Kemunculan Harimau Jawa di Hutan Dekat Permukiman, Warga Desa Tak Perlu Khawatir Seperti Orang Kota

harimau jawa.MOJOK.CO

Ilustrasi harimau jawa (Mojok.co)

Berbagai kalangan telah mencoba memecahkan teka-teki eksistensi harimau jawa yang dinyatakan punah sejak 40 tahun lalu. Jika semakin banyak bukti yang mengindikasikan masih adanya karnivora besar di hutan pulau Jawa ini, masyarakat perlu bersiap.

Pada masa lampau, karnivor terbesar yang pernah menghuni Pulau Jawa ini pernah terdeteksi di sejumlah titik seperti TN Ujung Kulon, Gunung Pangrango, Yogyakarta, Probolinggo, Banyuwangi, Blitar, hingga TN Meru Betiri. Terakhir, keberadaannya secara pasti pernah terkonfirmasi di TN pada 1976.

Sebenarnya International Union for Conservation and Natural Resource (IUCN) telah menetapkan harimau jawa punah sejak 1980-an. Namun, masih banyak kalangan yang percaya bahwa kondisi di lapangan berkata sebaliknya. Salah satunya, Direktur Peduli Karnivor Jawa (PKJ) Didik Raharyono yang sejak 1997 melakukan berbagai penelitian dan ekspedisi untuk membuktikan eksistensinya.

Mulai dari pencarian di TN Meru Betiri hingga berbagai hutan di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat lainnya. Terakhir, pada 2018 lalu PJK bersama  Yayasan Astacalla, Kapalla Indonesia, dan sejumlah elemen pecinta alam melakukan ekspedisi 10 hari mencari bukti eksistensi harimau jawa di TN Ujung Kulon.

Bekas cakaran diduga dari harimau jawa di Ujung Kulon (Dok. Tim Ekspedisi Menjemput Harimau Jawa)

Meski menjadi salah satu inisiator ekspedisi di Ujung Kulon lewat PKJ, Didik mengaku saat itu justru sedang fokus mencari bukti kehadiran harimau jawa di lokasi lain. Tepatnya di sebuah hutan jati wilayah Jawa Tengah.

“Kami fokus di kawasan ini (hutan jati Jawa Tengah) sampai dengan wabah Covid-19 melanda,” kata Didik kepada Mojok, Rabu (3/4/2024).

Baca halaman selanjutnya…

Bukti semakin kuat, warga perlu bersiap tapi jangan takut berdampingan

Hasil DNA muncul, kini penduduk Pulau Jawa harus siap berdampingan dengan harimau jawa

Baru-baru ini, bukti eksistensi karnivor besar itu semakin kuat setelah peneliti BRIN merilis hasil tes DNA dari sehelai rambut yang ditemukan di Sukabumi, Jawa Barat. Sampel itu 97% cocok dengan DNA spesimen harimau jawa koleksi Museum Zoologicum Bogoriense [MZB] tahun 1930.

Namun, bagi Didik, keyakinannya terhadap eksitensi karnivor besar penghuni hutan Pulau Jawa ini sudah jauh sebelum bukti itu muncul. Bahkan, sebelum ada hasil tes DNA ia sudah mewanti-wanti bahwa yang perlu jadi perhatian adalah kesiapan warga di tepi kawasan.

“Sejak dulu harimau jawa sudah ada di hutan belakang rumahnya dan kondisinya bagi mereka nyaman-nyaman saja,” kata Didik.

Didik sudah menyampaikan secara terbuka agar warga lebih siap dan tidak perlu khawatir berlebihan terhadap eksistensi harimau jawa sejak webinar KAGAMA Global Tiger Day Agustus 2020 silam. Sejak saat itu, strategi PKJ lebih ke penguatan warga agar secara budaya siap menerima kehadiran kembali hewan tersebut.

Baginya, pemberitaan yang ada harus disikapi secara bijaksana. Jangan karena pemberitaan bahwa hutan di sekitarnya ada harimau dan pengaruh kebudayaan dari kota, menjadikan mereka yang selama ini nyaman harmonis hidup berdampingan dengannya jadi takut.

“Jangan ikut merasa terancam seperti bayangan orang kota yang melihat harimau itu sebagai hewan yang ada di kebun binatang. Menggunakan pagar pengaman,” tuturnya.

Kronologi temuan harimau jawa termutakhir

Geger perbincangan soal harimau jawa yang belakangan ramai jadi pemberitaan sebenarnya bermula dari 2019. Pada 18 Agustus 2019 malam, warga Desa Cipenduy, Sukanumi mengaku melihat seekor harimau di kebun milik warga sekitar desa. Lima warga yang menjadi saksi mengaku bisa membedakan antara harimau jawa dengan macan tutul.

Kalih Rakasewu, salah seorang tim peneliti gabungan BRIN kemudian mengajak warga yang memberikan kesaksian untuk mengunjungi kembali lokasi pada 27 Agustus 2019. Saat melakukan penelusuran, akhirnya ditemukan sehelai rambut yang pada kemudian hari tes DNA-nya cukup identik dengan DNA spesimen harimau jawa koleksi Museum Zoologicum Bogoriense [MZB] tahun 1930.

Selain itu, melansir Mongabay, peneliti dan saksi juga menemukan jejak kaki dan bekas cakar di area tersebut. Hal-hal itu memang jadi tanda kehadiran sang pemuncak rantai makanan hutau Pulau Jawa tersebut.

Penulis: Hammam Izzuddin

Editor: Agung Purwandono

BACA JUGA Dari Jogja Mencari Harimau Jawa 10 Hari Membelah Ujung Kulon, Hutan Jadi Mencekam Saat “Mbah Gembong” Datang

Ikuti artikel dan berita Mojok lainnya di Google News

Exit mobile version