Membaca Modus Fakboy dan yang Berharap Jodoh di Dating Apps

Dating Apps atau aplikasi kencan online banyak diandalkan untuk mencari teman kencan. Ada yang serius ingin mendapatkan jodoh dan kemudian menikah. Adapula para fakboy yang sekadar cara mangsa untuk teman tidur.

***

“Tinder, Tantan, dan yang terbaru Bumble, itu bukan buat nyari jodoh. Itu buat nyari pasangan ngentot!” celetuk Pras* (30) ketika kami nongkrong di kedai kopi yang sudah mulai tutup pada Sabtu malam, 17 April 2021. Tidak ada pengunjung lain di kedai kopi yang berletak di sekitar UGM itu, hanya ada saya dan Pras yang membicarakan perihal efektivitas dating apps untuk mencari pasangan serius.

Tinder memang menjadi primadona dating apps di hampir semua kalangan. Konsep yang sederhana dengan swipe kanan profil orang jika suka dan swipe kiri jika tidak suka, lantas ketika orang yang di-swipe kanan ternyata juga swipe kanan profil kita, maka terjadi match dan bisa berlanjut ke obrolan. Konsep itu lantas diikuti dating apps lain seperti Tantan dan Bumble meski dengan beberapa perbedaan.

“Awal mainan Tinder itu zaman kuliah. Niatnya emang mau nyari pacar. Tapi pas sudah match dengan orang-orang, kok malah obrolannya menjurus ke yang nakal-nakal. Ya sudah, nggak jadi nyari yang serius.”

Pras mengatakan sudah diwanti-wanti temannya jika hampir tidak mungkin mendapat pasangan serius melalui Tinder. “Awalnya nggak percaya, eh pas mainan sendiri, baru percaya kalo mainan Tinder itu ya emang buat main-main saja, dan kalau beruntung ya bisa sampai ngamar.”

Tetapi tidak dimungkiri Pras, mencari jodoh itu memang sangat susah, apalagi jika melihat lingkungan kerjanya sekarang yang tidak membuatnya bertemu banyak orang.

“Saya sudah umur segini, nggak punya banyak temen cewek, dan kerja juga di lingkungan itu-itu saja. Ya gimana dapet jodoh? Masa nunggu dikenalin sama temen? Makanya, ya masih nyoba nyari di Tinder sambil iseng gitu, lah,” ujar pria yang sedang merintis usaha di bidang penyedia alat kesehatan itu.

Pras mengatakan, pertemuan pertama itu sangat penting. Dia bisa menilai apakah pasangan date-nya itu cocok diseriusin atau sekadar untuk main-main saja. Menurutnya, semya kelihatan dari gerak-gerik dan obrolannya.

“Kalau ternyata orangnya pas untuk diseriusin, ya saya sebisa mungkin bakal serius. Tetapi jarang yang kayak gitu. Ya emang rata-rata yang mainan tinder itu buat main-main. Malahan ada yang terang-terangan di bio ditulis ‘nyari FWB (friend with benefit alias teman tapi mesra)’, atau ‘one night stand alias cinta satu malam’. Kalo udah gitu, ya mau digimanain lagi?”

Ketika saya tanya apakah pernah berhasil pacaran dan sampai tahap serius dengan yang match di Tinder, Pras mengatakan belum pernah. “Prosesnya kan panjang. Mulai dari chat, terus ketemuan. Eh ternyata cocok untuk diseriusin. Tapi ya gitu, biasanya yang niat diseriusin malah gagal di tengah jalan.”

Cara fakboy mendapatkan yang keinginannya

Dari kegagalan-kegagalan itu, akhirnya Pras tidak terlalu berharap banyak dengan aplikasi dating. Dia masih terus bermain, masih untuk iseng, dan kalau di tengah jalan menemukan yang cocok, ya akan dia usahakan. “Kalau sekarang sih buat seneng-seneng saja. Ya siapa tahu nanti nemu yang cocok, ya diperjuangkan.”

Lantas saya membahas perihal bagaimana modus operasinya sampai berhasil mengajak tidur perempuan-perempuan yang match dengannya. Pria bertubuh gempal itu langsung tertawa-tawa. “Gampang banget itu,” ujarnya di sela-sela tawa.

“Ada dua cara. Yang pertama, kalau sudah jelas match yang bionya ditulis nyari FWB atau nyari ONS (One Night Stand), maka tinggal tembak langsung aja. Ajak mabok di klub, abis itu angkut ke kos atau ke mana gitu.”

Pras menyebutkan bahwa mereka yang memang mencari pasangan FWB atau ONS pasti suka kalau diajak mabok. “Kalau sudah mabok, semuanya gampang,” sambungnya sambil cengengesan. “Nah, cara kedua itu lebih menantang.”

