Menunggu Dian Sastro di Gudeg Ceker Mbok Joyo

Saya sedang membayangkan, sedang nikmat-nikmatnya menyantap Gudeg Ceker Mbok Joyo di Jogja yang gerimis. Lantas, Dian Sastrowardoyo datang menghampiri, ikut makan bersamamu lalu ngobrol tentang Cinta yang Berakhir untuk Komisi Pemberantasan Korupsi.

***

Di tempat kerja yang dulu, ada kebiasaan saya bersama teman-teman  kantor selepas menyelesaikan pekerjaan di tengah malam. Sembari pulang, kami mampir di Gudeg Ceker Mbok Joyo di Jalan Maliboro, tepatnya di depan Toko Mas Aneka. Jaraknya tak begitu jauh dari kantor kami di Jalan Pangeran Mangkubumi. 

Saat itu gudeg ini baru buka pukul 23.00, sehingga tak jarang kami jadi pelanggan pertama di hari itu. Ritual makan tengah malam itu tidak hanya di gudeg ini. Kadang bahkan sampai Sate Klatak Pak Bari di Jejeran, Bantul. Jauh sebelum terkenal seperti sekarang ini. 

Malam ini, Jumat (29/10/2021), saya melintas di Jalan Malioboro. Padatnya luar biasaa! Sudah pukul 21.30 dan kendaraan yang melintasi jalanan padat merayap. Di trotoar, manusia-manusia yang rindu suasana malam di Jogja masih enggan beranjak. Mungkin, jalanan Jogja yang basah karena hujan seperti jadi waktu yang tepat untuk menikmati romantisme Malioboro. 

Dari seorang teman, saya mendapat informasi kalau Gudeg Ceker Mbok Joyo tidak lagi ada di Malioboro, tapi pindah ke daerah Taman Sari. Malam yang dingin selepas hujan sempat menggoda untuk mampir dulu di angkringan. Tapi perut yang kangen gudeg juga tak mau diajak kompromi. 

“Yang jualan sekarang cucunya Mbok Joyo, rasanya nggak beda jauh kok,” kata seorang teman yang hobi kulineran malam di Jogja  memberi informasi. 

Di pintu masuk sebuah gang, papan penunjuk Gudeg Ceker Mbok Joyo terpampang jelas. Lokasi tepatnya Jl. Tamanan No.265, Patehan, Kecamatan Kraton, Kota Yogyakarta. Tempat yang digunakan untuk jualan adalah rumah pertama di pintu masuk gang itu. Sepi. Tidak ada pembeli sama sekali.

Gudeg Ceker Mbok Joyo
Gang tempat Gudeg Ceker Mbok Joyo di kawasan Taman Sari. Foto Agung PW/Mojok.co

“Ramainya nggak tentu Mas, tadi sore ramai. Nanti jelang tengah malam biasanya ada lagi,” kata Yuni (39), perempuan yang menjadi penerus Gudeg Ceker Mbok Joyo. Dia adalah cucu mantu dari Mbok Joyo. 

Sigap saya memesan gudeg ceker dan telur. Saya minta tambahan ketela atau singkong. “Dulu nggak ada menu telo, ini saya tambahkan kalau ada yang nggak mau pakai nasi, bisa pakai telo,” kata Yuni. 

Gerimis mulai turun, saya berbincang dengan Yuni tentang sejarah Gudeg Ceker Mbok Joyo hingga tak lagi jualan di Malioboro. Menurut Yuni, Mbok Joyo dulu tinggal di Sagan. Beliau sempat jualan gudeg di Wijilan. Dulu jualannya masih keliling. Sampai kemudian jualan di kawasan Maliboro. Mbok Joyo mulai jualan gudeg sekitar tahun 1968.

“Mbok Joyo itu hanya punya anak satu, laki-laki, kemudian anaknya menikah dengan Bu Dwi Rini. Bu Dwi punya  4 anak laki-laki semua. Nah saya istri dari anaknya yang ragil. Kebetulan hanya saya yang meneruskan usaha gudegnya,” jelas Yuni.

