Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA) Darul Hadlonah Rembang tak sekadar menjadi “panti asuhan” yang sebatas menyediakan tempat tinggal. Tapi juga menjadi tempat bagi anak-anak yang dicap “bermasalah sosial” tumbuh sebagai manusia kreatif dan bedaya.
***
Sebelum kini menjadi pengasuh di LKSA Darul Hadlonah Rembang, Syafaah dulu merupakan anak asuh di LKSA yang berlokasi di tengah Kota Rembang itu. Kira-kira sejak 1991-an.
Lulus SMA pada tahun 2000, Syafaah lalu ditarik menjadi pengurus hingga akhirnya menjadi pengasuh di LKSA Darul Hadlonah. Ia lantas berpikir, rasa-rasanya anak-anak asuh perlu lebih dari sekadar tempat tinggal. Tapi juga ekosistem yang mendukung mereka agar tumbuh dengan bekal-bekal untuk mengarungi kehidupan di hari depan.
“Jadi apa yang dulu belum bisa saya dapatkan, sekarang saya perjuangkan ke anak-anak.

Misalnya kuliah, dulu saya nggak bisa. Tahun 2014 saya perjuangkan ke yayasan agar anak-anak berprestasi bisa kuliah,” ujar Syafaah saat saya temui di asrama putri LKSA Darul Hadlonah, Senin (27/10/2025) siang.
Bahkan untuk lanjut sekolah (SMA) di luar Rembang pun—misalnya di Kudus—dulu tidak diperbolehkan oleh yayasan. Lalu kini, atas perjuangan Syafaah, akhirnya diperbolehkan meski dengan catatan harus di sekolah yang berada di bawah naungan NU. Mengingat, Darul Hadlonah sendiri berada di bawah Yayasan Kemanusiaan Muslimat Nahdlatul Ulama (YKMNU).
“Karena saya ingin memberi ruang anak agar terbuka dengan perkembangan dunia. Bahwa anak-anak perlu punya kesempatan keluar,” tuturnya.
Menghadapi keminderan sebagai anak bermasalah sosial
LKSA Darul Hadlonah punya dua asrama: putra dan putri. Ada 39 anak yang menempati asmara putri dan 10 anak di asmara putra. Ada juga 20 anak asuh yang sebenarnya masih tinggal bersama orang tua tapi mengikuti kegiatan di Darul Hadlonah.
Sebagaimana umumnya LKSA atau panti asuhan, rata-rata anak yang tinggal di sana adalah anak-anak dengan masalah sosial. Yatim, piatu, yatim-piatu, dari keluarga tidak mampu, juga dari keluarga broken home.
Syafaah tak menampik, status sebagai “anak panti asuhan” membuat tidak sedikit orang memiliki cara pandang berbeda terhadap anak asuh. Tak bisa dimungkiri, hal itu turut mempengaruhi kondisi mental anak-anak.
“Anak-anak dulu itu nggak percaya diri. Insecure kalau istilah anak sekarang. Di kelas nggak berani unjuk diri, di LKSA juga diem,” beber Syafaah.
Bagi Syafaah, itu adalah sinyal tidak baik. Sebab, jika anak-anak asuh terkungkung dalam keminderan, bagaimana nantinya mereka menyongsong hari depan?
Kesempatan anak asuh untuk tentukan aturan sendiri
Tidak mudah bagi Syafaah untuk membuat perubahan. Pasalnya, dulu pihak yayasan masih saklek pada nilai-nilai konservatisme.
Namun, lambat laun, yayasan memberi ruang bagi Syafaah untuk menyalurkan ide-ide di kepalanya. Sepanjang niatnya demi kebaikan anak dan tidak melanggar norma sosial dan agama.
Syafaah mencoba mengakomodasi bakat dan minat anak. Karena ia tak mau LKSA Darul Hadlonah hanya sekadar menjadi panti asuhan. Misalnya, memberi pelatihan public speaking, menginisiasi kelompok tari dan paduan suara di LKSA, akses belajar teknologi (dengan memanfaatkan lab komputer dari donatur), kursus akademik seperti bahasa Inggris, dan lain-lain.
Syafaah—atas persetujuan dari kepala LKSA—juga tak mau menerapkan sistem otoriter dan ekslusif sebagaimana kebanyakan lembaga berbasis agama. Dia mengajak anak-anak asuh untuk turut terlibat dalam menentukan kepentingan hidup mereka sendiri.
“Di sini (Darul Hadlonah) ada namanya PIK-R (Pusat Informasi dan Komunikasi Remaja). Itu semacam OSIS kalau di sekolah formal. Melalui PIK-R itu, anak asuh menyusun aturan sendiri. Jadi aturan yang berlaku di sini justru bukan dari pengurus atau pengasuh, tapi dari anak-anak sendiri,” jelas Syafaah.
