Nekat Kerja di Korea Selatan demi Bantu Ibu, Dapat Cuan Gede Malah Dituduh Tetangga Jual Diri hingga Tak Mau Pulang Lagi

Tinggalkan Probolinggo untuk kerja di Korea Selatan demi bantu Ibu. Dapat cuan gede malah dituduh tetangga jual diri MOJOK.CO

Ilustrasi - Tinggalkan Probolinggo untuk kerja di Korea Selatan demi bantu Ibu. Dapat cuan gede malah dituduh tetangga jual diri. (Ega Fansuri/Mojok.co)

Meninggalkan kampung halaman—di Probolinggo, Jawa Timur—untuk merantau ke Korea Selatan awalnya tidak pernah terbayang bagi Sobihah (27). Kondisi ekonomi memaksanya berangkat ke “Negeri Idol” tersebut.

Korea Selatan pada akhirnya memang sedikit banyak mengubah hidupnya dan keluarga. Namun, gosip-gosip pahit di kampung halaman justru menerpanya hingga membuatnya berfikir untuk tidak pernah pulang lagi.

Lika-liku saat kuliah

Di Probolinggo, sehari-hari bapak Sobihah bekerja sebagai petani. Sementara ibunya hanya pedagang di kantin sebuah sekolah menengah pertama.

Oleh karena itu, sejak kuliah di Surabaya pada 2017, Sobihah memutuskan kuliah sambil mencari pemasukan sendiri. Dia memberi les privat untuk anak-anak SD-SMP. Tak hanya itu, karena berlatar belakang santriwati, dia juga mengajar privat ngaji.

Jika dikumpulkan, hasilnya cukuplah untuk kebutuhan sehari-hari. Paling tidak untuk makan dan bayar kos. Meskipun untuk makanpun dia lebih sering berhemat: mensiasatinya dengan masak sendiri.

Kospun mencari yang murah-murah. Kendati banyak di antara teman perempuannya mencari kos dengan harga mahal dengan alasan mencari kenyamanan. Sementara untuk UKT, dia masih ditanggung oleh bapaknya.

“Pernah mengajukan beasiswa, tapi nggak lolos,” ucapnya, Senin (17/6/2025) malam WIB, melalui sambungan telepon.

Tinggalkan kuliah karena bapak sakit

Sobihah berniat betul menuntaskan kuliahnya. Namun, semua berubah di kala pandemi 2020.

Sang bapak sakit. Sialnya, bapaknya menolak keras dibawa ke rumah sakit karena takut divonis Covid-19.

Alhasil, pengobatan yang dilakukan adalah ada orang kampung: pokoknya ada teh hangat, lalu minum obat-obatan hasil beli di warung.

Seiring itu, kondisi keuangan keluarganya menjadi sangat sulit. Sekolah-sekolah tutup karena beralih ke belajar mengajar dalam jaringan (daring). Sehingga ibu Sobihah tidak bisa jualan.

“Itu berarti semester 6 seingatku. Aku juga nggak bisa ngapa-ngapain di Probolinggo. Posisi les-lesanku di Surabaya semua. Yang kupegang ada yang berhenti, ada juga masih lanjut lewat online. Tapi karena online jadi fee-nya separuh, nggak full seperti kalau tatap muka,” jelas Sobihah.

Sobihah lantas lebih banyak merenung. Hingga sampailah dia pada keputusan tidak melanjutkan kuliah lagi. Melihat sang bapak sakit-sakitan, dia berniat untuk langsung cari kerja saja, biar bisa membantu keuangan orangtua. Apalagi dia masih punya satu adik yang biaya pendidikannya di pesantren masih harus jalan.

Iming-iming kerja di Korea Selatan

Bapak Sobihah meninggal pada 2021. Padahal sebelumnya sudah sempat sehat kembali.

Setelahnya, Sobihah sempat kembali ke Surabaya. Bukan untuk kuliah, tapi untuk mencoba mencari pekerjaan.

“Sempat jadi admin ekspedisi. Gaji setengah UMR. Masih pas-pasan kalau untuk bantu ibu di rumah,” katanya. Hingga penghujung 2022, Sobihah beberapa kali berganti-ganti pekerjaan.

“Ibu tahu kamu berhenti kuliah?” Tanya saya.

“Tahu. Karena aku terus terang. Awalnya nggak boleh. Tapi kujelaskan kalau ini pilihan terbaik. Toh masih ada adik yang pendidikannya juga perlu dipikirkan,” jawab Sobihah.

Dengan sedih dan berat hati, ibu Sobihah merelakan Sobihah mengambil pengorbanan itu: meninggalkan kuliahnya.

“Pertengahan 2023. Aku lihat Instagram story teman kerjaku. Cewek juga. Dia ada di Korea Selatan. Kupikir jalan-jalan, ternyata dia kerja. Dari situ aku mulai berpikir ikut sekalian,” katanya.

Setelah tanya-tanya, Sobihah tergiur dengan iming-iming gaji di Korea Selatan. Hanya saja, modal yang harus disiapkanpun memang besar untuk mengikuti pendidikan di sebuah lembaga yang nantinya bisa menyalurkannya ke Korea Selatan.

Jual warisan bapak untuk modal ke Korea Selatan

Lagi-lagi, awalnya sang ibu keberatan ketika mendengar keinginan Sobihah merantau ke Korea Selatan. Apalagi modalnya sangat besar, yang untuk mendapat modal tersebut paling tidak harus menjual sawah dan kebun warisan bapak di Probolinggo.

Namun, lagi-lagi juga, ibu Sobihah bisa luluh. Warisan bapak itu dijual. Lalu uangnya digunakan Sobihah untuk mengikui pendidikan.

“Aku enam bulanan lebih sedikit lah mengikuti pendidikan, kursus. Terus pas ujian lolos. Terbantu belajar cepet karena nonton drakor,” katanya. Singkat cerita, Pada awal 2024 lalu, dia berangkat ke Korea Selatan. Saat itu dia diproyeksikan bekerja di restoran.

Punya uang banyak, digosipkan jual diri (1)

Sobihah menuju Gyeongnam, daerah di Korea Selatan yang ternyata banyak menjadi jujukan Pekerja Migran Indonesia (PMI) asal Jawa Timur.

Bekerja di sebuah restoran, gaji yang Sobihah dapat bisa di atas gaji PNS di Indonesia. Tapi dia enggan menyebut nominalnya.

“Manusiawi lah. Aku suka unggah foto atau video di medsos. Di Instagram, Facebook. Nah, di Facebook itu banyak teman-teman masa kecil di rumah yang lihat,” katanya.

Gosip miringpun akhirnya menerpa Sobihah. Pasalnya, sejak di Korea Selatan, dia memutuskan melepas hijab yang sudah bertahun-tahun menutup rambut dan lehernya. Juga sebagai identitas kalau dia pernah menjadi seorang santriwati.

Melepas hijab awalnya keputusan berat. Tapi, demi kenyamanan, mengikuti saran temannya, dia disarankan lebih baik melepas hijab.

“Sebenarnya pakaianku nggak terbuka. Masih sewajarnya. Tapi aku malah dianggap negatif,” tutur Sobihah.

Punya uang banyak, digosipkan jual diri (2)

Awalnya Sobihah tak pernah mendengar gosip miring tentang dirinya. Sampai suatu malam sang ibu menelepon dengan sesenggukan, hanya untuk memastikan apakah di Korea Selatan Sobihah bekerja halal? Apakah masih salat? Dan apakah dia benar-benar menjaga diri?

Pasalnya, gosip yang beredar di kalangan orang desanya—yang entah bagaimana awalnya diciptakan—menuduh Sobihah jual diri di Korea. Open BO kalau istilah kasar dari Sobihah sendiri.

“Alasannya, kata orang-orang itu, Jepang, Korea, itu sama saja. Pusat prostitusi. Ya Allah, sakit banget dituduh begitu,” keluh Sobihah getir.

Tak berniat pulang

Sobihah meyakinkan ibunya kalau dia bekerja halal. Sebagai pelayan restoran.

Dia juga menjelaskan alasannya melepas hijab. Bukan karena menjadi nakal. Tapi karena menyesuaikan kondisi. Untungnya sang ibu percaya, meski menjadi lebih khawatir.

“Pokoknya kutegaskan kerjaanku halal. Uang yang kukirimkan ke rumah halal. Itu hasil kerja kerasku untuk bantu keuangan ibu dan biaya pendidikan adik,” tegas Sobihah.

Karena terikat kontrak, sejak berangkat pada awal 2024 lalu hingga sekarang dia masih belum pulang satu kalipun. Artinya dua kali Ramadan dan dua kali Lebaran dia jalani jauh dari orangtua.

Itupun jadi gosip miring lagi. Sobihah, kalau dari yang ibunya dengar dari tetangga, digosipkan betah di Korea Selatan karena jadi simpanan oppa-oppa di sana.

“Demi Allah, Bu. Aku ini terikat kontrak. Jadi nggak bisa asal pulang,” begitu klarifikasi Sobihah pada sang ibu. “Mereka itu hanya iri, ibu kurawat dengan baik. Selalu kukasih uang. Sementara anak-anak mereka nggak bisa begitu.”

Mendengar mulut tetangga yang jahatnya luas biasa itu, Sobihah malah berfikir untuk tidak pulang sama sekali ke Probolinggo. Fikiran yang makin hari makin mantap saja.

Penulis: Muchamad Aly Reza
Editor: Ahmad Effendi

BACA JUGA: Melepas Kuliah demi Menjadi Caregiver di Jepang, Gaji Dua Digit tapi Dicap “Makan Duit Haram” Oleh Tetangga di Rumah atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan

 

 

Exit mobile version