Belakangan ini ramai di media sosial Instagram sekelompok muda-mudi yang menjejali kawasan Wisata Religi Makam Sunan Ampel, Surabaya.
Setidaknya, saya menemukan dua akun Instagram yang mengunggah penggalan video tersebut. Yakni @sanzz_n.r dan @inijawatimur.
Keduanya melengkapi unggahan video tersebut dengan konteks caption serupa; menyoroti tren baru di kalangan anak muda yang ziarah untuk keperluan ngonten.
Dari yang tampak di video, mayoritas dari mereka kira-kira di usia 17an hingga awal 20an tahun.
Mereka, yang rata-rata berpasangan (laki-laki dan perempuan), tengah mengantre untuk foto berdua di depan pintu keluar area makam utama Sunan Ampel.
Tak pelak jika kemudian hal tersebut memancing kontroversi. Ada pihak yang tak mempermasalahkan. Namun, tada juga pihak yang tak habis pikir.
Suasana di makam Sunan Ampel Surabaya yang kini jadi lokasi “pacaran halal”.
Anggapan menodai kesakralan makam wali
Beberapa netizen menilai bahwa apa yang dilakukan oleh muda-mudi itu tak sepantasnya dilakukan di tempat sesakral makam Sunan Ampel, yang tidak lain adalah salah satu wali besar di Tanah Jawa.
Ini bukan hanya perkara ngonten saja. Beberapa netizen menduga bahwa muda-mudi yang menjejali area makam utama Sunan Ampel itu adalah sepasang kekasih.
Banyak yang menganggap bahwa hal ini menodai kesakralan dari makan seorang wali. Kecuali jika sudah sah sebagai suami-istri, maka silakan jika ziarah berdua.
“Trend anyar iki zina ne neng makam e poro wali (Trend baru ini zina di makam para wali),” tulis seorang netizen.
“Pacaran berkedok ziarah, gak bahaya ta lur,” timpal yang lain.
“Se gaje gaje gw. Gapernah pacaran di tempat ibadah kek what happen gitu lo. Kaya gada tempat lain buat pacaran. Itu tempat suci woi. Kec udh nikah,” timpal yang lain. Dan masih banyak deretan komentar minor atas video tersebut.
Lebih baik daripada ikut tren negatif
Di sisi lain, beberapa netizen menyebut bahwa justru ini menjadi tren positif di kalangan anak muda.
Sebab, di tengah banyaknya pemuda yang “rusak moral”, ternyata masih ada kelompok anak muda yang, paling tidak, tertarik untuk ziarah ke makam wali.
“Gakpapa biar makin rame daripada mengarah ke hal negatif,” komen seorang netizen.
“Nggak po po lah, daripada melu silat2 tawuran… (Nggak apa-apa lah, daripada ikut silat tawuran…),” respon yang lain.
“Gakpapa, yg penting dia tau dulu Ampel itu kaya apa. Pertama tujuan untuk trend, selanjutnya tujuannya mungkin untuk berziarah,” bunyi netizen yang lainnya lagi.
Tren ‘Pacaran Halal’ di Makam Sunan Ampel
Jauh sebelum video itu viral, saya sempat menggojlok seorang teman yang mengunggah story WhatsApp momen saat ia dan pacarnya ziarah dari makam Sunan Ampel.
“Konsepe piye iki (Konsepnya gimana ini?),” komen saya waktu itu, dengan nada bercanda.
“Pacaran halal, Lur,” jawabnya dengan emot tertawa.
Saya menangkap maksud “pacaran halal” sebagai istilah untuk sepasang kekasih yang pacaran tapi di jalur kesalehan dan Islami. Bukan di jalur kemaksiatan yang bener-bener maksiat, seperti misalnya ngecamp berdua atau check-in hotel.
Setelah ramai video tren ziarah tersebut saya pun mengirimkan link video Instagram pada teman saya itu (panggil saja Dani (26), nama samaran), untuk mendapat komentarnya yang sedikit lebih panjang dari sekadar “Pacaran halal, Lur”.
“Aku sih simpel. Urusan dosa atau nggaknya, ya biar Tuhan ajalah. Yang jelas, niatku dan pacarku baik, ziarah,” jawabnya.
“Foto berdua di depan makam, salahnya di mana? Ya memang sudah zamannya sekarang apa-apa diabadikan (lewat foto),” imbuhnya. “Kecuali kalau mesum di makam. Nah, itu baru goblok!”
Tak jauh berbeda dengan netizen yang tak mempermasalahkan tren tersebut, Dani juga menganggap bahwa tentu menjadi situasi yang positif ketika sepasang kekasih memilih mengisi waktu untuk ziarah berdua.
“Lah daripada check-in hotel? Maksudnya gini, orang itu kalau udah ada gerakan, walaupun sedikit aja, ke hal-hal positif, mbok jangan jadi masalah,” gerutunya.
“Malah kalau ziarah (sama pacar) dianggap salah, nggak pantes, nanti yang ada pada kapok nggak mau ziarah. Giliran mereka kebablasan check-in hotel, nanti dibilangnya moralnya sudah rusa, tanda-tanda akhir zaman,” lanjutnya.
Melihat tren ‘Pacaran Halal’ dari sudut pandang yang luas
Fajar (27) tertawa tipis saat saya mintai pendapat soal tren “pacaran halal” di makam.
Fajar adalah kakak kelas saya sewaktu di MAN Lasem dulu.
Satu alasan kenapa saya langsung kepikiran untuk meminta pendapatnya adalah karena kegemarannya ziarah dari satu makam ke makam tokoh keramat lain di berbagai daerah. Khususnya di Jawa Tengah dan Yogyakarta.
Karena kegemaran ziarahnya itu, teman-teman Aank di UIN Sunan Kalijaga menjulukinya “Sufi Makam”.
Aank, begitu kawannya memanggil, mengharamkan dirinya ziarah ke makam tokoh-tokoh keramat dengan membawa pacar. Tapi kalau untuk orang lain, menurutnya perlu dilihat dari sudut pandang yang agak luas.
“Karena ada temenku, sepasang kekasih, dapat “hidayah” saat ziarah di Gunungpring (Jawa Tengah),” ungkap Aank.
Menurut Aank, sepasang kekasih masih mau ziarah adalah satu langkah kecil untuk kebiasaan-kebiasaan positif selanjutnya. Masih lebih baik ketimbang melakukan hal-hal “tak jelas” yang cenderung melenceng jauh dari agama.
“Tapi ya tetep. Tujuan utamanya adalah ziarah. Mengirim doa ke Waliyullah. Kalau tujuan utamanya cuma ngonten thok, sementara ziarahanya jadi nomer sekian, itu aku nggak cocok,” tuturnya.
“Yang benar-benar menodai tempat sakral (makam wali atau tokoh keramat) adalah kalau ada sepasang kekasih yang pacaran, bermeseraan bahkan sampai mesum. Itu sudah salah kaprah,” tegasnya.
Reporter: Muchamad Aly Reza
Editor: Agung Purwandono
BACA JUGA: Makam Sunan Botoputih dan Penarik Pusaka yang Berpura-pura
Cek berita dan artikel Mojok lainnya di Google News