang cukup mereka soroti adalah perihak pergaulan anak-anak mudanya.

Para mahasiswa Aceh, yang pada dasarnya lahir dan tumbuh di daerah yang menegakkan syariat Islam sebagai hukum, langsung merasa culture shock saat melihat pergaulan Jogja.

“Makanan dan hal-hal lain sama sekali ngggak culture shcok. Tapi kalau soal pergaulan, aku sempat kagok,” ujar Rizal* (25). Nama harus disamarkan demi menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.

Surabaya lebih metropolitan, tapi pergaulan Jogja lebih bar-bar

Sama seperti teman saya, Rizal berasal dari Surabaya. Keduanya dulu juga merupakan teman satu tongkrongan di salah satu komunitas mahasiswa Aceh di Surabaya.

Rizal mulai kaget dengan pergaulan Jogja setelah satu bulan ia pindah ke “Kota Bakpia” tersebut.

“Padahal dulu yang aku takutkan adalah pergaulan di Surabaya,” ungkapnya.

Rizal mengatakan, saat ia keterima kuliah S1 di Surabaya, orang tuanya sempat agak keberatan.

Dalam benak orang tua Rizal, sebagai salah satu kota besar di Indonesia, Surabaya tentu memiliki pergaulan yang sangat bebas.

“Apalagi selama ini Surabaya terkenal sebagai pusat prostitusi. Ada Gang Dolly,” ujarnya.

Rizal sendiri sempat membayangkan, kalau ia tiba di Surabaya, pergaulan macam apa yang akan ia hadapi.

Ia bahkan sudah benar-benar bertekad untuk menjaga iman jika ada godaan-godaan untuk menyimpang dari syariat.

“Yang paling orang tuaku takutkan itu soal zina. Itu aib besar. Aku mengira bahwa Surabaya bakal seperti itu, zina bisa terjadi secara terang-terangan,” katanya.

Namun, persepsinya soal Surabaya ternyata keliru. Malahan, persepsi-persepsinya itu baru ia temukan saat pindah ke Jogja sejak 2022 lalu.

“Kalau zina di Surabaya tentu ada. Open BO-open BO. Tapi mainnya kan di hotel-hotel. Di Jogja sangat terang-terangan. Bisa di kos pacar,” tuturnya.

Jogja punya kos las vegas, Surabaya main ke kos teman cowok saja dilarang

Rizal mengaku sangat kaget saat mengetahui tetangga kosnya bisa sangat leluasa keluar-masuk membawa cewek. Tanpa ada teguran, baik dari pemilik kos, orang-orang sekitar, apalagi tetangga-tetangga kos yang lain.

“Nggak tahu ya di mereka ngapain. Tapi untuk seleluasa itu bawa cewek, itu sudah mengusikku yang terbiasa punya batasan-batasan ketat dengan lawan jenis (di Aceh),” ungkapnya.

Puncak kekagetan Rizal adalah saat tahu kalau di Jogja menjamur kos ekslusif atau kos Las Vegas (LV). Yakni kos yang menawarkan kebebasan mutlak bagi para penghuninya.

Mahasiswa Aceh Shock dengan Pergaulan Jogja: Surabaya Lebih Metropolitan tapi Jogja Lebih Bar-bar MOJOK.CO
Ilustrasi – Kos LV jadi salah satu ikon pergaulan Jogja.

Mojok sendiri dalam serial liputan Jogja Bawah Tanah sempat mengulik seluk-beluk tentang kos LV ini. Mulai dari sudut pandang penghuninya hingga sudut pandang si pemilik kos sendiri.

“Bahkan di sini sampai harus ada label kos muslim loh untuk mengantisipasi perzinaan. Di Surabaya nggak perlu kayak gitu-gitu,” beber mahasiswa Aceh itu.

Menurut Rizal, di Surabaya, tanpa ada label kos bebas atau kos muslim sekalipun, seseorang dengan sendirinya akan merasa keder jika mau menginapkan pacarnya di kos. Karena warga sekitar tak segan-segan menggebrek jika mendapati hal seperti itu.

“Jangankan bawa cewek, teman cowok aja kalau nginep sudah langsung digrebek ibu kos kok, suruh keluar,” kelakar Rizal mengenang pengalamannya pribadi.

Sebab, banyak induk semang kos di Surabaya yang tak mengizinkannya kosnya menjadi tempat menginap selain penghuni kos. Jika mau menginap, maka harus bayar.

“Selain itu, religiusitas warga Surabaya ternyata masih sangat kuat. Mereka masih sensitif terhadap hal-hal semacam itu,” kata Rizal.

Mahasiswa Aceh kaget dengan liarnya cewek-cewek Jogja

Mahasiswa Aceh lain yang bercerita soal kekagetannya tentang pergaulan di Jogja adalah Arai* (26). Ia sudah tinggal di Jogja sejak S1 per 2017 lalu hingga lanjut S2 saat ini.

“Pikirku, Jogja itu kental budaya Jawa. Orang-orangnya terkenal santun. Begitu kan narasi-narasi yang berkembang di media sosial,” ujarnya.

Arai tak menyangkal perihal dua hal tersebut. Sebab, ia sendiri menilai, selama bertahun-tahun tinggal di Jogja, memang ia merasakan betapa ramah dan hangat-hangatnya orang Jogja.

Namun, sama seperti Rizal, Arai tak menyangka kalau pergaulan di Jogja begitu bebas dan liar.

Dari pengalamannya pribadi kuliah sambil kerja di sebuah coffee shop, ia menyaksikan bagaimana teman ceweknya di coffee shop bisa dengan biasa saja menjadi objek pangku-pangkuan dan objek “remasan” para cowok.

“Ganti baju aja nggak ke kamar mandi. Langsung dibuka di depan kami (para cowok),” ujarnya dengan mimik wajah yang menyiratkan keheranan.

“Pas ada yang diem-diem memfoto dan dia sadar, malah nggak jadi pakai baju. Malah dengan senang hati mengizinkan para cowok memfotonya yang cumai pakai BH itu,” akunya.

Mahasiswa Aceh yang terjerumus dalam liarnya pergaulan di Jogja

Rizal menjadi mahasiswa Aceh yang sejauh ini masih aman untuk tidak terjerumus dalam pergaulan-pergaulan bebas itu.

“Nggak berani bawa cewek ke kamar. Kalau bablas, hamil, itu paling takut,” kata Rizal.

“Kalau salat dan puasa aku memang masih bolong-bolong. Tapi kalau untuk itu (zina), nalar logisku masih bekerja,” lanjutnya.

Sementara Arai mengakui sudah terlalu jauh menyimpang dari norma-norma yang ia bawa dari Aceh. Ia bahkan mendaku dirinya sendiri sebagai fuck boy dan cogil (cowok gila) kelas kakap.

Sayangnya, untuk cerita-cerita tentang keliaran Arai tak bisa ditulis dalam liputan ini.

Reporter: Muchamad Aly Reza

Editor: Agung Purwandono

BACA: Fenomena Kos LV di Jogja, Dicari karena Bebas Bawa Pacar

Cek berita dan artikel Mojok lainnya di Google News

 

 

 

 

 

 

Exit mobile version