Gara-gara bikin jajak pendapat soal elektabilitas Pemilihan Umum Mahasiswa (Pemilwa) Fishipol UNY, seorang mahasiswa mengaku mendapatkan perundungan. Tak sekadar cemooh, dia bahkan mendapat intimidasi, ancaman potong telinga, sampai merasa trauma dan takut untuk salat di mushola kampus.
Irwan* (20) tak pernah menyangka kalau “aksi isengnya” bakal berbuah celaka. Ceritanya pada awal Desember 2023 lalu, mahasiswa Pendidikan Geografi UNY angkatan 2023 ini iseng bikin polling elektabilitas di pemilwa fakultasnya.
Kata Irwan, inisiatif itu murni berasal dari rasa keponya. Dirinya ingin tahu soal tingkat keterpilihan para kandidat Ketua Hima Pendidikan Geografi, Ketua BEM Fishipol, hingga Ketua BEM UNY di Pemilwa 2023.
Pada Selasa (5/12/2023) kuesioner jajak pendapat ia sebar. Mulanya, Irwan cek ombak di beberapa grup kelas di jurusannya terlebih dahulu buat mengetahui elektabilitas calon Ketua Hima Pendidikan Geografi.
Ternyata, tindakannya ini mendapat animo yang cukup besar. Irwan pun melebarkan sayapnya ke tingkatan Fakultas. Dia meminta tolong salah seorang kawannya untuk menyebarkan kuesioner ke grup-grup jurusan lain di Fishipol UNY.
Kubu sebelah meributkan kuesioner Irwan
Saat mulai membagikan kuesioner ke grup-grup jurusan lain, polemik pun bermula. Bukannya mendapat data yang ia inginkan, banyak pihak justru mengganggap kuesioner yang Irwan sebar bermasalah.
Salah satu alasannya karena Irwan merupakan anggota tim sukses pasangan calon Ketua dan Wakil Ketua BEM Fishipol nomor urut 2, Roul Alvaro dan Muhammad Awwab. Alhasil, pihak seberang pun menganggap Irwan “nyolong start” karena Pemilwa di Fishipol UNY belum memasuki masa kampanye.
Salah satu mahasiswa yang mempermasalahkan kuesioner bikinan Irwan adalah Janu* (21). Dia merupakan mahasiswa Ilmu Komunikasi UNY angkatan 2022 yang menjadi bagian dari tim sukses paslon nomor urut 1, Argent Prianda dan Oktavia Istiawan.
Sebagai informasi, Janu sebelumnya juga menjabat sebagai Koordinator Pengenalan Kehidupan Kampus bagi Mahasiswa Baru (PKKMB) Fishipol UNY 2023.
Dalam tangkapan layar yang Mojok terima dari jurnalis kampus LPM Philosofis, Janu menuding kalau kuesioner yang tersebar itu ilegal karena bukan berasal dari organisasi maupun birokrasi. Janu juga meminta para mahasiswa untuk berhati-hati pada potensi penyalahgunaan data pribadi melalui kuesioner tersebut.
Panitia penyelenggara juga ikut meributkan polling Irwan
Menurut pengakuan Irwan, pada Kamis (7/12/2023), Janu terus menghubunginya untuk meminta penjelasan soal kuesioner yang ia bikin. Irwan hanya menjawab apa adanya. Namun, Janu terus menghubunginya hingga larut malam.
Bahkan pada Jumat (8/12/2023) pukul 4.45 WIB pagi, Janu mengirimkan pesan ajakan bertemu di pendopo belakang Gedung ISDB Fishipol UNY pukul 13.00 WIB.
“Mereka memintaku hadir buat klarifikasi,” ujar Irwan.
Pada saat yang bersamaan, Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Fishipol UNY ternyata juga mempermasalahkan kuesioner Irwan. Padahal Irwan mengaku kalau sebelumnya sudah mendapat lampu hijau dari Panwaslu buat menyebar kuesioner.
Kenyataannya saat kuesionernya mendadak viral, Panwaslu malah menuduh Irwan melanggar aturan spam, membuat kegaduhan, dan melakukan pelanggaran berat kampanye. Mereka pun mengundang Irwan untuk datang ke Rapat Pleno pada Jumat (8/12/2023) siang. Waktu pertemuan itu sama dengan yang Janu dan kawan-kawannya minta.
“Panwaslu menyampaikan kalau sanksinya bisa pengurangan 15 persen suara.” Akhirnya, pada waktu yang sudah mereka tentukan itu, Irwan menemui kubu Janu dan Panwaslu dengan embel-embel mediasi.
Sudah dapat sanksi, tambah kena intimidasi
Gara-gara kuesionernya bikin gaduh, Panwaslu pun menjatuhkan sanksi yang ternyata lebih berat dari dugaan awal.
Berdasarkan hasil keputusan mediasi, Panwaslu menjatuhkan sanksi pengurangan suara sebanyak 30 persen bagi paslon nomor urut 2. Sementara bagi Irwan, ia mendapatkan sanksi tidak boleh mengikuti kegiatan Pemilwa, baik tingkat universitas, fakultas, maupun prodi. Mereka juga meminta Irwan membuat video klarifikasi.
Ketua DPM Fishipol UNY–yang membawahi Panwaslu, Vicko Dewangga (21) dalam konfirmasinya menyebut kalau sanksi yang mereka jatuhkan sudah sesuai SOP Panwaslu. Menurut dia, sejak jauh-jauh hari pihak birokrasi sudah mewanti-wantinya agar menjaga kerahasiaan, terutama NIM, di tanggal-tanggal pemilihan. Bagi Vicko kuesioner ini bermasalah karena mencantumkan NIM.
