Keluar Stasiun Lempuyangan Langsung Disuguhi Ketimpangan Hidup Warga Jogja

Ilustrasi - Ketimpangan ojek pengkolan dan ojek online (ojol) di Stasiun Lempuyangan Jogja. (Ega Fansuri/Mojok.co)

“Ojek, Mbak,” “Monggo, yang mau taksi, monggo.” Suara-suara itu saling bersahut dari sejumlah bapak-bapak yang sedari tadi berdiri di gerbang kedatangan Stasiun Lempuyangan, Jogja, yang ingar-bingar.

Maklum, situasi arus balik (Minggu (2/3/2025)). Orang-orang baru kembali ke Jogja usai berakhir pekan sekaligus menjalani puasa hari pertama di kampung halaman masing-masing.

Sejak pukul 19.50 WIB saya duduk-duduk di area luar pintu kedatangan Stasiun Lempuyangan, Jogja. Menanti kereta istri saya tiba.

Selama menunggu itu pula, pandangan saya tercuri oleh bapak-bapak tukang ojek pengkolan dan taksi konvensional yang tampak begitu gigih mencari penumpang.

Ketimpangan ojek pengkolan dan ojek online (ojol) di Stasiun Lempuyangan Jogja MOJOK.CO
Suasana di pintu kedatangan Stasiun Lempuyangan Jogja (Aly Reza/Mojok.co)

“Kekalahan” tukang ojek di Stasiun Lempuyangan Jogja

Seorang tukang ojek menghampiri saya. Menawari saya untuk menggunakan jasa ojeknya.

“Harga sesuai aplikasi kok, Mas,” bujuknya. Setelah saya jelaskan bahwa saya justru sedang menjemput penumpang, tukang ojek tersebut langsung mengangguk dan berlalu. Kembali ke pintu kedatangan, menyambut penumpang yang baru saja turun dari kereta.

Sayang, dari yang saya amati, tak satu pun penumpang menggubris keberadaan dan tawaran para tukang ojek pengkolan itu. Jawaban para penumpang itu, kalau tidak karena sudah dijemput ya sibuk dengan ponselnya: mencoba memesan ojek online (ojol).

“Kalau online silakan ke sisi kanan sana nggeh, Mbak, jalan sedikit.”

Alih-alih merasa tersinggung, si tukang ojek di pintu kedatangan Stasiun Lempuyangan, Jogja, justru dengan senang hati membantu mengarahkan para penumpang yang ingin menggunakan jasa ojek online.

“Sejak ada ojol, kami (ojek pengkolan) kalah saing, Mas. Bisanya ya begini, tetep bujuk-bujuk penumpang,” ungkap salah satu tukang ojek pengkolan yang enggan disebut namanya, seorang laki-laki berambut putih.

“Harga juga sudah kami samakan dengan harga ojol. Tapi penumpang lebih milih ojol,” sambungnya.

Di Stasiun Lempuyangan, Jogja, memang sudah ada kesepakatan batas wilayah antara ojek pengkolan dan ojek online. Semua saling mematuhi kesepakatan tersebut.

Akan tetapi, entah kenapa, penumpang tetap saja mencari-cari keberadaan ojol meski harus berjalan agak jauh dari pintu kedatangan, alih-alih langsung menggunakan jasa ojek pengkolan yang sudah stand by di depan mata.

“Ya sudah, Mas. Namanya sama-sama cari uang. Kalau penumpang nanya mana ojol, ya kami arahkan saja. Toh para ojol juga nggak melanggar (kesepakatan) dengan ngambil penumpang di wilayah pengkolan,” katanya.

Baca halaman selanjutnya…

Ketimpangan nasib yang begitu kasat mata 

Entah kenapa, ada harapan yang tersisa

“Kenapa nggak beralih aja ke ojol sekalian?”.

