Tidak ada slogan “Al-nadlofatu min al-iman (kebersihan sebagian dari iman)” atau “Jagalah kebersihan” yang terpampang di Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA) Darul Hadlonah Rembang. Padahal, slogan itu sangat jamak dijumpai di beberapa lembaga, yayasan, atau sekolah. Sebagai pengingat agar setiap orang di dalamnya menjaga kebersihan.
Namun, tanpa slogan itu pun, LKSA Darul Hadlonah menyuguhkan lingkungan yang amat bersih dan nyaman.
Saya bertamu di LKSA Darul Hadlonah Rembang pada Senin (27/10/2025) siang. Di depan pintu masuk asrama putri, garis-garis kuning menyambut di bawah anak tangga. Garis itu adalah penanda batas sandal/sepatu. Tidak boleh asal taruh.
Lantai bersih, kamar rapi, dan estetik
Saat saya masih menunggu Hidayatun, pimpinan LKSA Darul Hadlonah Rembang, Syafaah dan Afaf dari pihak pengasuh dan pengurus mengajak saya untuk room tour asrama putri.
Di aula utama lantai 1, lantainya seperti baru dipel habis-habisan. Tidak ada serpihan-serpihan debu yang tersisa. “Kami ngepelnya nggak harus nunggu karena ada tamu loh ya. Ini setiap hari memang sudah harus bersih,” seloroh Syafaah.
Naik ke lantai 2, Syafaah dan Afaf menunjukkan saya kamar anak-anak. Satu kamar diisi oleh empat anak dengan dua ranjang bertingkat. Tidak ada pakaian atau barang yang berserak-berantakan di kamar anak-anak. Buku dan barang-barang lain tertata rapi di tempatnya.

Beranjak ke lantai 3, modelnya berupa satu kamar besar yang diisi dengan ranjang bertingkat dan berderet lemari. Kondisinya sama seperti di lantai 2, persis.
Setiap kasur yang ditempati anak-anak tidak ada satu pun yang tanpa seprei. Semuanya pakai seprei. Lalu ada pernak-pernik kerajinan tangan di pintu, jendela, dan lemari untuk menambah estetika ruangan.
“Ini semua (pernak-pernik hiasan) anak-anak sendiri yang bikin. Pengasuh nggak terlibat malahan,” kata Syafaah. Di luar ruang kamar, ada meja-meja yang juga tertata rapi. Biasanya digunakan anak-anak untuk belajar (sekolah atau madrasah (ngaji kitab)).

Indikator warna: alarm serius untuk anak-anak LKSA Darul Hadlonah Rembang
Garis warna kuning tidak hanya saya temukan di depan pintu masuk LKSA Darul Hadlonah Rembang. Garis-garis lain pun saya dapati di kamar anak-anak.
Misalnya, Syafaah menunjukkan garis-garis di lemari anak. Ada tiga warna di tepi baju anak: Merah, kuning, dan hijau.
“Ini menjadi alarm. Kalau lipatan baju sudah ada di kuning, itu tandanya sudah harus ada baju kotor (di bak baju kotor) yang harus dicuci. Biar nggak numpuk baju kotornya, terus lekas dilipat di lemari sampai ke indikator hijau. Pokoknya jangan sampai merah,” jelas Syafaah.

Tempat sampah pun begitu. Ada garis kuning yang melingkari tempat sampah. Tandanya, jangan sampai anak-anak membuang sampah sampai keluar melewati batas garis kuning tersebut kalau tidak mau kena sanksi.
Awalnya serba keleleran
LKSA Darul Hadlonah Rembang berdiri sejak 15 April 1985 atas inisiasi Yayasan Kemanusiaan Muslimat Nahdlatul Ulama (YKMNU) Rembang. Memang bertujuan untuk menampung anak-anak dengan masalah sosial: yatim, piatu, yatim-piatu, duafa, hingga anak broken home.
Kata Hidayatun—kepala LKSA Darul Hadlonah Rembang yang saya temui kemudian—suasana bersih, rapi, dan nyaman di LKSA pimpinannya itu baru benar-benar bisa terwujud di tahun-tahun belakangan ini.

