Beli Honda PCX buat Pamer Sukses ke Tetangga yang Tak Punya Motor Mahal, Awalnya Dielu-elukan Berujung Memprihatinkan

Beli motor Honda PCX buat pamer dan dicap sukses, berujung tragis karena judi online (judol) MOJOK.CO

Ilustrasi - Beli motor Honda PCX buat pamer dan dicap sukses, berujung tragis karena judi online (judol). (Ega Fansuri/Mojok.co)

Sukses itu harus ada wujudnya. Misalnya berupa kepemilikan barang mahal. Setidaknya begitu yang diamini kebanyakan warga di sebuah desa di Rembang, Jawa Tengah. Persepsi itu yang mendasari narasumber Mojok harus repot-repot membeli motor Honda PCX. Sebagai bukti kalau dia layak dianggap sukses. Tapi malah harus berakhir ngenes gara-gara judi online (judol).

***

Jangan berambisi mengikuti standar orang lain. Tidak akan ada habisnya. Dan terlebih, merepotkan diri sendiri. Itulah yang kemudian Silo (26) sesali.

Kata Silo, warga desanya memang punya kecenderungan materialistik. Mengukur sesuatu—termasuk pencapaian seseorang—dari seberapa besar materi yang dimiliki.

Alhasil, seseorang tidak akan dianggap sukses kalau belum memiliki materi-materi besar sebagaimana standar warga setempat. Mau setinggi apapun jenjang pendidikannya, mau sekeren apapun posisi kerjanya, tapi kalau tidak kelihatan wujud materinya, tetap saja dianggap orang gagal.

Sebaliknya. Jenjang pendidikan tidak penting. Jenis pekerjaan sama tidak pentingnya. Pokoknya asal bisa beli barang mahal, berarti sudah sukses.

Motor Honda PCX jadi standar kesuksesan

Setidaknya hingga awal 2019, motor Honda PCX belum masuk ke desa Silo. Harganya terlampau mahal. Mayoritas motor yang dipakai warga desa saat itu umumnya di harga di bawah Rp20 jutaan.

Sebagai kuli proyek domestik (merantau di Batam, Kepulauan Riau), Silo tentu belum bisa menjangkau pencapaian seperti orang-orang yang merantau ke Malaysia: beli tanah, membangun rumah lantai dua, bahkan membeli mobil.

Tapi satu hal yang Silo sadari: Waktu itu untuk kelas kuli proyek domestik dari desanya, memang belum ada yang bisa mencapai standar sebagaimana perantau di Malaysia. Karena memang uang yang dihasilkan hanya cukup untuk hidup sehari-hari.

“Karena mumpung aku masih bujang, aku menyisihkan upahku. Awal tahun 2019, pas aku pulang, langsung kebeli motor Honda PCX,” ungkap Silo, Minggu (13/7/2025) pagi WIB.

Sepengakuan Silo, dia lantas dielu-elukan oleh tetangga. Baik secara terang-terangan maupun halus. Maklum, Silo menjadi orang desa pertama yang membeli motor berbodi besar tersebut.

Silo dianggap jadi pemuda sukses. Dan memang demikianlah yang dia harapkan.

Pamer harga mahal motor Honda PCX

Tiap kali ditanya oleh tetangga, Silo bisa menjawab dengan gagah perihal harga motornya yang lebih di atas Rp20 juta. Karena dia beli baru (bukan bekas), dengan pembayaran tunai pula (bukan kredit).

Matoh tenan kowe, Lo (Keren bener kamu, Lo).”

Wah sepedah larang iki. Duwite akeh mesti (Wah motor mahal ini. Uangnya pasti banyak).”

Ngene iki loh nek kerja tenanan. Ana hasile. Nyata wujude (Begini loh kalau kerja sungguh-sungguh. Ada hasilnya. Nyata wujudnya).”

Kalimat-kalimat sanjungan tersebut tak henti-henti menghujani telinga Silo, masuk kepala dan dadanya, hingga terasa membesar dan membusung.

“Malah sama keponakan ya, pas lihat iklan motor Honda PCX langsung teriak, ‘Loh itu motornya Paklik’. Saking memang belum ada yang punya,” tutur Silo.

Tidak hanya ke tetangga atau orang desa, terutama kepada saudara sendiri, Silo benar-benar bisa agak sombong. Karena dia luput dari dibanding-bandingkan. Sementara saudara-saudaranya yang sepantaran saja, walaupun sudah bekerja, tapi untuk membeli motor atau hp masih harus minta bantuan orangtua.

