Angkringan Pakde Sunyoto yang Beri Pendidikan Terbaik untuk Tiga Anak Perempuannya 

Ilustrasi Angkringan Pakde Sunyoto yang Beri Pendidikan Terbaik untuk Tiga Anak Perempuannya. (Mojok.co)

Bagi Sunyoto (66) atau akrab dengan panggilan Pakde, pendidikan anak adalah segala-galanya. Dari angkringan yang ia kelola, ia ingin anaknya mendapatkan pedidikan terbaik.

***

Saya mampir ke angkringan yang terletak di Jalan Pakuningratan awalnya hanya untuk membeli segelas es tawar, sebagai penolak dahaga saat Jogja begitu panasnya. Namun, obrolan ringan dengan bapak penjual membuat saya menuliskan sedikit kisah hidupnya.

Seorang bapak yang begitu mencintai tiga anak perempuannya. Doa dan usaha ia lakukan agar ketiganya meraih cita-cita yang mereka impikan.

Namanya Pak Sunyoto, 66 tahun, tapi hanya sedikit orang-orang di kawasan Jalan Pakuningratan yang tahu nama aslinya. Ia lebih dikenal sebagai Pakde. Panggilan untuk orang yang dituakan. Nama itu juga yang kemudian melekat di kain terpal angkringannya, “Angkringan Pakde”.

Dari obrolan ringan, akhirnya saya memesan nasi kucing menu daging ayam. Di dalamnya potongan kecil daging ayam dan sambal bawang. “Ini masak sendiri, Pak?” tanya saya. 

“Nggak, Mas, titipan orang,” katanya, Senin (19/2/2024). 

Angkringan yang jadi usaha untuk sekolahkan anak 

Obrolan akhirnya menjadi kemana-mana ketika Pakde cerita mengapa ia buka warung agak siangan. Biasanya ia buka warung lebih pagi karena sekalian mengantar anak perempuannya berangkat sekolah di SMAN 6 Yogyakarta. Salah satu SMA favorit di Kota Jogja yang punya julukan “The Research School of Jogja”. Hal ini karena sekolah tersebut merupakan sekolah yang berbasis riset atau penelitian yang pertama di Yogyakarta dan di Indonesia.

Pakde, di angkringannya Jalan Pakuningratan. Dari jualan angkringan itu ia bisa mencukupi kebutuhan keluarganya, termasuk kuliah anak0-anaknya. (Agung P/Mojok.co)

Pakde bercerita, rumahnya bukan di Pakuningratan tapi di Celeban, Umbulharjo. Sekitar 6 kilometer dari tempatnya jualan saat ini. Sebelum ke angkringan, ia biasa mengantar anak bungsunya, Ayu (17) yang sekolah di SMAN 6 Yogyakarta. 

Pakde mulai jualan angkringan di Jalan Pakuningratan usai gempa melanda Jogja di tahun 2006. Ia awalnya menjadi penjaga malam sebuah tempat di kawasan tersebut. Di sela-selanya, ia diperbolehkan untuk jualan angkringan. Sebelum itu, laki-laki kelahiran Blora ini melanglang buana kemana-mana. 

“Pernah ke Jakarta, Jawa Timur, kerja serabutan, Mas. Sampai kemudian menikah dengan orang Jogja,” katanya. 

Penjual angkringan yang punya anak-anak yang berprestasi

Pakde merasa gagal dalam pendidikannya. Ia tidak mau detail menjelaskan pendidikan terakhirnya. Hanya ia ingin anak-anaknya tidak mengikuti jejak dirinya. Ia ingin anaknya mendapatkan pendidikan terbaik.

“Soal biaya, saya percaya setiap anak punya rezekinya masing-masing. Kami sebagai orang tua hanya bisa berdoa dan berusaha,” katanya yang jualan angkringan dari jam 9 pagi hingga jam 8 malam.