Hidayatun menjadi pimpinan LKSA Darul Hadlonah Rembang sejak 2015. Sejak dulu, kata Hidayatun, amat susah memang untuk mengatur budaya hidup bersih dan rapi untuk anak-anak.
“Dulu itu istilahnya ya keleleran. Pakaian nggak dicuci, numpuk sana, berserakan di sini,” ungkap Hidayatun. Situasi berubah sejak Bakti Sosial Djarum Foundation (BSDF) masuk memberi pendampingan.
5R mengubah budaya kemproh dan semrawut
Pada 2016 BSDF awalnya membantu penambahan sarana-prasarana. Bantuan itu lah yang kemudian menjadi lantai 3 asrama putri. Juga fasilitas lain seperti rak sepatu dan lemari. Tahun ini, BSDF juga memberi bantuan infrastruktur lagi untuk asrama putra.
Pemberian bantuan infrastruktur saja akan percuma jika tidak disertai kesadaran untuk merawatnya. Oleh karena itu, BSDF menggandeng Yayasan Wings Peduli untuk memberikan pelatihan 5R (Ringkas, Rapi, Resik, Rawat, dan Rajin) kepada pengasuh dan anak asuh LKSA Darul Hadlonah Rembang.
Implementasinya seperti saya singgung di awal: Nyapu dan ngepel lantai saja setiap hari, menata sandal dan kamar harus rapi, bahkan ada alarm untuk mengantisipasi penumpukan baju kotor.
“Dulu menerapkan 5R awalnya anak-anak juga terpaksa. Tapi kemudian jadi kebiasaan, terus sekarang jadi kebutuhan. Maksudnya, mereka sekarang itu butuh suasana yang bersih, rapi, dan nyaman. Karena butuh itu jadi mereka upayakan,” beber Hidayatun.
“Dulu juga sama pengurus diadakan lomba kebersihan. Yang paling bersih dan rapi kamarnya bakal dapat hadiah. Itu buat ngasih semangat. Sekarang anak-anak nggak ada hadiah pun tetap berlomba-lomba bersih-bersihan dan rapi-rapian,” sambungnya.
5R, lanjut Hidayatun, benar-benar mengubah kebiasaan anak dan suasana di LKSA Darul Hadlonah Rembang. Tidak ada lagi kesan kemproh, semrawut, dan keleleran.
Menumbuhkan rasa memiliki untuk merawat
5R bukan lah program sekali jadi. Tapi butuh proses dan goals panjang. Begitu penjelasan dari Galang Azmi Alifi, Mentor Pelatihan 5R di LKSA Darul Hadlonah Rembang dari Yayasan Wings Peduli.
Galang—saapaan akrabnya—mengakui selalu ada tantangan dalam proses melatih komunitas masyarakat untuk menerapkan 5R. Karena urusannaya dengan kebiasaan yang sudah kadung tertanam dari kecil.
“Maka dari itu, kesadaran 5R sangat tepat diberikan sejak dini,” katanya.
Pendekatan pertama yang ia lakukan ke anak-anak LKSA Darul Hadlonah Rembang adalah: Bagaimana menumbuhkan rasa memiliki—terhadap tempat mereka tinggal (LKSA)—dari anak-anak. Jika sudah tumbuh rasa memiliki, maka anak-anak akan peduli untuk menjaga dan merawat tempat tinggal mereka.
“Pendekatan ke anak-anak itu jangan pakai pendekatan benar/salah. Misalnya, soal lipat baju, saya lihat dulu, kalian (anak-anak) kalau lipat baju gimana? Oke, setelah itu saya masuk, sudah bagus loh caranya. Tapi tahu nggak, ada cara yang lebih rapi? Dari situ anak-anak tertarik mengikuti,” papar Galang.
Galang menjelaskan, pelatihan 5R terhadap pengasuh LKSA akan melalui tiga fase: Aktif, budaya, dan cegah.
- Aktif: Anak-anak diingatkan dulu terhadap 5R. Cirinya, pengasuh masih terlibat aktif mendampingi.
- Budaya: 5R bukan paksaan lagi, tapi sudah menjadi kebiasaan. Di fase sini pengasuh tidak selalu mendampingi. Karena anak-anak sudah mulai terbiasa dengan budaya 5R.
- Cegah: Mendorong pengasuh dan anak asuh untuk membuat sistem sederhana agar masalah 5R tidak muncul. Contoh: Di lemari ada garis warna merah, kuning, hijau. Itu alarm otomatis. Ketika ada baju sudah di garis warna kuning, itu tandanya harus mencuci. Di fase ini, anak sudah sadar sendiri, sehingga tidak perlu lagi diingatkan pengasuh.
Ngepel itu ada caranya, loh!
Selain tools-tools 5R, BSDF dan Yayasan Wings Peduli juga memberi pelatihan TWI (Training Within Industry).
“Wings kan memberikan bantuan produk kebersihan seperti sabun cuci lantai kalau untuk LKSA, sabun mandi dan sejenisnya untuk anak-anak. Nah, kami juga latih anak-anak untuk menggunakan alat kebersihan sesuai dengan standarnya,” kata Galang.
Salah satu contohnya adalah bagaimana metode ngepel yang tepat agar lantai benar-benar bersih. Tak bisa sembarangan, loh. Kalau dirangkum kira-kira begini:
- Kunci ngepel bersih ada di nyapunya. Maka, sebelum ngepel, pastikan lantai disapu sampai benar-benar bersih.
- Jangan gunakan satu pel untuk beragam lantai. Lantai dapur harus pakai pel sendiri, lantai aula sendiri, dan seterusnya. Jangan (misalnya) setelah ngepel dapur lalu pelnya dipakai buat ngepel musala atau aula.
- Masukkan pel ke ember yang sudah berisi air dicampur sabun cuci lantai. Biasanya orang memilih mencampur air dan sabun di dalam botol yang tutupnya dilubangi. Metode ini malah bikin lantai terasa lengket.
- Peras kain pel sampai bener-bener tidak basah kuyup sebelum ngepel lantai.
- Ngepel harus pakai dua tangan agar bener-benar bersih.
- Pel harus dibersihkan setelah digunakan. Jangan dibiarkan kering tanpa dibersihkan dulu. Itu membuat kotor dan rusak.
“Ibu-ibu Muslimat itu sampai pengin diajari anak-anak cara ngepel yang baik bagaimana. Karena mereka lihat saking bersihnya lantai di Darul Hadlonah,” begitu pengakuan Hidayatun usai anak-anak menerima pelatihan 5R dari BSDF dan Yayasan Wings Peduli. Mencuci piring pun, kata Hidayatun, ada metodenya. Sehingga piring bersih dan higienis.
Tempat tinggal bersih dan nyaman, kualitas hidup anak meningkat
Galang menegaskan, 5R ini tidak sekadar untuk merawat infrastruktur. Tapi punya dampak siginfikan juga bagi kualitas hidup anak-anak di LKSA.
“Karena jika ruang nyaman, sehat, anak-anak belajarnya juga nyaman. Maka nanti di sekolah nilai akademisnya terpengaruh,” kata Galang.

