Kerja Jadi Relawan Surabaya Bukannya Bantu Orang Lain malah Batin Ikut Terguncang, Miris Melihat Kehidupan Warga Kota Pahlawan

Kerja jadi relawan Surabaya bikin batin terguncang. (Ega Fansuri/Mojok.co)

Profesi relawan di Surabaya membutuhkan jiwa yang lapang. Pemuda asal Kota Pahlawan ini bercerita mengenai pengalamannya membantu pasien, tapi malah trauma karena nggak kuat dengan kejadian tak terduga yang menyesakkan hati.

***

Putra (24) kurang lebih sudah 5 tahun menjalani profesi sebagai relawan di Surabaya. Setelah lulus kuliah Jurusan Keperawatan, ia mengaku sempat kesulitan mencari kerja sebagai perawat. Puluhan lamaran yang ia kirim ke rumah sakit dan instansi kesehatan tapi tak ada panggilan.

Selama proses mencari kerja itu, Putra tak tinggal diam. Ia masih aktif di kegiatan Palang Merah Indonesia (PMI) Kota Surabaya. Perjumpaannya dengan PMI Kota Surabaya dimulai saat ia kuliah di tahun 2019. 

Tugasnya sampai sekarang adalah anggota ambulans, koordinator forum relawan, sampai komandan markas. Sebagai informasi, petugas ambulans di PMI juga sudah terhubung dengan Pemerintah Kota Surabaya lewat layanan Command Center 112. 

Otomatis, tugas yang dilakukan Putra semakin banyak. Mulai dari menyelamatkan orang yang terlibat kecelakaan, kebakaran, darurat medis, sampai evakuasi jenazah. Dari pekerjaan itulah Putra banyak mengambil hikmah dari sebuah musibah.

Trauma membantu nenek yang hidup sebatang kara

“Dulu saya pernah menolong orang tua sekitar umur 69 tahun yang memiliki keterbatasan mental dan tinggal seorang diri akibat ditelantarkan anaknya,” kisah Putra kepada Mojok, Sabtu (19/7/2025). 

Pemuda asal Surabaya itu bercerita, jika nenek tersebut memiliki luka robek cukup parah di bagian paha akibat tabrak lari. Oleh karena itu, luka di pahanya harus dijahit dan diobati di rumah sakit.

Selama perjalanan menggunakan ambulans dari tempat kejadian ke rumah sakit, sang nenek bercerita jika ia tinggal sebatang kara. Tak ada yang bakal merawatnya di rumah. Hanya saja, Putra tak terlalu memikirkannya. 

Sampai ia baru sadar, kejadian merawat nenek tadi adalah hal yang akan ia kenang seumur hidup. Pasalnya, beberapa hari kemudian setelah Putra mengantar nenek itu ke rumah sakit, ia justru menemukan jasadnya di rumah nenek tersebut.

Kerja menjadi relawan. MOJOK.CO
Relawan Surabaya kerja tak kenal waktu. (Sumber: Dok.Pribadi)

“Waktu itu saya dapat permohonan evakuasi jenazah di salah satu rumah di Surabaya. Ternyata itu adalah rumah nenek tadi yang sempat saya tolong,” kata relawan Surabaya tersebut.

Saat mengevakuasi jenazah, Putra masih melihat dengan jelas luka di paha nenek tersebut.

“Kondisinya sudah dekomposisi dan sudah meninggal lebih dari lima hari. Luka di pahanya juga masih terbalut kasa yang beliau dapat dari rumah sakit,” ujarnya.

Tak pelak, kejadian itu memberikan luka dalam di hatinya. Perasaannya getir saat melihat nenek itu mati seorang diri. Padahal, ia baru bertemu dan menolongnya beberapa hari lalu.

Kebaikan relawan Surabaya yang patut diingat

Namun dari banyaknya kejadian duka, menurut Putra, ada satu momen paling berat sebagai relawan PMI Kota Surabaya. Yakni menyampaikan kabar duka kepada keluarga pasien, kala pasien tersebut tak bisa dia selamatkan.

“Bukan mengucapkan katanya yang berat, tapi ketika melihat respon keluarga pasien secara langsung. Rasanya pilu,” kata alumnus Jurusan Keperawatan itu. 

Meski begitu, masih ada hari-hari di mana ia menjumpai banyak kasus-kasus lucu sebagai relawan Surabaya. Tak sedikit pula cerita haru yang membuatnya terenyuh. Salah satunya, saat ia lagi-lagi membantu korban kecelakaan di Jalan Mastrip, Surabaya.

Korban merupakan seorang perempuan berusia 30 tahun. Saat itu, kata Putra, kondisinya cukup parah. Ada cedera di kepala sampai membuatnya lupa soal kronologi kecelakaan yang dialami.

Kerja menjadi relawan Surabaya. (Sumber: Dok. Pribadi)

Bahkan saat ditanya soal pertanyaan dasar seperti nama, alamat, dan nomor telepon keluarga, pasien tersebut sudah tak sanggup menjawab. Karena kondisinya membutuhkan tindakan segera, maka Putra langsung merujuknya ke salah satu rumah sakit di Surabaya.

Lima bulan kemudian, ia tak sengaja bertemu dengan perempuan tadi di sebuah konser. Mulanya Putra tak mengenali, tapi perempuan tadi tiba-tiba menyapa dan memperkenalkan diri.

“Jujur waktu itu saya masih asing dengan wajahnya, tapi setelah dia mengucapkan terima kasih karena sudah membantunya, saya jadi langsung ingat,” kata Putra.

Cara relawan Surabaya pulih dari trauma

Perempuan tadi kemudian bercerita bahwa ia sempat mengalami koma selama 10 hari di rumah sakit dan mendapatkan beberapa jahitan di area wajah. Beruntung, kondisinya berangsur-angsur pulih dan mampu untuk kembali bekerja.

Sebagai relawan Surabaya yang pernah membantunya, Putra mengaku turut bersyukur. Lebih dari itu, ia merasa terenyuh ketika perempuan tadi masih mengingat kebaikan hatinya.

“Saya jadi tersanjung, karena ada pasien yang saya tolong bahkan dengan luka yang parah, masih mengenali saya,” kata Putra

“Di balik banyaknya suka duka yang saya alami, mungkin hal paling berkesan adalah saat orang yang kami tolong mengucapkan ‘terima kasih’ dengan tulus. Hal-hal berat yang saya alami baik saat bekerja maupun menjadi relawan Surabaya rasanya seketika hilang,” lanjutnya

Jika dulu Putra pernah bersedih karena gagal menjadi dokter dan harus kuliah di Jurusan Keperawatan, kini ia malah bersyukur karena masih bisa membantu orang lain. Setidaknya, ia masih bisa memberikan manfaat untuk orang-orang di sekitarnya.

Penulis: Aisyah Amira Wakang

Editor: Ahmad Effendi

BACA JUGA: Kerja di Layanan Psikologi Jogja Bukannya Sehat Mental malah Batin Terguncang, Kerja Rumit Gaji Sulit hingga Eksploitasi Berkedok Kekeluargaan atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan.

Exit mobile version