Hujan deras tak membuat Pasar Sore Ramadan Kauman Jogja tutup pada Sabtu sore (8/3/2025). Puluhan lapak yang menjual menu berbuka puasa di sana masih ramai pengunjung. Pasar tua yang terletak di kampung kelahiran Muhammadiyah itu tetap eksis, karena menjual jajan khas Kauman yang hanya ada saat puasa Ramadan.
***
Lebih dari 35 lapak berjejer di sebuah lorong sempit, depan rumah-rumah lawas Kampung Kauman. Tepatnya di Gang Pasar Tiban, Ngupasan, Kota Yogyakarta. Pintu masuknya berada di tepi Jalan K.H. Ahmad Dahlan. Pengunjung tak perlu bingung mencari sebab sebuah banner bertuliskan ‘Pasar Sore Ramadhan Kauman Jogja’ sudah terpasang di gapura.
Pengendara motor seperti saya bisa memarkirkannya di sekitar mulut gang. Seorang bapak tua yang bertugas menjadi juru parkir siap menjaga. Saat saya ke sana pada Sabtu (8/3/2025) pukul 16.00 WIB, sudah banyak pengunjung yang datang. Pasar itu makin ramai menjelang berbuka. Beruntung, saya belum kehabisan menu takjil yang konon hanya ada di Kauman dan dimasak saat Ramadan.
Kue tradisional khas Kauman
Setibanya di Pasar Sore Ramadan Kauman Jogja saya sudah disuguhi lapak-lapak yang menjual kue tradisional Jogja. Salah satunya adalah kicak. Kue yang terbuat dari beras ketan. Seorang pedagang bernama Emi menjelaskan bahan utama kicak adalah ketan yang ditumbuk halus, kemudian di isi dengan nangka dan dibalut dengan kelapa parut serta kuah santan, sehingga rasanya gurih dan manis.
Selain itu, Emi juga menjual kipo. Kue berwarna hijau yang terbuat dari tepung kentan dan diisi dengan unti kelapa. Kue ini dipanggang di atas cobek gerabah beralaskan daun pisang, sehingga ada corak bakaran yang mencolok di luarnya.
“Kicak harganya Rp5 ribu, kalau kipo seharga Rp3,5 ribu, jadah manten Rp3,5 ribu,” ucap Emi yang sudah 25 tahun berjualan di Pasar Sore Ramadan Kauman Jogja, Sabtu (8/3/2025).
Jadah manten juga merupakan kue tradisional Jogja yang terbuat dari ketan dan santan. Isinya daging ayam ataupun sapi. Setelah itu, adonan dibungkus dengan telur dadar. Sekilas, kue ini mirip lemper. Hanya kulit pembungkusnya saja yang berbeda.

Sebagai pelengkap, jadah manten diberi tungkai yang terbuat dari bambu. Lalu ujungnya diikat dengan potongan batang pepaya. Menurut literatur yang saya baca, jadah manten juga menjadi salah satu kudapan khas Keraton Yogyakarta.
Kudapan unik untuk takjil
Tak hanya kue tradisional, pedagang juga menjual berbagai es seperti es buah, es kopyor, kolak, serta nasi dan lauk pauk untuk berbuka. Bahkan, sebagai orang asli Surabaya, saya cukup kaget melihat pedagang yang menjual rujak cingur. Makanan tradisional khas Jawa Timur.
Sedangkan, salah satu pengunjung bernama Niki (24), tak hanya membeli kue tradisional di Pasar Sore Ramadan Kauman. Ia belum lama ini merantau ke Jogja dan penasaran dengan tradisi takjil yang ada di Kauman.
“Seru sekali walaupun hujan, tapi dengan begini aku jadi bisa leluasa milih jajan,” kata perempuan asal Surabaya itu, yang baru saja memborong takjil.
Niki membeli roti goreng isi nanas, nangka, dan pisang. Ia juga membeli nasi kebuli, makanan khas Timur Tengah. Menu itu menjadi makanan favoritnya.
“Wenak pol dengan harga standar,” ujarnya.

Nasi kebuli yang dibeli Niki baru dua tahun ini membuka lapaknya di Pasar Sore Ramadan Kauman. Ade (37), pedagang nasi kebuli mengaku bukan berasal dari warga Kauman, Jogja. Untuk pedagang umum, ia diharuskan membayar uang Rp300 ribu per bulan. Sementara warga lokal hanya dipatok Rp200 ribu untuk buka lapak.
“Syaratnya cuman jual makanan yang halal nanti kami dikasih fasilitas 1 meja,” kata dia.
Awal mula Pasar Sore Ramadan Kauman Jogja
Pasar Sore Ramadan Kauman Jogja baru buka lagi di tahun 2023, setelah tiga tahun tutup karena pandemi. Mojok pernah bertanya soal awal mula pasar tersebut kepada Ketua Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) Budi.
“Kalau sejarahnya, pasar sore itu berawal sekitar tahun 1990-an,” ujar Budi.
Salah satu penjual paling legendaris yang mengenalkan kue tradisional Jogja khas Kauman adalah Mbah Wono. Ia menjual menu ramesan hingga gorengan yang kemudian laris. Pedagang lain kemudian muncul dan menjual kue serupa di Kauman.
“Akhirnya pihak RW melakukan penataan. Kalau tidak begitu, sangat semrawut karena gang kecil dan pedagangnya terlalu banyak,” kata Budi.
Bagi Budi, pasar sore di masa Ramadan tak bisa terbangun dan bertahan tanpa dukungan tradisi menyemarakkan Bulan Suci yang kuat. Kauman memang penuh hiruk-pikuk saat Ramadan. Sebuah ciri khas yang melekat sebagai Kampung Muslim.
Penulis: Aisyah Amira Wakang
Editor: Muchamad Aly Reza
BACA JUGA: Menelusuri Sejarah Takjil Pertama, Berkah Gulai Kambing di Kauman Jogja atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan.