“Di keluarga, wali anak juga merasa terima kasih karena sejak di LKSA anak-anak jadi lebih sregep kalau di rumah, aware sama lingkungan,” sambungnya.
Goals akhir dari 5R ini nanti, lanjut Galang, agar habitnya benar-benar terserap oleh anak-anak di mana pun mereka berada. Mereka lantas menjadi agen-agen perubahan penggalak kebersihan dan kepedulian terhadap lingkungan.
“Kebersihan sebagian dari iman” tak berlaku di LKSA Darul Hadlonah Rembang
Naila Izza (17), ketua Pusat Informasi dan Komunikasi Remja (PIK-R)—semacam OSIS di LKSA Darul Hadlonah—mengaku, pelatihan 5R membantunya menemukan ruang yang nyaman.
Apalagi Izza—panggilannya—memang tipikal orang yang gemar belajar. Maka ia membutuhkan ruang yang benar-benar mendukung: Bersih, rapi, nyaman, dan sehat.
“Di PIK-R itu kami juga ada program lelangan. Pokoknya kalau ada anak yang naruh barang sembarangan, itu kami lelang. Maksudnya, si pemilik boleh ngambil tapi harus ditebus pakai uang. Dari situ teman-teman jadi berhati-hati,” ungkap Izza.

Selain infrastruktur yang memadai dan 5R, ada dukungan lain dari BSDF yang menurut Hidayatun membuat LKSA Darul Hadlonah Rembang terasa amat sangat layak.
Setiap sebulan sekali, LKSA Darul Hadlonah menerima bantuan susu dan produk-produk kebersihan. Tiap tiga bulan sekali pun ada pemeriksaan kesehatan gratis.
Pada akhirnya kini LKSA Darul Hadlonah tak terlalu perlu slogan “Kebersihan sebagian dari iman”, “Jagalah kebersihan”, dan sejenisnya. Karena “bersih” sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari seluruh penghuni Darul Hadlonah.
“Ada kan yang pasang begitu (Kebersihan sebagian dari iman), tapi toiletnya pesing dan jorok. Kan jadinya percuma,” kelakar Hidayatun menutup obrolan siang itu.
Penulis: Muchamad Aly Reza
Editor: Ahmad Effendi
BACA JUGA: Darul Hadlonah Rembang: Beri Bekal Keterampilan ke Anak-anak Bermasalah Sosial untuk Arungi Kehidupan atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan












