Sedihnya Gagal Ikut Study Tour karena Orang Tua Tak Sanggup Bayar Iuran: Gagal ke Jogja, WBL, hingga Bromo Terkenang sampai Dewasa

pahitnya gagal study tour ke jogja, bromo, hingga wbl lamongan.MOJOK.CO

Ilustrasi study tour (Ega/Mojok.co)

Tak bisa ikut study tour sekolah karena masalah ekonomi jadi kenangan pahit bagi sebagian orang. Bagi sebagian yang lain, bisa ke Jogja, WBL Lamongan, hingga Bromo hal mudah. Namun, buat mereka tak sesederhana itu.

Bicara study tour saya jadi ingat memori pada masa SD, belasan tahun silam. Jelang kelulusan, sekolah menyelenggarakan agenda piknik sekaligus perpisahan ke Jogja.

Bukan sebuah perjalanan yang panjang sebenarnya mengingat asal saya dari Banjarnegara, Jawa Tengah. Jarak tempuhnya cuma sekitar empat jam perjalanan.

Seperti kebanyakan teman lainnya, saya tentu ingin ikut. Kalau tidak salah, biaya iurannya sekitar Rp500 ribu. Kegiatan study tour bukan hanya soal destinasi yang hendak dituju, tapi juga perkara kebersamaan dan kenangan dengan teman-teman.

Sayangnya, saat itu ibu menghendaki agar saya tak perlu ikut ke Jogja. Alasannya sederhana dan cukup masuk akal: keluarga kami perlu berhemat karena sudah mengeluarkan banyak biaya untuk persiapan saya masuk pondok pesantren. Dan, kebetulan pondok itu berada di Jogja.

Meski masih belia, saya sudah agak paham kondisi ekonomi keluarga yang sedang tak baik-baik saja saat itu. Sehingga, saya pun rela untuk tak ikut study tour. Meski, tentu ada rasa sesal. Jogja, akhirnya malah jadi tempat saya menjalani hidup. Namun, saya kehilangan momen bersama teman yang bisa dikenang. Teman yang bahkan satu dekade belakangan tak pernah saya jumpai lagi.

Tak bisa study tour ke WBL Lamongan padahal terbilang tempat wisata “biasa”

Ternyata, tak bisa ikut study tour saat sekolah jadi kenangan tak terlupakan bagi cukup banyak orang. Reza (24) misalnya, lelaki asal Rembang ini pernah gagal ikut wisata bersama teman-teman SD-nya ke WBL Lamongan pada 2009 silam.

WBL Lamongan bukan tempat wisata yang terbilang mewah. Saat ini, tiket masuknya berksisar antara Rp85-110 ribu. Dulu, tentu lebih terjangkau. Dari Rembang menuju WBL Lamongan perjalanannya menulusuri jalur Pantura.

Reza bercerita, saat itu ibunya menyarankan agar ia tidak perlu ikut study tour. Lebih baik mengagendakan di waktu lain saat bapaknya sudah pulang bekerja sebagai TKI di Malaysia.

“Saya ya manut saja. Meski pun di hati ada perasaan iri sama teman-teman. Setelah pulang mereka kan bercerita keseruan rekreasi di sana,” kenangnya saat saya wawancara Kamis (23/5/2024).

Baca halaman selanjutnya…

Uang ratusan ribu bagi sebagian orang nominal kecil, bagi sebagian lainnya penting buat bertahan hidup

Sampai sekarang, Reza masih ingat betul kenangan itu. Kenangan saat ia tak bisa ikut bersenang-senang bersama teman sebayanya. Biaya untuk study tour, buat keluarga kecilnya, tak bisa dibilang ringan mengingat uang terbatas perlu dialokasikan ke berbagai keperluan yang lebih mendesak.

“Dulu seingat saya, biaya iuran sekitar Rp130 ribu. Terlihat kecil tapi itu jumlah yang besar buat orang desa, ada banyak kebutuhan mendesak lainnya,” tuturnya.

Tak ikut saat SMA lebih berat

Kisah lain datang dari Tasya (23), perempuan asal Jambi ini punya kenangan tak bisa ikut study tour saat SMA. Tujuannya memang cukup jauh yakni ke Bromo. Biayanya pun terbilang lumayan.

“Aku lupa detainya tapi sekitar Rp2-3 juta,” katanya.

Tasya sempat mencoba meminta ke orang tuanya. Namun, mereka bilang sedang tak ada biaya lebih karena keluarga sedang banyak kebutuhan.

Beda dengan SD, saat SMA ia sudah mengenal rasa gengsi. Bedanya, Tasya mengaku lebih bisa mengontrol diri untuk tidak merutuki situasi yang keluarganya alami.

“Kadang kalau aku ingat-ingat lagi ya sedih juga. Bukan cuma soal destinasi ke Bromo tapi soal cerita bareng teman-teman,” tuturnya.

Setelah dewasa, mereka yang sempat gagal ikut study tour menganggapnya sebagai tanda bahwa pernah melewati masa berat dalam hidup. Meski kalau mengingatnya agak mengiris hati, Tasya mengaku tak pernah menyesal memutuskan untuk memahami situasi keluarganya saat itu.

Penulis: Hammam Izzuddin

Editor: Agung Purwandono

BACA JUGA Tangis PKL Malioboro, Sekarang Laku Satu Satu Barang Sehari Saja Kadang Sulit, Apalagi Jika Tak Ada Rombongan Study Tour

Ikuti berita dan artikel Mojok lainnya di Google News

Exit mobile version