Bagi Syafaah, itu penting untuk mengasah nalar anak, menumbuhkan kesadaran untuk disiplin, dan melatih anak memegang komitmen. Karena jika mereka melanggar aturan yang dibuat sendiri, maka akan malu-malu sendiri.
Bebas bikin program sesuai kebutuhan
Syafaah membebaskan anak asuh LKSA Darul Hadlonah Rembang untuk merancang program apa yang mereka butuhkan sampai menyusun RAB-nya.
“Kalau libur panjang, anak-anak ajukan proposal mau adain lomba atau kegiatan tertentu untuk mengisi waktu. Lomba nyanyi, pidato, nari, macam-macam. Misalnya Desember nanti ada program kursus bahasa Inggris, kami undang guru dari Pare, Kediri,” papar Syafaah.
Kursus bahasa Inggris sebenarnya sempat dilakukan di LKSA Darul Hadlonah Rembang pada masa Covid-19 lalu. Dulu pihak pengurus dan pengasuh lah yang menggagas.
Program tersebut sempat terhenti. Namun, kini, bahkan tanpa dipancing pengasuh pun anak-anak sudah punya kesadaran untuk mengadakannya kembali. Karena anak-anak merasa les bahasa Inggris sangat mereka butuhkan.
“Misalnya juga, KTU kami kan orang IT. Anak-anak minta diajari Canva, ya diajari, karena zaman sekarang ada kebutuhan desain atau ngedit-ngedit,” imbuh Syafaah.
Kadang ada anak yang saking asyiknya berlatih komputer sampai ada komputer yang rusak. Apakah pihak pengasuh marah? Ternyata tidak. Bagi Syafaah, risiko orang belajar ya memang begitu. Berani kotor itu baik, itu semboyannya.
LKSA NU kok nari?
Kelompok tari di LKSA Darul Hadlonah Rembang bisa dibilang paling menonjol. Aktif juga berkegiatan. Tidak hanya tampil di LKSA sendiri, tapi juga menerima undangan di acara-acara eksternal.
Itu sempat membuat Syafaah menerima komplain dari pihak yayasan. Sebab, dengan membawa label “NU”, harusnya anak asuh menonjolkan tradisi-tradisi ke-Islaman seperti hadrah, qiraah, ngaji kitab, dan lain-lain.
“Anak-anak itu kalau urusan agama sudah sewajarnya menguasai. Saya pengin sesuatu yang beda, pengin anak-anak kreatif dan melek seni-budaya di luar hadrah,” kata Syafaah.
Dukungan pendampingan kepengasuhan BSDF
Value unik dari LKSA Darul Hadlonah Rembang itu mencuri perhatian Bakti Sosial Djarum Foundation (BSDF). Darul Hadlonah Rembang lantas menjadi salah satu LKSA yang menerima dukungan pendampingan dari BSDF.
BSDF mulai memberi dukungan pada LKSA Darul Hadlonah pada 2016. Saat itu dimulai dari membangun infrastruktur tambahan untuk LKSA.
Pada 2024 lalu, BSDF mulai masuk untuk memberi pendampingan dalam konteks kepengasuhan. Agar sistem kepengasuhan anak-anak di LKSA menjadi lebih optimal.
“Dari sisi pengasuh, kami dilatih untuk memperbaiki pola asuh dengan pendekatan konseling. Lalu bagaimana mengidentifikasi dan mengakomodasi bakat dan minat anak-anak. Goal-nya nanti ke cita-cita mereka. Jadi bikin semacam rencana, kalau punya cita-cita itu buat ke sana harus bagaimana,” kata Syafaah.
Pihak yayasan tidak terlalu banyak mempertanyakan masuknya program BSDF. Sebab, dari apa yang Syafaah terapkan selama ini, sudah terbukti ada hasilnya. Anak-anak menjadi lebih percaya diri dan berkembang bakatnya. Dengan begitu, dengan adanya dukungan tambahan dari BSDF, mestinya anak-anak bakal mendapat manfaat konkret untuk bekal mereka.
Portofolio untuk bekal anak asuh
Anggi V. Goenadi selaku Master Trainer BNSP RI dan Founder Inkubator Bisnis Permata Bunda yang digandeng BSDF sebagai mentor pelatihan pengasuh dan anak asuh menyebut, sebenarnya sistem kepengasuhan dan pengembangan bakat-minat anak di LKSA Darul Hadlonah Rembang sudah cukup mapan. BSDF masuk untuk melengkapi lubang-lubang kecilnya.
