Tak hanya rawon, tahu tek bisa dibilang menjadi kuliner yang amat lekat dengan Surabaya. Makanan yang terdiri dari lontong, tahu, telur, dan baluran bumbu kacang (yang dicampur dengan petis) ini sangat mudah ditemui di banyak tempat. Mulai dari gerobakan, warung, bahkan restoran.
Salah satu tahu tek yang legendaris di Surabaya dan cukup termasyhur adalah Tahu Teck-Teck Haji Ali. Mojok.co berbincang dengan pengelola warung tahu tek yang sudah eksis selama tidak kurang dari 60 tahun tersebut.
***
“Ke Surabaya kalau nggak nyoba rawon atau tahu tek ya kurang afdal. Itu dua makanan favorit bapak zaman masih merantau di sana,” ujar bapak saya berulang-ulang tiap ia menelpon untuk sekadar bertanya apakah saya sudah makan atau belum.
Perkataan bapak itu pula yang malam itu, Rabu,(11/01/2023) mengusik rasa penasaran saya untuk mencari informasi, barangkali ada tahu tek legendaris di Surabaya yang masih termasyhur dan eksis sampai saat ini.
Lalu ketemulah saya dengan warung Tahu Teck-Teck Haji Ali yang ternyata masih satu kawasan dengan warung Bebek Purnama Asli (Umi Mardiah) dan Bebek Purnama Pak Saridin. Persisnya di Jl. Dinoyo No 147, Keputren, Kecamatan Tegalsari, Surabaya.
Maka pada Kamis, (13/01/2023) sore saya meluncur ke lokasi sekalian mengisi perut yang sedari asar sudah bergemuruh.
Tak sulit menemukan warung Tahu Teck-Teck Haji Ali karena lokasinya berada persis di pinggir jalan raya. Banner warungnya pun cukup mencolok sehingga mudah teridentifikasi.
Berawal dari ‘rezeki yang tertukar’
“Secara umum dinamakan tahu tek kan karena dulu penjualnya keliling sambil mukul-mukul pikulannya. Karena bunyinya ‘tek tek tek’, jadinya disebut tahu tek,” jelas Pak Fattah (52), pengelola warung Tahu Teck-Teck Haji Ali saat ini.
Pendapat lain ada yang menyebut bahwa asal-usul pemberian nama tahu tek adalah dari bunyi gunting saat digunakan untuk memotong tahu, telur, dan kentang sebelum disajikan dalam satu piring. Bunyi ‘cak cak cak’ yang sepintas juga terdengar ‘tek tek tek’ saat proses memotong itu yang disebut melatarbelakangi penamaan tahu tek.
“Saya anak pertamanya Haji Ali. Bisa dibilang generasi kedua. Warung ini sudah jualan sejak 1962,” imbuh Pak Fattah.
Pak Fattah bercerita, sebelum merintis warung tahu tek, abahnya, yakni Haji Ali yang merupakan orang asli Lamongan adalah seorang petani desa biasa. Haji Ali kemudian memutuskan untuk mencoba peruntungan lain dengan merantau ke Surabaya.
Sebelum berjualan tahu tek, beberapa lini usaha sudah pernah dicoba oleh Haji Ali. Namun, tak ada yang bertahan lama.
Termasuk yang pernah dijajal oleh Haji Ali adalah jualan soto Lamongan sebagaimana umumnya para perantau dari Lamongan lainnya. Yang unik, saat jualan soto Lamongan inilah Haji Ali sempat mengalami “rezeki yang tertukar”.
“Dulu abah kan jualan soto, terus temannya bapak jualan tahu tek. Sotonya bapak nggak laku, tahu tek temannya bapak juga nggak laku. Akhirnya keduanya berunding untuk tukar posisi. Abah yang jualan tahu tek, sementara temannya bapak jualan soto. Eh ternyata jodoh. Tahu teknya abah jalan terus, begitu juga soto temannya bapak,” beber Pak Fattah.
Tak pindah tempat sejak 1970
Menurut keterangan Pak Fattah, di masa-masa awal jualan tahu tek pada 1962, Haji Ali keliling dengan memikul dagangannya dari gang ke gang di sekitaran Keputren.
Sampai akhirnya, setelah merasa memiliki banyak pelanggan, pada 1970-an Haji Ali berani membeli satu lahan untuk dijadikan warung. Yang mana lokasinya masih dipakai hingga saat ini. Bahkan secara bangunan pun tak banyak yang diubah oleh Pak Fattah selaku penerus.
“Biar masih ada kesan lawasnya. Warungnya itu kan yang menyimpan sejarah,” ungkapnya.
“Dulu tiap ada bunyi ‘tek tek tek’, orang-orang kampung sini sudah hapal kalau itu Pak Ali. Karena sudah banyak dikenal, ya sudah abah nekat saja buka warung. Tapi Alhamdulillah ternyata kok banyak juga orang yang makan di sini,” tambahnya.
Haji Ali sendiri benar-benar berhenti mengurus warung pada 2014, tahun saat ia mengembuskan nafas terakhirnya.
Sejak saat itu pula secara otomatis warung Tahu Teck-Teck Haji Ali diteruskan oleh Pak Fattah selaku anak pertama Haji Ali. Pun karena sang adik sudah memilih bergelut di pekerjaan lain, maka kepada Pak Fattah lah estafet Tahu Teck-Teck Haji Ali diserahkan.
“Kalau dari abah sebenarnya berpesan, seumpama dapat kerjaan lebih baik, nggak apa-apa kalau nggak meneruskan warung. Tapi saya milih meneruskan,” ungkap Pak Fattah.
Alasan Pak Fattah memilih meneruskan usaha abahnya tersebut karena ia merasa sayang saja jika warung selegendaris itu harus tutup tanpa ada yang melanjutkan. Apalagi, bagi Pak Fattah, warung itulah yang menopang hidupnya sejak kecil sampai lulus sebagai seorang sarjana.
Alasan-alasan itu pula yang membuat Pak Fattah memutuskan berhenti dari pekerjaannya di salah satu percetakan demi fokus mengurus warung.
“Sejak kecil saya sudah bantu-bantu. Waktu sudah kerja sendiri pun sorenya saya tetap bantu-bantu. Jadi saya sudah paham caranya,” tegas Pak Fattah.
Warung tahu tek yang buka sejak pagi
Lazimnya warung tahu tek di Surabaya buka pada sore hingga malam hari. Namun, pakem tersebut tak diikuti oleh warung Tahu Teck-Teck Haji Ali.
Sejak dikelola oleh Pak Fattah, warung Tahu Teck-Teck Haji Ali sudah buka mulai pukul 10.00 WIB. Terkesan nggak umum, tapi diakui Pak Fattah hal itu adalah bagian dari strategi marketing; upaya menjangkau lebih banyak konsumen.
“Awal-awal dicoba memang agak aneh. Soalnya tahu tek itu kan jajanan malam. Lah ini kok bukanya sejak pagi,” tutur Pak Fattah.
Pak Fattah menuturkan, ternyata banyak konsumen yang pengin sarapan atau makan siangnya pakai tahu tek. Yang memesan lewat aplikasi pesan antar di siang hari juga banyak. Sehingga baginya buka sejak pagi adalah strategi yang tepat. Lebih-lebih, kebanyakan warung tahu tek di Surabaya bukanya baru di sore hari.
“Masa mau makan tahu tek saja harus nunggu sore. Jadi saya ngambil peluang itu, buka lah dari jam 10 (pagi),” terangnya.
Strategi marketing itu juga yang membuat nama warungnya berbeda dengan yang lain. Pak Fattah memutuskan menggunakan nama ‘teck-teck’ bukan tek-tek seperti pada umumnya.
Satu porsi tahu tek di warung Haji Ali bisa ditebus dengan harga Rp19 ribu kalau tidak pakai telur. Sementara jika pakai telur, maka nambah Rp2 ribu menjadi Rp21 ribu. Tentu sedikit lebih mahal dari kebanyakan tahu tek di Surabaya. Namun itu adalah harga yang masuk akal untuk ukuran warung dengan histori yang panjang.