Anak sulungnya, Avi (24) baru lulus Pendidikan Profesi Guru (PPG) setelah sebelumnya menyelesaikan Pendidikan Guru SD di Universitas Sarjanawiyata Taman Siswa. Anak sulungnya itu ingin menjadi guru seperti ibunya. “Kemarin sudah ada mapping, keterima di Kalimantan Barat, tapi belum diambil,” kata Pakde.

Anak pertamanya ini dari SD hingga SMA ia sekolahkan di Yayasan Muhammadiyah. Tujuannya, agar nantinya si sulung paham soal agama dan bisa jadi panutan bagi adik-adiknya.

Anaknya nomor dua Devi (21) tengah menempuh kuliah di Fakultas Pertanian UGM semester empat. Dua anaknya masuk kuliah lewat jalur prestasi. 

Sedangkan, Ayu anak bungsunya saat ini kelas XII sudah mengincar Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) sebagai tempat belajar berikutnya. “Ayu sebenarnya sudah daftar UGM lewat jalur prestasi, nilainya bagus, tapi mundur, karena dia ingin sekolah kedinasan. Takutnya kalau jalur prestasi di UGM keterima, dia tidak bisa cabut,” kata Pakde.

Bangga dengan anak-anaknya mementingkan pendidikan

Pakde paham bahwa biaya tiga anaknya yang bercita-cita menempuh pendidikan terbaik bukan perkara mudah. “Tapi urusan biaya itu urusan orang tua, saya mau mereka itu sekolah setinggi-tingginya, orang tua hanya modal doa dan usaha saja,” kata Pakde. 

Bagi Pakde, hal utama yang ia perjuangan adalah anak-anaknya memperoleh pendidikan tinggi. Masalah biaya biar jadi urusan orang tua. (Agung P/Mojok.co)

Menurut Pakde, selain menggantungkan pendapatan dari jualan angkringan, juga dari gaji istrinya yang jadi guru TK. “Selain biaya pendidikan, kan harus ada juga biaya kebutuhan sehari-hari, uang jajan anak, dan lainnya,” kata Pakde. 

Di sela-sela kami ngobrol, anak sulungnya, Avi datang membawa beberapa plastik nasi kucing dan gorengan. Ia baru saja mengambilnya di rumah penyedia.

Pakde mengatakan, anak-anaknya sudah siap jika harus merantau. Sebagai orang tua, ia dan istrinya merestui. “Avi ini ingin daftar di Kalimantan Timur, yang dekat dengan IKN,” kata Pakde tersenyum. 

Avi mengiyakan omongan bapaknya. Menurutnya, peluang menjadi guru lebih besar di luar Jawa. Baginya tidak masalah jauh dari orang tua, karena yang ia lakukan juga bagian dari membanggakan kedua orang tuanya.

“Anak kedua yang kuliah di Jurusan Pertanian juga sudah  bilang kalau setelah lulus, ingin kerja di luar Jawa. Kami orang tua mendukung saja. Tanggung jawab kami sampai pada pendidikan mereka, soal kerja itu sudah jadi urusan mereka sendiri,” kata Pakde. 

Menurut Pakde, ia tidak khawatir nantinya melepas ketiga anak perempuannya merantau. Sejak kecil sudah ia tempat mental mereka untuk mandiri. “Anak-anak dari kecil sudah bantu orang tuanya di angkringan. Mentalnya sudah tertempa,” katanya.

Avi sendiri yang sadar sebagai anak sulung, membantu orang tuanya semampunya. Ia selama ini nyambi menjadi guru privat untuk anak-anak sekolah, terutama SD. Hasilnya bisa ia gunakan untuk menambah pendapatan keluarga maupun untuk biaya kedua adiknya. 

Penulis: Agung Purwandono
Editor: Hammam Izzuddin

BACA JUGA Angkringan Lik Man Jogja, Pelopor Kopi Joss yang Jadi Minuman Terlarang di Malaysia

Ikuti berita dan artikel Mojok lainnya di Google News

Exit mobile version