Nasi Liwet Bu Wongso Lemu dan Sejarah Dua Warung di Satu Jalan

Suasana Warung Nasi Liwet Bu Wongso Lemu (Novita Rahmawati/Mojok.co).

Nasi liwet adalah salah satu makanan khas dari Kota Solo. Makanan ini identik dengan nasi gurih dan sayur labu siam. Salah satu penjual yang paling dikenal di Kota Solo adalah Warung Nasi Liwet Bu Wongso Lemu.

***

Berlokasi di Jalan Teuku Umar, Keprabon, Solo, Jawa Tengah, warung makan legendaris Bu Wongso Lemu tak pernah sepi pengunjung. Uniknya, tak hanya satu penjual yang ada di jalan tersebut, ada dua warung dengan nama yang sama. Keduanya mengklaim pewaris Bu Wongso Lemu yang asli!

Selasa (4/1) malam, saya mengunjungi salah satu warung yang berada di bagian selatan Jalan Teuku Umar, lokasinya berdekatan dengan Resto Tirai Bambu. Warung terlihat ramai pembeli. Deretan mobil terparkir di depan warung dan hampir semuanya berplat nomor luar kota.

Begitu masuk ke dalam warung, suara merdu nyanyian sinden langsung menyambut. Ia mendendangkan tembang keroncong. Sementara suara riuh rendah para pembeli yang tengah makan sembari berbincang juga menjadi warna tersendiri di warung ini.

Suasana di dalam warung nasi liwet Bu Wongso Lemu mojok.co
Suasana di dalam warung nasi liwet Bu Wongso Lemu (Novita Rahmawati/Mojok.co).

Di dalam, seorang ibu-ibu berusia sepuh, mengenakan baju kebaya dan bersanggul duduk di kursi rotan. Di hadapannya terhampar makanan yang dijajakannya tertata rapi. Ia Adalah Suparmi (65).

Dengan cekatan tangan Suparmi meracik berbagai komponen nasi liwet menjadi sajian lengkap yang menggugah selera. Mulai dari nasi gurih yang diambil dengan centong dari batok kelapa yang ditaruh di atas piring dari jalinan rotan hingga kemudian disiram dengan sayur labu siam dengan topping suwiran ayam kampung, putih telur yang dikukus dan siraman areh. Bagi yang penasaran, areh merupakan santan yang direbus hingga mengental.

Saat datang dan masuk ke warung ini, tiap pembeli bisa langsung memesan. Karena saat itu suasana sedang ramai maka saya tak bisa berbincang banyak dengan Suparmi. Akhirnya kami janjian untuk berbincang keesokan harinya.

Rabu (5/1) sore saya kembali ke Warung Nasi Liwet Bu Wongso Lemu. Namun kali ini bukan Suparmi yang saya temui, melainkan Darsini (48). Ia adalah anak kandung dari Suparmi. Darsini bertugas melayani pembeli sebelum ibunya datang.

Saya lantas berbincang dengan Darsini perihal sejarah Nasi Liwet Bu Wongso Lemu. Darsini bercerita, sekitar tahun 1950, seorang penjual makanan bernama Mbah Karto menjadi penjual nasi liwet di kawasan Keprabon.

Darsini saat sedang meracik nasi liwet (Novita Rahmawati/Mojok.co).

Awalnya, Mbah Karto hanya berjualan dengan pikul di ujung Jalan Teuku Umar. Mbah Karto berjualan di lokasi yang sama setiap harinya. Lambat laun usaha Mbah Karto berkembang dan mulai mendirikan warung. Lokasi warungnya tak jauh dari tempat berjualannya.

“Dulu katanya, simbah berjualan di ujung jalan. Setelah punya warung sendiri, warungnya juga tidak jauh dari lokasi awal. Hanya saja warungnya agak masuk. Ya warung yang sekarang ini,” tutur Darsini.

Usaha warung nasi liwet Mbah Karto kemudian diteruskan oleh anaknya, yakni Mbah Wongso. Saat dipegang oleh Mbah Wongso inilah warung berkembang pesat. Karena perawakan Mbah Wongso yang gemuk atau dalam Bahasa Jawa lemu maka warung ini kemudian diberi nama Wongso Lemu.

“Ini yang ngasih nama juga para pelanggan. Dari Mbah Wongso sendiri tidak memberi nama,” ungkapnya.

Mengurus Hak Paten

Suparmi yang merupakan ibu dari Darsini adalah generasi ketiga Warung Nasi Liwet Bu Wongso Lemu. Di masa Suparmi mulai timbul kesadaran untuk mempatenkan nama warung. Darsini pula yang kemudian membantu ibunya untuk mengurus hak paten nama Wongso Lemu.

“Dulu saya selesai kuliah kan bekerja di Jakarta selama tujuh tahun. Tapi saat itu saya sudah sadar untuk mempatenkan nama Wongso Lemu ini,” katanya.

Nama Bu Wongso Lemu sendiri dipilih langsung oleh Suparmi yang saat itu mengelola warung. Akhirnya dengan bantuan dari Darsini, nama Bu Wongso Lemu kemudian dipatenkan.

Darsini bersama sang ibunda Suparmi (Novita Rahmawati/Mojok.co).

“Warung ini dikelola secara turun temurun, saya sendiri sudah generasi keempat. Sehingga orang lain yang niatnya nggak baik, nggak bisa memanfaatkan. Saat ini hanya keluarga yang bisa membuka warung nasi liwet dengan nama ini,” ucapnya.