Itu adalah pertanyaan yang sudah jamak terlontar merespons kalah saingnya ojek pengkolan dengan ojol. Jawabannya pun sudah banyak didengar pula: rata-rata tukang ojek pengkolan adalah orang-orang tua yang gagap teknologi (gaptek). Tidak membidangi pekerjaan lain pula.

Alhasil, mereka tetap bertahan dengan profesi sebagai tukang ojek pengkolan. Meski dalam sehari, untuk dapat satu penumpang saja ngoyonya minta ampun.

“Mangkal di Stasiun Lempuyangan ya sejak pagi, Mas. Sampai malam lah. Kadang masih dapat satu-dua penumpang. Tapi nggak dapat sama sekali juga sering,” terang tukang ojek pengkolan yang lain, Winarto (56).

Menanti penumpang di Stasiun Lempuyangan Jogja. (Aly Reza/Mojok.co)

Setiap kali ada kereta tiba, lalu para penumpang tampak berhambur keluar, Winarto akan langsung bergegas berdiri di depan gerbang. Menawarkan jasanya.

Tapi setelah semua orang berlalu tanpa satu pun tertarik pada jasanya, wajahnya tampak pias. Matanya hanya menatap kosong pintu kedatangan penumpang.

“Entah kenapa masih punya harapan. Kalau ada penumpang, pasti ada yang bakal nyantol,” kata Winarto.

Winarto menjadi tukang ojek sejak 1990-an. Dulu dia membayangkan bakal hidup cukup dari profesi ini. Dia tidak pernah memprediksi bahwa teknologi akan terus berkembang hingga memunculkan transportasi online. Perkembangan yang membuatnya kini hidup di ambang keputusasaan dan sisa-sisa harapan.

Tukang parkir di Stasiun Lempuyangan Jogja masih Berjaya

Jika tukang ojek pengkolan dan taksi konvensional hanya mengais sisa-sisa harapan, beda cerita dengan tukang parkir di pintu kedatangan Stasiun Lempuyangan, Jogja.

Saya sempat mendekati seorang tukang parkir yang tampak sangat sibuk. Parkiran Stasiun Lempuyangan, Jogja, petang itu memang teramat padat.

Saking sibuknya, sulit betul mengajaknya bicara. Baru saya dekati, ada orang masuk memarkir motor. Setelahnya, membantu mengeluarkan motor yang terparkir sekaligus menyeberangkannya di tengah padatanya lalu-lalang kendaraan di depan Stasiun Lempuyangan, Jogja.

Mayoran kowe (pesta (uang) kamu),” gojlok Winarto pada si tukang parkir.

Ora yo, mek rong ewu iki,  loh (Nggak ya, cuma dua ribu ini, loh),” jawab si tukang parkir.

Rong ewu ping motor pira kuwi. Padakke kene, golek rong ewu angele ra karuan (Dua ribu dikali motor berapa itu. Sementara kami (ojek pengkolan), cari uang dua ribu aja susahnya nggak karuan),” timpal Winarto.

Menanti penumpang di Stasiun Lempuyangan Jogja. (Aly Reza/Mojok.co)

Percakapan dua orang itu tersaji di hadapan saya. Tapi saya masih gagal mengajak bicara si tukang parkir. Dia kembali sibuk mengatur kendaraan, sembari meniup sempritan yang terselip di bibirnya.

Sementara Winarto, juga tukang ojek pengkolan lain di Stasiun Lempuyangan, kembali berdiri mematung di tengah ingar-bingar penumpang yang masih berdatangan.

Energi mereka seperti sudah habis untuk menawarkan jasa mereka. Mereka seperti sudah hafal dengan jawaban penumpang atas jasa ojek yang mereka tawarkan. Jawaban yang berisi penolakan.

Penulis: Muchamad Aly Reza
Editor: Ahmad Effendi

BACA JUGA: Drama Kesialan di Stasiun Lempuyangan: HP “Hilang” hingga Harus Minta Maaf pada Satpam atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan

Exit mobile version