“Ke pengasuh kami kenalkan pola parenting-konseling, penyusunan program, hingga proyeksi karier. Yang sekarang kami dorong adalah bagaimana agar setiap pengasuh LKSA bisa mengidentifikasi potensi dan kebutuhan keterampilan anak-anak,” jelas Anggi.
“Dari situ lalu mengarahkan fokus anak-anak akan ke mana. Hingga akhirnya program yang disiapkan LKSA bisa jadi daya dukung untuk mencapai prestasi sebagai portofolio menyongsong masa depan,” sambungnya.
Anak-anak asuh pun dibekali dengan keterampilan berdasarkan 21st Century Skills 4C. Antara lain, creativity, critikal thinking, communication skills, dan collaboration.
“Itu semua agar anak-anak mulai bisa set-up cita-cita bukan cuma sebut nama profesi, tapi bikin roadmap-nya. Biar mereka kelak bisa punya daya saing,” tekan Anggi.
Anak-anak bermasalah sosial di LKSA Darul Hadlonah Rembang harus “jadi orang”
Syafaah sendiri, selain mencoba memberi ruang pengembangan bakat pada anak asuh, juga mendorong anak-anak untuk kuliah—sebagai bagian dari roadmap untuk maraih cita-cita di masa depan.
“Saya selalu bilang, orang berpendidikan dengan yang tidak itu pasti beda. Kita sama-sama nggak tahu ke depan nanti bakal jadi apa, tapi saya yakin ilmunya pasti bermanfaat,” ucap Syafaah.
Beberapa anak LKSA Darul Hadlonah akhirnya banyak yang bisa kuliah lewat jalur Bidikmisi (sekarang KIP Kuliah). Beberapa yang sudah lulus kuliah pun, kalau meminjam istilah Syafaah, rata-rata juga “menjadi orang”. Misalnya, menjadi guru, kepala sekolah, hingga PNS.
“Kami di pengasuh bangga, keluarga anak asuh juga bangga dan berterima kasih,” kata Syafaah.
Dari pemalu jadi optimis mengejar mimpi
Bekal pendampingan dari BSDF sekaligus dorongan dari Syafaah mengendap salah satunya pada Naila Izzana (17), anak asuh di LKSA Darul Hadlonah.
Izza—panggilan akrabnya—masuk LKSA Darul Hadlonah Rembang pada 2017. Ia dititipkan ke LKSA lantaran kondisi ekonomi usai sang bapak meninggal.
Sepengakuan pengurus dan pengasuh, saat masuk dulu Izza merupakan anak pendiam dan pemalu. Izza sendiri mengakui kalau ia sempat terkungkung dalam rasa tak percaya diri.
“Dulu nggak percaya diri karena nggak ada dukungan. Ibu sibuk kerja. Baru di sini dapat support untuk mengembangkan bakat,” akunya.
“Dulu bahkan dibilang, kalau lulus SMP harus kerja, kalau sekolah tinggi-tinggi biayanya mahal,” sambung Izza.
Perubahan drastis terjadi pada Izza. Semasa SMP, ia dikenal sebagai siswi pasif. Namun, semenjak SMA, ia justru terlibat aktif dalam beragam kegiatan.
Ia aktif sebagai Sekretaris OSIS di sekolah dan menjadi Ketua PIK-R di LKSA Darul Hadlonah Rembang. Sejak di PIK-R ia merasa mendapat pelajaran berharga menjadi seorang pemimpin. Bekal itu kemudian ia bawa di OSIS.
Di kelas pun ia kerap peringkat 1. Ia juga sering mengikuti lomba-lomba akademik seperti OSN. “Saya jurusannya IPS, tapi kan ada jurusan lintas. Nah, di lintasnya saya ambil biologi,” kata Izza.
Izza bercita-cita menjadi seorang ahli gizi. Oleh karena itu, ia bertekad betul agar bisa lanjut kuliah setelah lulus SMA. Selain itu, demi menuju ke cita-citanya tersebut, ia kini sering belajar soal ke-gizi-an.
“Dulu saya terinspirasi dari Umi (panggilan untuk Syafaah), perempuan itu, Nduk, nggak cukup SMA, harus tingkatkan pendidikan. Karena kamu madrasah pertama bagi anak-anakmu,” tutup Izza dengan senyum penuh optimisme.
Syafaah sendiri menjamin, jika anak-anak asuh yang kuliah kekurangan biaya, LKSA Darul Hadlonah juga mengupayakan untuk memberi sokongan dan membuka diri kepada siapa pun yang bermurah hati memberi uluran tangan.
Penulis: Muchamad Aly Reza
Editor: Ahmad Effendi
BACA JUGA: Metode Santri Nalar di LP3IA Rembang, Cara Tak Umum Gus Baha Mendidik Santrinya atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan