Bangunan tua di Sleman, Jogja, dipercaya menyimpan rambut dan kuku Sunan Kalijaga. Ada beberapa mitos yang membersamai keberdaan bangunan tua tersebut. Dari kuda yang menolak berjalan hingga sosok astral berwujud pria berbusana khas Jawa.
***
Pada 2020 silam kondisi bangunan tua di Padukuhan Grogol, Seyegan, Sleman tersebut sebenarnya tampak kurang terawat. Tembok bangunannya retak-retak dan mengusam. Catnya pun mengelupas.
Saya datang ke Grogol awalnya dengan bayangan demikian: kalau 2020 sudah seperti itu, mungkin saja saat ini kondisinya benar-benar mengesankan kalau bangunan tersebut adalah bangunan tua. Tapi saya justru pangling.
Saya sempat kebingungan. Pasalnya, tak ada bangunan kusam seperti 2020 silam. Bangunan tua di Sleman, Jogja, itu kini berwarna biru cerah (menyatu dengan warna gedung SMP Muhammadiyah 1 Seyegan yang berdiri di sampingnya). Dengan kondisi bangunan utamanya yang warnanya juga seperti baru.
Bangunan tua di Sleman Jogja sejak 1941
Pagi itu, Rabu (10/7/2024) suasana di sekitar bangunan tua di Sleman, Jogja, tersebut agak lengang. Saya lalu mengitarinya, mencermati beberapa sudut dari bangunan seluas 3×4 m dengan pagar seluas 6×7 m itu. Barangkali ada petunjuk historis yang melekat sejak awal keberadaannya.
Tapi saya hanya menemukan keterangan tahun pada bagian atas pintu bangunan utama, bertuliskan 18-6-1941.
Menurut keterangan Suyanto (pria menjelang 40-an) selaku juru kunci yang baru, tahun 1941 sebenarnya adalah tahun saat bangunan tua tersebut dibangun. Sementara untuk bagian dalamnya memiliki sejarah yang lebih panjang.
Tempat mengubur rambut dan kuku Sunan Kalijaga
Cerita yang berkembang turun-temurun di Padukuhan Grogol, bangunan tua di Sleman, Jogja, itu merupakan tempat mengubur rambut dan kaku Sunan Kalijaga.
Dari cerita yang berkembang di masyarakat sekitar, dulu Raden Sahid alias Sunan Kalijaga sedang dalam perjalanan dakwah di Jogja. Sunan Kalijaga dan beberapa pengikutnya lantas sempat istirahat di Grogol.
Di lokasi yang kemudian berdiri bangunan tua itu, Sunan Kalijaga merapikan rambut dan memotong kukunya. Saat merapikan rambut, ada beberapa helai rambut Sang Sunan yang rontok (grogoli). Itulah kenapa daerah tersebut diberi nama Grogol.
Rontokan rambut dan kuku Sunan Kalijaga oleh pengikutnya kemudian dikumpulkan dan dikubur.
“Tempat mengubur rambut dan kuku tersebut semakin hari bertambah besar (berupa gundukan),” jelas Suyanto seperti termuat dalam Media Center Pemkab Sleman.
Cerita tersebut tak bisa saya konfirmasi pada data tertulis terkait sejarah dakwah Wali Songo di Nusantara. Hanya saja, di Jogja sendiri ada beberapa situs yang diklaim sebagai peninggalan Sunan Kalijaga.
Selain itu, melansir Jogja Cagar, jejak dakwah Sunan Kalijaga di Jogja juga terkonfirmasi dari peninggalan Masjid Kedondong di Banjararum, Kulon Progo. Masjid tersebut tercatat dibangun pada 1477 atas permintaan Sunan Kalijaga usai singgah beberapa saat di Banjararum.
Baca halaman selanjutnya…
Misteri langkah kaki kuda hingga sosok gaib berbusana Jawa
Langkah kaki kuda di balik munculnya bangunan tua Sleman Jogja
Usai berkeliling, saya lantas menghampiri seorang warga yang tengah memindahkan jemuran. Namanya Yanti, perempuan asli Grogol yang kini berusia 50 tahun.
Awalnya saya minta diantar Yanti untuk sowan ke rumah Suyanto untuk mengulik lebih dalam perihal bangunan berisi rambut dan kuku Sunan Kalijaga tersebut. Namun, kata Yanti, Suyanto baru saja diterpa kabar duka. Sehingga rasa-rasanya agak kurang pas kalau saya bertamu hari itu.
“Saya dari kecil di sini. Bangunannya juga sudah ada. Ceritanya juga orang-orang sini sudah pada tahu. Itu isinya rambut dan kuku Sunan Kalijaga,” beber Yanti.
Perempuan ramah tersebut lalu bercerita sama persis dengan cerita Suyanto di Media Center Pemkab Sleman.
Kata Yanti, bertahun-tahun sebelum 1941, di lokasi tersebut awalnya hanya berupa gundukan tempat mengubur rambut dan kuku Sunan Kalijaga. Sampai akhirnya pada 1940 terjadi hal ganjil terhadap seorang saudagar Jogja yang hendak melintas.
“Waktu lewat area gundukan, kudanya tidak mau melangkah. Mandeg deg. Si Saudagar lalu berdoa, dan konon langsung bisa jalan lagi,” beber Yanti.
Menariknya, usai mengalami hal ganjil itu, usaha si saudagar justru makin maju. Sebagai rasa syukur, ia lalu membuatkan bangunan untuk gundukan tersebut yang kemudian menjadi salah satu bangunan tua di Sleman, Jogja.
“Itu kemudian sempat ditiru warga. Setiap Jumat Pahing bulan Maulud (Rabiul Awal), ada acara midhangan di sini,” jelas Yanti.
Acara tersebut diniatkan sebagai rasa syukur kepada Tuhan YME atas kenikmatan yang sudah diberikan. Berupa doa bersama dan arak-arakan gunungan dari Ngampon, Margodadi dan berakhir di Grogol.
“Arak-arakannya dari Tuk Si Bedug. Itu mata air yang katanya juga peninggalan Sunan Kalijaga,” kata Yanti. Mata air itu konon muncul dari tancapan tongkat Sunan Kalijaga sebelum melakukan perjalanan dan istirahat di Grogol.
Tradisi tersebut sayangnya sudah tidak lagi berjalan di tengah masyarakat Grogol. Kendati begitu, sampai saat ini masih ada saja orang dari daerah luar yang setiap Jumat Pahing singgah ke petilasan Sunan Kalijaga di Sleman, Jogja, itu untuk merapal doa.
Sosok gaib berbusana Jawa
Saat Yanti masih kecil, area petilasan itu tentu tidak seramai sekarang. Masih berupa hamparan tanah terbuka.
Setiap sore, dulu Yanti dan beberapa temannya kerap bermain di sekitaran petilasan. Namun, setiap menjelang Magrib atau selepasnya, para orang tua akan melarang anak-anaknya bermain di sekitaran sana.
“Kalau kejadian gaib saya sendiri tidak pernah mengalami. Melihat penampakan juga tidak pernah. Cuma hawanya dulu itu memang terasa wingit. Apalagi dulu kan belum ada listrik,” tutur Yanti.
Selain itu, ia juga beberapa kali mendengar cerita, ada peziarah di petilasan tersebut yang mengaku dihampiri oleh sosok lelaki (gaib) berbusana khas Jawa. Benar atau tidaknya, Yanti tidak bisa memastikan.
Penulis: Muchamad Aly Reza
Editor: Hammam Izzuddin
Ikuti berita dan artikel Mojok lainnya di Google News.