Cara kedua yang dimaksud Pras adalah mencari beberapa pasangan match yang tidak terang-terangan menulis di bio nyari pasangan FWB atau ONS, tetapi dirasa tidak akan menolak jika diajak berhubungan badan. “Keliatan, lah. Dari obrolan chat. Basa-basi dulu, setelah itu nanti move ke WhatsApp, abis itu mulai pancing pake obrolan-obrolan yang agak mengarah ke mabok-mabokan. Kalau dianya ngerespon mau diajak mabok, itu sudah gampang banget. Tinggal angkut nanti,” terangnya.

“Beda lagi kalau yang masih belum terbuka mau mabok apa enggak. Nah itu pendekatannya harus ketemuan beberapa kali dulu. Pertemuan pertama, dilihat orangnya kayak gimana, kalau emang kayaknya bisa, ya tinggal diusahakan di pertemuan berikutnya.”

Bagi Pras, biasanya proses pertemuan terjadi sampai tiga kali sampai akhirnya berhasil tidur dengan pasangannya. “Pertemuan ketiga biasanya ajak makan, terus pake trik andalan para fakboy gitu,” katanya.

Saya yang bukan seorang fakboy lantas keheranan trik andalan yang disebut Pras tadi. Sebelum menjawab triknya apa, terlebih dahulu Pras tertawa cekikian. “Tinggal bilang kebelet boker pas di jalan,” tegasnya. “Itu trik sederhana, tapi asli ampuh.”

Setelah menggunakan trik kebelet boker, Pras bakal ngajak pasangannya ke kos-kosan. Ditinggal beberapa saat di kamar mandi. “Kalau sudah sampai di kos, walah, itu tinggal ngegas saja.”

Menurut Pras, sebagian besar orang-orang yang diajak ke kos dengan trik ini, dilanjut dengan melakukan sentuhan fisik, pasti berhasil ditiduri. Tetapi dia mengaku ada juga yang menunjukkan penolakan. “Menolak disentuh, tapi nggak minta dipulangin. Yang model gini tinggal nunggu waktu saja sih di pertemuan depan.”

Dia menegaskan, di pertemuan berikutnya dia menyiapkan jurus pamungkas lain yaitu obat perangsang yang diteteskan ke minuman pasangannya. “Setelah itu tinggal digas saja. Pasti berhasil.”

Pras mengatakan setelah berhasil mencapai tujuannya, ia tidak berkomunikasi lagi dengan sasarannya. Beberapa memang ada yang mengejar-ngejarnya untuk meminta kejelasan hubungan. “Yang ngejar-ngejar itu aku ghostingin aja. Kelar.”

Ketika saya tanya apakah sampai ada yang marah dan ngelabarak dia, Pras sebagai fakboy pernah mengalami. Tapi ia juga punya cara mengatasinya. “Kita akhirnya ketemu, dianya marah-marah, dan saya ya pura-pura begok saja. Bilang sudah punya pacar, bla bla bla, endingnya ya kelar gitu aja.”

Fakboy lain yang saya temui, Kecap* (25) mengaku belum pernah berhasil urusan mendapat jodoh atau mendapat pasangan tidur menggunakan dating apps. “Nggak ahli di bidang itu. Luput terus,” kata pria ini.

Dia mengaku, sekalinya berhasil match dan diajak ketemuan, bukannya pengalaman indah, yang terjadi justru sebaliknya. “Kan di foto sudah well itu mbaknya. Eh, pas saya jemput malem-malem mau ngedate, penampilannya malah nggilani,” terangnya sambil menghisap Gudang Garam.

“Bajunya warna-warni, celananya juga nabrak warna. Dan rambutnya itu, Mas. Murup! (menyala)”

Ketika saya tanya seperti apa konsep rambut murup itu, Kecap malah kebingungan sendiri. “Ya piye?” ucapnya sambil garuk-garuk kepala. “Diwarnain tapi meling-meling gitu,”

Akhirnya dia membawa mbak-mbak itu ke sebuah kedai kopi yang jauh dari rumahnya. “Kalau ada temen yang lihat saya boncengin mbak itu, bisa habis diledekin saya pasti. Makanya saya bawa jauh-jauh dari area tempat tinggal, Mas.”

Kecap mengklaim dating apps sangat tidak efektif baginya. Justru untuk dia lebih andal di Twitter. “Dulu itu ada fanbase di twitter yang isinya profil orang-orang gitu, nah saya gabung,” tegasnya.

“Konsepnya kan kita ngirim DM, terus DM kita bakal auto jadi postingan. Nah tinggal nunggu ada yang komen, follow, dan lanjut ngobrol. Saya sering dapet dari situ.”

“Tinggal sepik-sepik, terus ajak ngobrol soal minuman keras, terus ajak ketemuan,” terangnya.

“Dulu saya kan jualan anggur merah, nah tinggal nawarin mbak-mbaknya saja mau minum apa enggak, saya bilang punya stok banyak,” katanya.

Modus operasinya adalah melakukan night drive, alias muter-muter Jogja naik mobil di malam hari sambil minum tipis-tipis. “Minum tipis-tipis di mobil, terus kalau sudah habis sebotol, saya bilang, ‘Wah, bahaya ini nyetir sambil mabok,’ padahal saya ya masih kuat-kuat saja misal harus nyetir ke Kulon Progo dan balik ke Kota Jogja,”

Menurut Kecap, setelah mengatakan bahaya kalau harus nyetir sambil minum, dia dan mbak-mbak yang dibawa akan menentukan lokasi untuk lanjut minum-minum. “Kalau mau di kos, ya di kos. Kalau minta di hotel, ya saya bawa ke hotel. Nah abis itu tinggal digas saja.”

Saya lantas ngobrol dengan Vira*(24) di hari berikutnya. Dia mengaku pernah menggunakan Tinder hanya untuk senang-senang dan memang tidak untuk hubungan serius. “Ya niatnya emang iseng. Temen-temen pada main, aku akhirnya ikutan juga.”

Tetapi Vira mengklaim bahwa dia tidak pernah mau berhubungan terlalu jauh dengan pasangan yang match dengannya. “Mentok sampai ngobrol. Ada yang minta nomor WhatsApp nggak aku kasih. Ada yang ngajak ketemuan, aku tolak. Ada yang sampai ngejar-ngejar banget, akhirnya aku diemin saja,” ujar perempuan yang bekerja di sebuah hotel di Jogja itu.

Ketika saya singgung bagaimana pendapatnya tentang dating apps yang justru disalahgunakan untuk nyari FWB atau temen ONS, Vira mengaku tidak terkejut mendengarnya. “Yaelah, nggak usah di dating apps. Di lingkungan temen-temen aja banyak yang kayak gitu. Nggak heran lah.”

Bagi Vira, entah mau nyari jodoh, FWB, atau ONS, semua itu tergantung pemakainya masing-masing. “Tinder dan aplikasi dating lainnya kan cuma alat. Tanpa itu juga kalau mau nyari jodoh, nyari FWB, atau ONS, nyatanya bisa-bisa saja kalo emang niat,” tegasnya. Bagi Vira dating apps itu hanyalah untuk iseng dan ajang cuci mata.

Berhasil serius dari dating apps

Diksi ‘susah’ yang dikatakan fakboy seperti Kecap belum terlalu kuat untuk menegaskan bahwa tidak mungkin mendapat pasangan serius melalui dating apps. Saya membuat voting di Instagram, hasilnya adalah 60% mengklaim bisa punya pasangan serius. Ini kan berarti besar kemungkinan punya pasangan serius menggunakan dating apps.

Aplikasi kencan membuat Rahel dan pasangannya saling terhubung. Foto dok. Rahel
Aplikasi kencan membuat Rahel dan pasangannya saling terhubung. Foto dok. Rahel

Sampai pada akhirnya saya memiliki teman yang temannya ternyata sudah hampir menikah dengan pasangannya, dan mereka bertemu melalui dating apps. Jadilah saya menghubungi Rahel (20), perempuan yang sudah serius dengan pasangannya dan mereka dipertemukan melalui Tantan. Saya dan Rahel lantas membuat janji bertemu pada Senin, 19 April 2021 di sebuah kedai kopi. Kebetulan dia tidak berpuasa, sehingga saya bisa menraktirnya cafe latte ice dengan gula dua puluh mili.

Pengunjung kedai kopi lumayan sedikit, hanya ada banyak driver gojek yang mengantri karena memang sedang ada promo. Dengan lengangnya kedai kopi, obrolan saya dan Rahel bisa berlangsung begitu leluasa.

“Saya ketemu pasangan saya lewat Tantan, Mas. Sudah dua tahun serius. Oktober tahun lalu sudah tunangan, dan Juli besok kami menikah,” tutur perempuan dengan pembawaan ceria tersebut.

Dia menceritakan awal mula menginstal Tantan adalah pada tahun 2019, itu juga karena ditantang teman kerjanya. “Dua tahun lalu ditantang temen, suruh mainan Tantan dan banyak-banyakan like,”

Tak berselang lama, cafe latte ice pesanannya sampai di meja kami. “Nah saya instal, bikin akun, terus mulai swipe-swipe gitu. Dalam dua hari like saya sudah sampai dua belas ribu, sementara temen saya mentok di empat ribuan.”