Baca halaman selanjutnya…

Dari kesombongan berujung memprihatinkan

Kesombongan berganti menjadi kelimpungan

Silo sempat kembali ke Batam untuk kembali bekerja. Sementara motornya dia tinggal di rumah. Katanya, motor Honda PCX itu kemudian sering dipinjam oleh kakaknya.

Di titik itu, Silo juga merasa lebih bisa diandalkan ketimbang sang kakak. Karena kakaknya saja sampai harus meminjam motor Honda PCX Silo, kendati sang kakak sebenarnya punya motor sendiri.

Namun, “situasi menyenangkan” itu tidak berlangsung lama. Awal 2020 Indonesia dilanda Covid-19. Silo sempat bertahan beberapa saat di Batam, meski proyek dihentikan sementara.

“Katanya waktu itu kan sementara. Ternyata Covid-19 makin meluas. Semua aktivitas mandek. Termasuk proyek. Para kuli dipulangkan,” ujar Silo.

Satu tahun berlalu. Silo mencoba mati-matian bertahan hidup mengandalkan sisa upahnya. Sementara pandemi tak kunjung mereda, bahkan makin parah.

“Sebenarnya 2021 itu ada beberapa kuli yang dipanggil mandor lagi. Karena proyek lanjut jalan. Tapi aku nggak dipanggil. Saat kucek ke kuli-kuli yang dipanggil, katanya mandor nggak mau ambil risiko. Karena sedang pembatasan, jadi kulinya diambil yang tua-tua (senior),” tutur Silo. Masuk akal atau tidak, tapi Silo hanya bisa pasrah.

Tergiur judi online (judol)

Sialnya, uang sudah menipis, sementara tidak ada pekerjaan yang bisa Silo lakukan selama pandemi. Proyek-proyek lokalan juga tidak ada yang jalan.

Sialnya lagi, dalam situasi tersebut, Silo tergiur judi online alias judol. Bermula dari nongkrong di warung kopi desa bersama sejumlah pemuda desa yang nasibnya juga sedang pelik, Silo nyaris menghabiskan malam-malam untuk berburu jackpot.

“Ada lah taman yang mengaku jackpot gede, langsung tergiur. Aku ikut-ikutan. Lumayan kan, nggak usah kerja tapi ada pemasukan,” ucap Silo.

Sayangnya, alih-alih jackpot, Silo malah tekor besar. Dia sampai ngutang di mana-mana, untuk judol juga untuk beli bensin dan rokok.

Merujuk data Polri, pandemi Covid-19 memang menjadi awal mula maraknya judi online. Didorong iming-iming uang dalam jumlah besar tanpa harus keras membanting tulang, seseorang rela menggadaikan dirinya dalam iming-iming penuh ketidakpastian dan kelicikan operator tersebut.

Pegadaian jadi jalan terakhir

Tak kunjung jackpot, tapi terjerat hutang besar. Silo hanya menatap motor Honda PCX-nya dengan nanar. Hanya itu satu-satunya harta yang tersisa darinya. Harta yang selama ini dia sombongkan sebagai standar kesuksesan.

Awalnya Silo berpikir untuk menjualnya. Tapi dia gengsi. Sebab, motor Honda PCX itulah yang membuatnya disanjung-sanjung dan dianggap sukses.

“Akhirnya kugadaikan,” ujar Silo.

Kabar “kejatuhan” Silo tak ayal merebak. Dari yang semula dielu-elukan, tiba-tiba menjadi buah bibir: Silo terjerat utang gara-gara judol. Motor Honda PCX Silo akhirnya digadaikan. Dan sekian bunyi gunjingan yang lain.

Silo baru bisa bekerja kembali pada 2022. Kembali ke Batam. Sejak saat itu, hingga sekarang, Silo tengah mati-matian menutup utang-utangnya sembari mengumpulkan uang untuk menebus motor Honda PCX miliknya di pegadaian.

“Mengikuti standar orang lain bisa mencelakakan diri sendiri. Nikmatnya hanya sesaat. Apalagi judi online (judol),” tutup Silo.

Penulis: Muchamad Aly Reza
Editor: Ahmad Effendi

BACA JUGA: Pertama Kali Punya Mobil Pribadi buat Pamer ke Tetangga, Malah Berujung Repot Sendiri hingga Dijual Lagi atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan

 

 

 

Exit mobile version