Bus Bimo, salah satu bus pariwisata legendaris dari Jogja punya cerita unik. Pemiliknya, yang seorang mantan jenderal TNI memang begitu cinta terhadap bus.
Bus dengan sasis Marcedez Benz ini memang terbilang legendaris. Puluhan tahun jadi teman setia rombongan pelajar hingga mahasiswa yang berwisata hingga acara sekolah ke luar kota.
Di berbagai konten YouTube yang mengulas Bus Bimo, nostalgia kerap membanjiri kolom komentar. Kenangan mereka yang dulu melakukan perjalanan bersama rombongan sekolah seakan tak pernah terlupakan.
“Dulu KKN Untag Semarang ke Bali naik Bimo. Driver-nya Mas Siswoyo. Setiap melihat busnya selalu mengenang masa lalu 2012 di Bali,” tulis akun Kursanto Widodo di salah satu unggahan YouTube Bimo Transport Official.
Beberapa waktu lalu saya juga pernah mengunjungi langsung garasi Bus Bimo yang terletak di Berbah, Sleman. Berjumpa dengan Adi Putra Prawira (37), marketing perusahaan ini yang dulunya merupakan seorang tour leader wisata.
Saat masih menjadi tour leader, Putra mengaku banyak yang percaya pada Bimo karena keamanan dan kenyamanannya. Meski secara penampakan badan memang terlalu menonjol tapi ada kebanggaan bagi penumpangnya.
“Entah karena bintang empatnya atau apa. Tapi merasa bangga saja kalau di Jogja, tur wisata, pakai Bimo,” kenang Putra. Logo Bus Bimo memang punya ornament bintang empat. Menggambarkan pencapaian pemiliknya di dunia militer.
Sosok pemilik Bus Bimo, KASAD TNI tiga era presiden
Pemilik Bus Bimo adalah sosok Jenderal TNI (Purn) Subagyo Hadi Siswoyo. PO Bimo lahir pada 12 Juni 1986, sesuai tanggal kelahiran sang pemilik, Subagyo HS. Ia merupakan sosok purnawirawan TNI legendaris dari Jogja.
Subagyo HS pernah menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan Darat (KASAD) tiga era presiden sekaligus. Ia menjabat sejak Februari 1998 sampai November 1999 sehingga melintasi masa Soeharto, Habibie, dan Gus Dur.
Mulanya, perusahaan ini aktif pada lini Antar Kota Dalam Provinsi (AKDP) rute Jogja-Wonosari. Namun, setelah melakukan evaluasi akhirnya beralih di sektor pariwisata.
“Beralih itu sekitar 1992-1993. Setelah membandingkan, emang waktu itu lebih potensial di pariwisata hitungannya,” jelas Putra.
Baca halaman selanjutnya…
Beli 10 bus baru cuma untuk ditonton setiap pagi di garasi