Kerasnya Hidup di Tambora Jakarta Barat, Perantau Berbagi Ruang dengan Tikus dan Kecoa di Kos Kumuh

Tambora Jakarta Barat: Kumuh, Tapi Jadi Rumah Para Perantau.MOJOK.CO

Ilustrasi Tambora Jakarta Barat: Kumuh, Tapi Jadi Rumah Para Perantau (Mojok.co/Ega Fansuri)

Tambora Jakarta Barat merupakan kawasan yang menjadi jujugan para perantau di ibu kota. Sayangnya, banyak dari mereka hidup dalam balutan kemiskinan. Para perantau ini rela hidup bersesak-sesakan dengan tikus dan kecoa di kos kumuh demi bertahan hidup.

Sejak periode 1990, banyak orang memang berbondong-bondong menetap di Tambora. Alhasil, memasuki awal 2000-an, tingkat kepadatan penduduk di kawasan ini menjadi yang tertinggi di Asia Tenggara, yakni 495 jiwa per hektar.

Tempat yang awalnya masih sepi mendadak ramai dan tak teratur. Bangunan mulai banyak berdiri, lebar jalan juga menyempit, dan parahnya lagi, sanitasi makin memburuk. Puncaknya, dua dekade lalu, tepatnya pada 2002, Dirjen Cipta Karya menetapkan Tambora sebagai salah satu kawasan berkategori kumuh di Jakarta.

Meskipun kumuh, banyak perantau memilih bertahan di Tambora, Jakarta Barat. Salah satunya Oki (25), yang sudah tujuh tahun lebih tinggall di kawasan ini.

Pada 2017 lalu, lelaki asal Cirebon ini masuk ke salah satu PTS di Jakarta Barat. Prestasi gemilangnya selama SMA memang belum mampu membawanya lolos PTN. Namun, setidaknya itu cukup untuk membuatnya dapat beasiswa di kampus swasta Jakarta itu.

“Aku dapat gratis biaya kuliah selama delapan semester. Jadi orang tua hanya perlu memikirkan biaya hidupku selama di Jakarta aja waktu itu,” kata Oki, berkisah kepada Mojok, Minggu (22/7/2024).

Sadar berasal dari keluarga pas-pasan, Oki pun memilih hidup prihatin. Untungnya, pada saat itu ada salah satu saudaranya yang bekerja di Jakarta. Oki disarankan buat ngekos di salah satu gang yang terkenal dengan para perantau asal Sunda di Tambora.

“Waktu itu dapat kos per bulan 350 ribu. Kebayang kan, harga segitu di Jakarta dapat tempat tinggal seperti apa?”.

Tidur ditemani ASMR suara orang bercinta

Seperti yang Oki bilang, tak ada yang bisa diharapkan untuk kos-kosan seharga Rp350 ribu. Apalagi lokasinya ada di Jakarta. 

Kala itu, Oki mendapat kos berukuran 2×3 meter. Lokasinya pun berada di gang sempit yang hanya cukup dilewati satu motor saja. 

Antarkamar kos juga hanya dibatasi oleh asbes, bukan dinding tembok. Jadi, tak jarang suara dari penghuni sebelah bisa dia dengar secara jelas.

“Di permukiman itu penghuni kos kan nggak cuma mahasiswa, banyak yang sudah berkeluarga. Jadi hal biasa kalau malam ada yang berhubungan suami istri kedengeran dari tempatku,” ungkap Oki.

Jarak antara kosnya dengan rel kereta api juga tak terlalu jauh. Sehingga, suara dan getarannya kerap ia rasakan saat kereta melintas.

“Jadi kalau tidur, ASMR-nya itu suara kereta sama orang bercinta,” kelakarnya.

Oki bilang, tempat kosnya seolah “selalu malam hari”. Saat siang hari, sinar matahari sulit memasuki permukiman karena terhalang padatnya bangunan rumah. Sementara saat malam, listrik juga kerap padam sehingga situasi makin gelap gulita.

“Siang sama malam sama aja sih, gelap terus,” ujarnya. “Bedanya kalau siang itu justru lebih menderita. Gelap, tapi juga gerah.”

Baca halaman selanjutnya…

Makan dan tidur bareng tikus-kecoa sudah biasa.

Di kos Tambora Jakarta Barat, makan bareng tikus dan kecoa sudah biasa

Tempat tinggal Oki juga langganan banjir. Saat musim hujan tiba, paling tidak sekali dalam seminggu ia dan perantau lain harus menguras isi kos mereka yang terendam air.

Jika sudah begini, mau tak mau Oki harus pindah ke rumah penduduk lain yang masih “selamat” karena lokasinya lebih tinggi. Beruntung memang, di tengah kerasnya kehidupan Jakarta, masyarakat Tambun masih punya rasa solidaritas yang tinggi.

“Awal-awal masih kagok. Malam-malam lagi tidur, tiba-tiba air masuk ke kamar. Yang selamat cuma tas isi laptop. Sisanya basah,” kata perantau di Tambora Jakarta Barat ini. “Tapi ya karena sudah terbiasa, lama-lama santai aja lah kalau ada banjir-banjir gini.”

Menurut Oki, banjir tak cuma membawa air, tapi juga “elemen lain”. Termasuk sampah plastik, sampah basah, sampai kotoran manusia. Setelah air surut pun, binatang-binatang seperti tikus dan kecoa juga berdatangan.

Kalau sudah begini, di sana Oki tak cuma bakal berbagi ruang dengan perantau lain, tapi juga dengan hewan-hewan menjijikkan tadi.

“Lagi makan diserang kecoa, biasa. Lagi tidur ada tikus masuk sarung, biasa juga.”

Oki lulus kuliah pada 2022 lalu. Namun, hingga saat ini dia belum mendapat pekerjaan tetap. Ia mencari uang melalui sebuah komunitas di Jakarta Barat. Karena sifatnya serabutan, uang yang dia dapatkan tiap bulannya pun tak menentu. Makanya, bertahan hidup di kos murah Tambora Jakarta Barat adalah pilihan terbaik baginya saat ini.

Penulis: Ahmad Effendi

Editor: Muchamad Aly Reza

BACA JUGA Cerita Para Sarjana yang Dihajar Kerasnya Jakarta: Ijazah Tak Laku Buat Lamar Kerja Sampai Kerap Ditipu Loker Gadungan

Ikuti artikel dan berita Mojok lainnya di Google News

Exit mobile version