Awalnya Tak Tega Lihat Anak Sakit hingga Dampingi Istri ke Puskesmas, Lalu Sadar Pentingnya Peran Seorang Bapak

ilustrasi - bapak temani anak periksa stunting. (Ega Fansuri/Mojok.co)

Bagi bapak asal Semarang ini, mengurus anak bukan hanya tugas istri. Ia tak ingin anaknya tumbuh tanpa kehadiran ayah, baik secara fisik maupun emosional (fatherless). Maka, ketika anaknya terindikasi stunting ia tak ingin meninggalkannya sendiri.

Antar anak dan istri ke puskesmas Semarang

Sobirin (43) tak mau menyia-nyiakan kesempatan untuk memeriksakan anaknya yang terindikasi stunting di Puskesmas Sekaran, Semarang. Padahal sebelumnya, ia bersama istrinya rutin mengecek kondisi kesehatan anaknya hingga dokter menyuruh pemeriksaan lebih lanjut.

“Sebetulnya dari usia dua tahun itu kami sudah cek rutin, tapi kali ini agak beda. Nama anak saya masuk daftar pemeriksaan lebih lanjut di Puskemas Sekaran, Semarang,” ucap Sobirin saat ditemui Mojok di Puskesmas Sekaran, Semarang pada Kamis (16/10/2025).

Sejujurnya, itu juga merupakan pengalaman pertama Sobirin, sebab dua orang anaknya tidak pernah terindikasi stunting sebelumnya. Alih-alih meninggalkan istrinya sendiri untuk memeriksakan anak ke Puskesmas Sekaran, Semarang, Sobirin memutuskan untuk mendampingi. 

Ia tak ingin meninggalkan anak dan istrinya sendiri, apalagi anaknya masuk daftar urutan tiga terakhir saat pemeriksaan dokter. Beruntung Sobirin punya shift kerja malam, sehingga ia bisa masih menunggu anaknya sampai selesai pemeriksaan. Sebagai kepala keluarga, ia merasa bertanggungjawab penuh. Ia tak ingin menjadikan kehidupan anaknya fatherless.

Pemeriksaan stunting di Puskesmas. MOJOK.CO
Pemeriksaan stunting di Puskesmas Sekaran, Kota Semarang. (Aisyah Amira Wakang/Mojok.co)

Melansir dari UNICEF tahun 2021, sekitar 20,9 persen anak di Indonesia mengalami fatherless–kehidupan anak tanpa kehadiran ayah secara fisik atau emosional.

“Saya sering menemani anak saya bermain. Dia kan cowok jadi suka lari-lari. Nah, ketika saya tahu dia ada gejala tersebut saya agak sedih,” kata Sobirin.

Ayah punya peran mendisiplinkan anak

Sobirin berujar akhir-akhir ini anaknya jadi susah makan. Sebagai kepala keluarga, Sobirin juga punya peran untuk mendisiplinkan anaknya. Ketika ia tidak mau makan, kadang-kadang Sobirin harus turun tangan untuk membujuk anaknya. Sementara istrinya bertugas menyiapkan makanan.

Sobirin mengaku pelajaran membagi peran tersebut ia dapatkan dari daycare yang rutin diadakan oleh Dinas Kesehatan. Secara umum, program tersebut guna memberikan edukasi kepada orang tua, bagaimana cara memenuhi gizi dan memberikan pola asuh yang optimal kepada anak.

Pendaftaran dilakukan melalui puskesmas di kecamatan yang terdapat daycare Rumah Pelita untuk di-skrining kesehatan terlebih dahulu. Kemudian, jika hasil skrining tidak menunjukkan tanda positif TB dan imunisasi sudah lengkap, maka balita bisa diinden atau masuk langsung ke daycare Rumah Pelita apabila terdapat kuota peserta.

Wali Kota Semarang Agustina Wilujeng luncurkan program Keluarga Cemara di Puskesmas Kedungmundu pada Rabu (10/9/2025). (Dok. Pemkot Semarang)

Layanan daycare rumah pelita bersifat gratis dan ditujukan khususnya bagi keluarga kurang mampu dan keluarga dengan balita masalah gizi.

“Walaupun saya sudah punya dua anak sebelumnya, tapi yang namanya orang tua itu harus selalu belajar karena tiap dari mereka punya karakter yang beda,” kata Sobirin.

Dari program tersebut Sobirin juga tak hanya belajar tentang cara mengurus anak, tapi juga mengurus dirinya sendiri agar punya pola hidup sehat. Dengan begitu, anak-anaknya bisa mencontoh perilaku baik dirinya.

Peran penting ayah dalam mencegah stunting

Sementara itu, Siti (39) mengaku terbantu atas pembagian peran dalam keluarganya. Ia pun tak ingin anak-anaknya tumbuh tanpa kehadiran ayah (fatherless). Apalagi, saat pemeriksaan kesehatan seperti yang harus anaknya jalani. Jujur saja, ia tak berani sendiri.

“Saya beruntung karena suami saya bisa mengantar ke Puskesmas Sekaran, Semarang sekaligus mendampingi,” ucap Siti saat ditemui di Puskesmas Sekarang, Semarang.

Kepala Dinas Kesehatan Kota Semarang, Moch Abdul Hakam menjelaskan peran seorang ayah memang begitu penting dalam keluarga, terutama dalam pemeriksaan kesehatan. Di mana anak tidak boleh ditinggalkan sendiri tanoa kehadiran ayah secara fisik maupun psikologis (fatherless).

Abdul Hakam mengungkap kehadiran ayah yang sering absen sering menjadi kendala tersendiri bagi anak yang mengalami stunting. Beberapa kendala yang menyebabkan ibu hamil tidak mengikuti kelas ibu hamil dan pemeriksaan kehamilan (ANC) secara rutin, yakni:

  1. Kurangnya pengetahuan dan kesadaran. Sebagian ibu belum memahami pentingnya pemeriksaan kehamilan dan manfaat kelas ibu hamil untuk menjaga kesehatan ibu dan janin.
  2. Faktor ekonomi dan pekerjaan. Ibu hamil yang bekerja atau memiliki keterbatasan biaya transportasi sering menunda atau melewatkan jadwal pemeriksaan.
  3. Kurangnya dukungan dari keluarga atau suami. Tidak semua keluarga memberikan dukungan bagi ibu hamil untuk mengikuti kegiatan kesehatan. (contoh: tidak ada yang mengantar)
  4. Rasa takut atau tidak nyaman. Beberapa ibu merasa cemas terhadap hasil pemeriksaan atau tidak nyaman dengan suasana fasilitas kesehatan.
  5. Keterbatasan waktu pelaksanaan kelas. Jadwal kelas ibu hamil terkadang tidak sesuai dengan waktu luang ibu.

“Untuk mengatasi hal tersebut, diperlukan peningkatan edukasi, dukungan keluarga, dan inovasi pendekatan seperti pelaksanaan kelas ibu hamil berbasis komunitas, integrasi dengan program ‘Keluarga Cemara’, serta pemanfaatan media digital untuk edukasi jarak jauh,” ucap Hakam.

Penulis: Aisyah Amira Wakang

Editor: Muchamad Aly Reza

BACA JUGA: Rahasia Sukses Semarang untuk Menggenjot Masalah Stunting hingga Jadi Peringkat ke-2 Terendah di Jawa Tengah atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan.

 

Exit mobile version