Darsini kemudian memutuskan berhenti bekerja dan pulang ke Solo untuk membantu ibunya. Ia juga melebarkan sayap dengan membuka warung baru di sekitaran warung yang sudah ada.

Nama yang digunakan pun sama, Nasi Liwet Bu Wongso Lemu, disertai tulisan ‘asli’ pada spanduk warungnya. Hanya saja yang membedakan, di warung Wongso Lemu yang ada di bagian utara Jalan Teuku Umar, disertai tulisan nama Bu Bayan.

“Sebenarnya itu warung saya. Dulu bahkan di sepanjang jalan ini ada empat warung yang semua menulis nama Wongso Lemu Asli. Satu dikelola ibu, dan tiga lainnya saya yang mengelola. Tapi karena pandemi, saya kemudian menutup dua warung. Sekarang hanya ada dua warung saja yang buka,” ungkap Darsini.

Nama Bu Bayan sendiri diambil karena suami Darsini adalah seorang Bayan atau perangkat desa. Di kampungnya di kawasan Gatak, Sukoharjo, Darsini dikenal sebagai nama Bu Bayan.

Penampakan depan warung nasi liwet Bu Wongso Lemu di Jalan Teuku Umar, Solo (Novita Rahmawati/Mojok.co).

“Mungkin kalau pakai nama saya sendiri malah nggak menarik,” katanya. Sementara untuk tulisan ‘asli’, Darsini hanya ingin meyakinkan pembeli bahwa mereka benar-benar membeli di warung Wongso Lemu yang asli.

Setelah berbincang, Saya kemudian memesan satu porsi nasi liwet dengan paha ayam. Termasuk memesan minuman yang menjadi pelengkap. Biasanya saya memesan wedang kacang atau es kelengkeng. Sayang, saat itu sedang kosong.

Akhirnya segelas es teh mondo (tidak terlalu manis) saya pesan untuk menemani senja dengan matahari yang masih terlihat. Secara tampilan, nasi liwet ini sama seperti nasi liwet lainnya. Sementara dari segi rasa, Nasi Liwet Bu Wongso Lemu sejauh ini tidak pernah mengecewakan.

Rasanya cenderung gurih dengan sayur labu siam yang rasanya light. Di tiap meja disediakan cabe rawit yang direbus sebagai alternatif jika ada pelanggan yang menyukai rasa pedas. Untuk lauk paha ayam yang saya pilih, rasanya gurih umami dari ayam kampung yang direbus dengan sangat lama.

“Kami disini menyajikan makanan yang berkualitas. Bahkan untuk ayamnya, kami ternak sendiri. Jadi jaminan ayamnya ayam kampung,” kata Darsini.

Tiap porsi nasi liwet ini dibanderol dengan harga Rp.18.000. Namun jika pembeli ingin menambah lauk pauk seperti telur ayam, paha ayam, ati ampela, kepala ayam hingga lauk pauk lainnya, dikenai biaya tambahan dengan range harga antara Rp.21.000 hingga Rp 36.000 untuk satu porsi di luar minuman.

Terkait harga, Darsini sendiri mendengar banyak kritikan bahwa makanan yang dijualnya dianggap mahal. Namun tidak masalah jika dikatakan demikian. Sebab selama berjualan, ada daftar harga yang bisa dilihat secara terbuka oleh para pelanggan. Selain itu ia juga menjamin kualitas bahan makanan yang dijualnya baik.

“Dari beras, ayam dan bahan-bahan lainnya pilihan. Biarkan saja semua orang bilang apa, yang penting ada daftar harganya dan saya juga menjamin kualitasnya,” katanya.

Seporsi nasi liwet Bu Wongso Lemu (Novita Rahmawati/Mojok.co).

Diakui oleh Darsini, selama pandemi Covid-19, usaha Nasi Liwet Bu Wongso Lemu mengalami penurunan. Apalagi saat pemerintah memutuskan untuk menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Dari empat warung yang berjualan, hanya dua warung yang akhirnya dipertahankan Darsini.

“Kemarin empat warung, sekarang hanya tinggal dua warung saja. Dua lainnya saya tutup karena puncaknya pandemi kemarin. Soalnya tiap ada pembeli tidak boleh makan di tempat dan harus bungkus. Sementara banyak pelanggan dari luar kota juga. Tapi nggak apa-apa, kami manut sama pemerintah,” katanya.

Saat ini semua sudah mulai berangsur membaik. Warung sudah buka dengan normal dan beroperasi sejak pukul 16.00 WIB hingga pukul 24.00 WIB. Pelanggan pun sudah kembali memenuhi warungnya tiap malam.

Sebelum pandemi, ia membutuhkan sekitar 50 ekor ayam dan 30-50 kg beras tiap harinya. Saat ini tiap hari, Darsini sudah menanak nasi liwet sekitar 30 kg tiap hari.

“Sekarang sudah membaik, tapi belum kembali normal. Harapannya bisa normal seperti dulu,” pungkas Darsini.

Reporter : Novita Rahmawati
Editor     : Purnawan Setyo Adi

BACA JUGA Seporsi Sego Godog Pak Pethel untuk Mengusir Masuk Angin
dan liputan menarik lainnya di rubrik Susul.

 

Exit mobile version