Rahel mengaduk gula cair di dasar cafe latte icenya menggunakan sedotan. “Itu saya masih punya pacar. Seminggu kemudian saya uninstall itu aplikasi karena mau ketemu pacar. Eh ternyata saya putus sama pacar. Ya sudah, saya instal lagi dan mainan.”

Perempuan asal Gunungkidul itu menjelaskan bahwa dia tidak pernah mencari yang serius di Tantan. Dia semata-mata iseng dan cuci mata. “Saya kapok sama cowok ganteng, Mas. Mantan saya itu ganteng banget, dan saya nggak mau sama yang ganteng lagi. Jagainnya susah. Dilirik sana sini terus. Makanya, mainan Tantan ya sekadar iseng.”

Kepribadian dari orang jauh lebih menarik daripada fisik, dan itulah yang dua tahun lalu dicari Rahel. “Makanya saya uninstall lagi itu Tantan. Ada yang udah ngechat banyak, ada yang minta ketemuan, bahkan ada temen saya yang baru chat sudah minta dikirimin foto-foto syur. Makanya nggak mau mainan aplikasi begituan lagi.”

Ironisnya, Rahel justru menemukan pasangan yang saat ini serius dengannya gara-gara Tantan. “Jadi ceritanya setelah aku uninstal, ada yang follow Instagram aku. Kan aku cantumin di Tantan akunnya. Aku juga follow dia setelah itu. Terus lama kelamaan, kami ngobrol panjang lebar sampai jam tiga pagi. Dia cerita masalah keluarganya gitu, dan saya juga cerita tentang keluarga. Jarang ada yang bisa deep talk di obrolan pertama, makanya saya tertarik. Besoknya, saya ajak ketemuan.”

Menurut Rahel, tidak ada pembahasan mengenai Tantan sama sekali dalam obrolan panjang mereka itu. “Barulah sewaktu ketemu di kedai kopi, dia bilang kalau nemu aku lewat Tantan. Dia swipe kanan aku, Mas.”

Ketika saya tanya apakah Rahel pernah menemukan profil pasangannya itu di Tantan, Rahel mengaku belum. “Nggak nemu dia.” Dari sana, saya iseng tanya apakah kalau nemu profil pasangannya saat ini di Tantan, Rahel akan swipe kanan atau kiri, lantas Rahel menjawab sambil cekikikan. “Swipe kiri, lah. Kalau cuma lihat fisik, pasangan saya itu nggak banget, Mas.”

Rahel tertarik dengan kepribadian pasangannya yang bekerja sebagai staff IT di sebuah hotel itu. “Di pertemuan berikutnya, dia bilang dia mau serius sama saya. Awalnya saya cuma minta temenin belanja sekaligus makan, eh dia yang maksa bayarin. Terus bilang mau serius sambil ngasih kartu ATM-nya, Mas. Gila nggak tuh? Dia bilang, ‘duitku sekarang duitmu juga’.”

Diminumnya cafe latte ice setelah gula cairnya tampak menyatu dengan susu dan kopi. “Setelah itu kami ya berkomitmen gitu aja, nggak ada tembak-tembakan. Terus kemarin tunangan. Terus bulan Juli besok menikah.”

Rahel mengatakan, dia bingung jika ada yang bertanya kenal pasangannya dari mana. Ketika dia bilang kenal lewat Tantan, banyak yang meragukan hubungan mereka akan lama. “Banyak yang ngeremehin gitu, Mas. Tapi ya nyatanya besok Juli kita nikah. Kita juga udah buka bisnis bareng, penyedia layanan internet di area Gunung Kidul gitu. Udah nyicil Expander bareng juga.”

Akan tetapi bagi Rahel, keheranan teman-temannya saat tau dia kenal pasangannya melalui Tantan itu memang wajar. “Ya Tantan kan emang kebanyakan buat seneng-seneng. Makanya, saya ya lumayan beruntung dapet yang bisa diajak serius. Untungnya pasangan saya itu niat nyari saya di IG, Mas. Coba kalau mengandalkan Tantan saja, sudah pasti nggak bakal kayak sekarang ini.”

Saya membuat kesimpulan dating apps hanya akan berperan sebagai media, dan urusan apakah penggunanya akan serius mencari pasangan atau tidak itu ada pada hatinya.

*Nama narasumber kami samarkan untuk melindungi privasi yang bersangkutan 

BACA JUGA Ring Road Yogya dan Melarung Kesedihan Lewat Tangisan Sepanjang Jalan dan liputan menarik lainnya.

Exit mobile version