Dulu saat masih jualan di Malioboro, ia membantu ibu mertuanya jualan. Hal yang sebelumnya juga dilakukan Bu Rini saat membantu Mbok Joyo. Ketika Mbok Joyo makin menua, usaha itu diserahkan ke Bu Rini.

“Saya kemudian berinisiatif buka gudeg sendiri. Dulu bukanya di Jalan Brigjend Katamso,” kata Yuni. Berbeda dengan ibu mertuanya yang jualan di Malioboro mulai pukul 23.00 hingga pukul 05.00 WIB, Yuni jualan dari pukul 18.00 hingga pukul 12 malam. 

Tak lama, ibu mertuanya sakit sehingga nggak lagi jualan di Malioboro. Yuni memutuskan untuk tidak melanjutkan jualan gudeg di Malioboro dengan berbagai pertimbangan. Salah satunya karena lokasi di Malioboro memang kecil dan lokasi parkirnya pasti sulit. Tidak seperti di masa lalu. Ia kemudian tetap jualan gudeg di trotoar depan sebuah toko di Jalan Brigjend Katamso. Setelah empat tahun jualan, pandemi datang. Ia akhirnya memutuskan  untuk pindah di rumah seperti sekarang ini.

Lauk di Gudeg Ceker Mbok Joyo. Foto oleh Agung PW/Mojok.co

“Mira Lesmana, Riri Reza, Dian Sastro sama Nicholas Saputra, terus Pak Butet, itu sering pesen gudeg ke tempat saya,” kata Yuni ketika saya tanya siapa pesohor yang kerap mampir beli gudegnya.

“Dian Sastro ke sini?” tanya saya penasaran. 

“Iya Mas.”

“Tahu kapan ke sini lagi nggak Mba Yuni?”

“Biasanya kalau ada acara syuting di Jogja pesan gudeg,” kata Yuni.

Setahu saya, minggu-minggu ini, Dian Sastro sedang ada acara syuting di Jogja. Itu saya tahu dari unggahan Instagramnya Marzuki Mohammad a.k.a Kill The DJ. Sebagai penggemarnya sejak zaman dia menang gadis sampul di tahun 1996, ada peluang ketemu dia di Gudeg Ceker Mbok Joyo nih. Itu yang membuat saya berangan-angan makan gudeg bareng Dian Sastro.

“Kalau jadi, Senin besok Mba Mira Lesmana mau mampir. Kemarin ada orangnya yang bilang. Kalau nggak ke rumah, biasanya Mba Mira nyuruh orang untuk pesan. Katanya lagi syuting di Jogja,” kata Yuni. 

Saya jadi penasaran, gudeg apa yang dipesan para pesohor itu. “Rata-rata itu pesannya ya yang nggak ribet, nasi gudeg, telor, ayam suwir,” kata Yuni. Harga per porsinya juga sangat terjangkau. Misalnya nasi gudeg dengan menu tahu hanya Rp6.000, kalau menunya telur Rp13.000. Kalau telor dan tahu Rp17.000. Paling mahal kalau pakai ayam kampung, Rp35.000. Saya sampai lupa menanyakan harga nasi gudeg ceker yang saya makan. Tapi ketika membayar menu yang saya makan dengan lauk ceker, telur, telo serta teh anget dimintai Rp20.000.

Menurut saya, keistimewaan Gudeg Ceker Mbok Joyo itu rasanya yang nggak terlalu manis. Itu juga diakui oleh Yuni sendiri. Pelanggan-pelanggannya mengatakan suka dengan gudeg Mbok Joyo karena cita rasa yang nggak terlalu manis dan sambelnya juga mantap. 

“Mba Dian Sastro itu suka gudeg di sini alasannya juga arehnya nggak terlalu manis,” kata Yuni. 

Yah, kalau Dian Sastro memang nggak perlu yang manis Mba Yuni…

BACA JUGA Jalan Kaliurang yang Menyimpan Tawa dan Air Mata Seorang Mahasiswa dan liputan menarik lainnya di Susul.

Exit mobile version