“Aku juga sempat menanyakan kepada pihak birokrasi di rektorat, mereka tidak membenarkan tindakan itu,” kata Vicko.
Irwan sendiri mengaku sudah menerima sanksi itu dengan lapang dada. Yang bikin mahasiswa UNY ini merasa sakit hati adalah perlakuan kubu paslon nomor urut 2 sebelum dan selama mediasi. Irwan bercerita, sejak datang di lokasi mediasi saja, Janu dan kawan-kawannya langsung menarik badannya. Beberapa orang juga menggertaknya, mengancam akan menendang dan menyuruhnya untuk segera merekam video klarifikasi.
“Dari Ketua KPU maupun Panwaslu itu mereka melihat, tapi tidak ada tindakan penghalauan terhadap intimidasi tersebut,” jelasnya.
Baca halaman selanjutnya…
Oknum mahasiswa UNY menghujani Irwan abu rokok dan mengancam potong telinga
Oknum mahasiswa UNY menghujani Irwan abu rokok dan mengancam potong telinga
Tak sampai di situ. Irwan juga bercerita kalau beberapa orang juga menghujaninya dengan abu rokok. Kata Irwan, saat dirinya tengah melakukan pemindahan dan penghapusan data–sesuai instruksi Panwaslu–berapa orang menjatuhkan cecekan abu rokok ke wajahnya.
“Abunya itu, mereka menjatuhkannya ke badan saya. Kemudian ke kepala saya dan mengenai tangan kiri saya. Intensitasnya cukup lama,” kata Irwan.
Selama menjatuhi abu rokok, dengan arogan mereka juga menanyai Irwan. Seperti dia asalnya dari mana, anak siapa, hingga permintaan untuk memotong telinganya.
“Mereka ngomong dalam bahasa Jawa, ‘kalau telinga kamu saya minta satu buat gantungan kunci bagaimana?‘,” katanya.
Sejak mendapat perundungan, Irwan mengaku amat trauma. Bahkan dalam beberapa hari selanjutnya dirinya takut ketika hendak pergi ke Gedung Pusat Kegiatan Mahasiswa (PKM). Bahkan untuk sekadar salat saja, ia memilih berjalan ke mushola Fakultas Ilmu Pendidikan dan Psikologi (FIPP) demi menghindari Janu dan kawan-kawannya.
KPU Fishipol UNY sendiri telah mengumumkan hasil rekapitulasi suara pada Rabu (13/12/2023) lalu. Pasangan nomor urut 1 yang Janu dukung, yakni Argent dan Oktavia, menang dengan total 1.052 suara. Sementara jagoan Irwan, Roul-Awwab, hanya mendapat 711 suara. Itu pun masih harus dikurangi 30 persen karena sanksi Panwaslu.
Kata UNY masalah bermuara dari kesalahpahaman
Pihak kampus melalui Wakil Dekan Bidang Akademik, Kemahasiswaan, dan Alumni Fishipol UNY, Mukhamad Murdiono, membenarkan tindakan perundungan yang Irwan alami.
“Kami sudah cek. Kami lihat CCTV dan benar memang yang bersangkutan terlihat dikerubungi banyak orang dekat tembok. Namun, dari rekaman tersebut, kami juga belum bisa mengambil keputusan,” kata Murdiono kepada Mojok, Rabu (17/1/2024).
Setelah adanya laporan perundungan, kata Murdiono, pihak dekanat pun juga segera memediasi pihak-pihak yang terkait. Termasuk korban, terduga pelaku, dan panitia pelaksana Pemilwa Fishipol UNY.
Dari mediasi tersebut, dia menyebut kalau yang dilaporkan sebagai bullying tersebut sebenarnya hanyalah kesalahpahaman saja.
“Dari hasil pertemuan kami semua, pihak tertuduh mengakui telah menekan korban. Tapi tidak ada unsur kekerasan di dalamnya, hanya semacam diinterogasi saja. Kebetulan juga ‘kan antara korban dan terduga pelaku kubu di Pemilwa ini, jadi gesekan itu biasa. Perkara pun sudah berakhir damai,” sambungnya.
Minta mahasiswa UNY untuk lebih bijak
Meskipun telah damai, Murdiono cukup menyayangkan tindakan intimidatif dari terduga pelaku. Menurut dia, tidak selayaknya antarmahasiswa melakukan tindakan intimidasi, mengancam, atau bahkan melakukan kekerasan hanya karena berbeda pandangan politik.
“Ini mungkin bisa kita jadikan pembelajaran, proses pendewasaan. Jangan hanya karena pelaku itu 01 dan korban itu 02, lantas kita boleh menyerang mereka secara berlebihan. Apalagi ini lingkungan kampus,” ujar Murdiono.
Ia juga berpesan agar ke depan, mahasiswa bisa lebih bijak dalam memaknai kontestasi politik di kampus. Kata dia, harusnya mahasiswa jangan hanya melihat politik sebagai prosedural saja, tapi juga secara substansial.
“Jangan lihat politik itu hanya proses memilih saja, tapi maknai juga nilainya. Bagi saya perundungan tadi terjadi karena kita kurang bijak, seolah kontestasi politik hanya prosedural saja,” pungkasnya.
*bukan nama sebenarnya, mahasiswa UNY disamarkan identitasnya demi keamanan
Penulis: Ahmad Effendi
Editor: Agung Purwandono