Sepanjang Juni-Juli 2025, pencak silat PSHT dan karnaval sound horeg menjadi sasaran empuk caci maki publik. Bertepatan dengan momen Suroan Agung pada Juli, beberapa anggota PSHT ndilalah tercatut banyak kasus kekerasan jalanan.
Sementara menjelang 17 Agustusan, karnaval sound horeg tengah benar-benar diresahkan publik. Sampai-sampai MUI Jawa Timur mengeluarkan fatwa “haram”. Sebab, karnaval sound horeg tidak hanya tentang suara pekak, tapi juga mempertontonkan perempuan-perempuan berbaju seksi dan berjoget erotis.
Nah, di dunia ini, ternyata ada manusia yang mengaku paling sial, lantaran harus tumbuh di tengah keluarga yang bergiat dalam dua entitas tersebut. Alhasil, batinnya agak sedikit terganggu.
Punya kakak warga pencak silat PSHT, muak didoktrin sejak kecil
Aura (23), bukan nama asli, sejak kecil sudah sangat akrab dengan pencak silat PSHT. Mengingat, sang kakak sudah sejak kecil pula menjadi bagian aktif dari PSHT di desanya di Jawa Timur.
Kendati perempuan, Aura mengaku tak jarang didoktrin oleh sang kakak bahwa perempuan harus bisa menjaga diri. Caranya, ya harus belajar pencak silat. Kalau belajar pencak silat, perguruan yang tepat ya PSHT.
“Diajari juga caranya mukul, nendang, memiting tangan orang lain,” kata Aura, Kamis (14/8/2025).
Akan tetapi, ketika beranjak remaja, Aura malah merasa muak sendiri. Ketika SMA, Aura tiba-tiba tak merasa tidak tertarik dengan doktrin PSHT yang sang kakak jejalkan. Karena waktu itu dia melihat kalau sang kakak sering sok jagoan, suka gelut dengan pemuda desa lain, sehingga sering menyeret keluarga dalam masalah.
Selain itu, mungkin karena merasa bisa gelut, sang kakak cenderung tak bisa mengontrol emosi. Bahkan terhadap orangtua sendiri kerap membentak jika sedang ada masalah. Padahal hanya masalah kecil.
Aura akhirnya enggan mengikuti ajakan sang kakak untuk memperdalam pencak silat. Walaupun sang kakak selalu bilang, “Pasti kamu akan menyesal.”
Ikut tanggung malu tiap PSHT berulah
Di era media sosial seperti sekarang, Aura semakin membuka mata kalau ternyata PSHT menjadi musuh bersama. Di jagat maya, dia teramat sering melihat caci maki yang dilayangkan kepada perguruan pencak silat tersebut.
“Wajar saja sebenarnya. Karena memang beritanya selalu miring. Jadi publik lama-lama muak dan benci juga sampai menyebutnya hama,” ucap Aura.
Entah kenapa, Aura malah ikut menanggung malu. Padahal dia bukan bagian di dalamnya.
“Karena pasti yang jadi caci maki itu pertama, Jawa Timur-nya kena. Dicap sebagai pusat hama,” kata Aura.
“Terus kakakku itu tantruman. Kalau ada orang menghina PSHT, pasti dia langsung tantrum di media sosial. Misalnya bikin-bikin story playing victim, katanya pencak silat adalah budaya bangsa yang dibenci bangsa sendiri,” sambungnya.
Makin pusing saat bapak jadi keranjingan karnaval sound horeg
Batinnya semakin terganggu ketika kini bapaknya keranjingan betul dengan karnaval sound horeg.
Bapak Aura sejak dulu memang berprofesi sebagai kru persewaan sound system di desanya. Hanya saja, dulu persewaan sound system difungsikan sebagaimana mestinya. Misalnya untuk hajatan dan sejenisnya.
Sementara ketika sound horeg merebak hingga menjadi karnaval yang menyedot animo masyarakat, bapaknya tiba-tiba menjadi bagian dari kru persewaan sound horeg.
“Sekarang bapakku sibuk sekali. Tanggapan lancar. Upahnya sebenarnya gede, cuma aku merasa nggak seneng karena sound horeg diresahkan banyak orang bahkan sampai dihukumi haram oleh MUI,” tutur Aura.
Bahkan kini bapaknya ikut arus orang-orang yang menentang balik fatwa MUI. Katanya, hiburan rakyat dan memberi rezeki banyak orang kok diharamkan.
Aura sempat curhat sama sang ibu, berharap agar si ibu membujuk bapaknya untuk tidak ikut-ikutan sound horeg. Toh tanggapan hajatan dengan sound system normal masih banyak.
“Apalagi kalau karnaval sound horeg itu ada perempuan-perempuan seksi. Tapi ibuku membela bapak, begitu juga kakak. Katanya, semakin banyak karnaval sound horeg, maka keluarga mereka bisa hidup, aku juga bisa lanjut kuliah,” tutur Aura.
Toh, lanjut ibu Aura, di kecamatan mereka, mayoritas masyarakat juga menikmati karnaval sound horeg. Rasa-rasanya hanya orang-orang daerah lain saja yang merasa terganggu. Padahal hanya melihat lewat hp.
Batin tertekan gara-gara kolaborasi PSHT dan karnaval sound horeg
Menjelang karnaval 17 Agustusan, desa Aura di Jawa Timur tengah sibuk-sibuknya mengikuti karnaval sound horeg. Bahkan, di desa aura sendiri ada kolaborasi antara karnaval sound horeg dengan PSHT.
“Jadi yang tampil mengiringi sound horeg nanti nggak cuma perempuan-perempuan seksi. Tapi juga atraksi PSHT,” ucap Aura.
Bukan tanpa alasan Aura merasa batinnya begitu tertekan. Teman-teman kuliah Aura rata-rata sangat sinis dengan dua entitas tersebut. Tak jarang mereka mencaci maki dan tak habis pikir dengan “kearifan lokal” bernama pencak silat PSHT dan karnaval sound horeg.
Setiap ada momen teman-temannya menggunjingkan keduanya setelah melihat media sosial, Aura hanya bisa tersenyum getir sambil ikut tertawa sumir.
Pernah suatu ketika terjadi perbincangan seperti ini antara Aura dan temannya:
“Orang-orang desamu apa juga suka beginian, Ra?”
“Em, eh, nggak, sih. Ada PSHT dan sound horeg, tapi nggak yang fanatik sekali.”
“Kalau aku bakal malu sih kalau hidup di desa yang full hama seperti itu.”
“Nggak, sih. Desaku kondusif-kondusif aja.” Aura menjawabnya dengan batin tertekan. Sebab, tentu saja dia tidak mau jujur kalau kakaknya adalah PSHT fanatik, bapaknya kru sound horeg, dan ibu serta masyarakat desanya begitu menggandrungi dua entitas tersebut. Ironisnya, dia bisa kuliah juga karena sumbangsih dari persewaan sound horeg yang melibatkan bapaknya.
Penulis: Muchamad Aly Reza
Editor: Ahmad Effendi
BACA JUGA: Tak Ikut Latihan Karnaval Sound Horeg karena Fokus Kerja dan Hidup Damai bareng Keluarga: Berujung Dilabrak, Didenda, hingga Dikucilkan di Desa atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan
