Gado-gado Arjuna di Surabaya tercipta karena suami yang menuruti keinginan istri. Sejak berdiri tahun 1960-an, warung makan ini tetap menjaga bumbu rahasianya.
***
Kuliner legendaris selalu menarik minat para pelancong, entah karena rasa maupun cerita yang menyertainya. Di Surabaya, selain lontong balap dan rujak cingur, kuliner legendaris yang tidak boleh dilewatkan saat mengunjungi Kota Pahlawan adalah Gado-gado Arjuna Pak Satumin.
Sabtu (28/01) siang, saya menyempatkan waktu untuk mencicipi kuliner legendaris ini. Setelah menghabiskan sepiring gado-gado, saya memohon izin kepada seorang pegawai untuk bertanya kepada pemiliknya tentang gado-gado dan kisah-kisah lain di baliknya. Saya dipertemukan secara langsung dengan anak kedua dari Pak Satumin sekaligus pewaris resep gado-gado legend ini. Ia bernama Bu Watik (70).
Dari es kacang ijo menjadi gado-gado
Bu Watik bercerita bahwa usaha pertama orang tuanya sebenarnya bukan gado-gado, tetapi es kacang ijo.
“Bapak berjualan es kacang ijo di area Pasar Tembok, Mas. Lumayan laris, karena bapak menggunakan gula asli, bukan gula obat,” ungkap Bu Watik. Setelah bertahan lumayan lama, tiba-tiba Ibu Soepik, istri Pak Satumin mengatakan bahwa ia ingin mencoba berjualan gado-gado. Akhirnya, Pak Satumin mencoba menuruti kemauan istrinya.
Kacang ijo pun mulai beralih ke gado-gado. Bu Watik juga menambahkan bahwa pada hari pertama mencoba berjualan gado-gado, orang tuanya hanya membawa 1 kg bumbu, namun dalam waktu dua jam sudah habis.
Sejak saat itu, Pak Satumin dan istrinya merintis usaha gado-gado yang laris manis itu dengan gerobak dorong sekitar tahun 1964-an. Karena pelanggan semakin bertambah, jumlah bumbu pun jadi makin banyak. Tak hanya bumbu yang kian bertambah, Pak Satumin juga mulai memikirkan untuk tempat yang lebih nyaman.
Akhirnya, pada tahun 1987 berpindah ke sebuah bangunan yang hingga kini diteruskan oleh Bu Watik. Lokasinya berada di Jalan Arjuna nomor 127, Kecamatan Sawahan, Kota Surabaya, Jawa Timur. Saat ini Bu Watik dalam sehari dapat menghabiskan bumbu mencapai 30 kg. Agaknya ini yang bisa saya sebut sebagai berkah menuruti kemauan istri, dari es kacang ijo menjadi gado-gado.
Kerahasiaan resep
Selain menyimpan sejarah yang menarik, Gado-Gado Arjuna memang memiliki rasa yang memanjakan lidah. Penyataan ini cukup divalidasi dengan keluar-masuk pembeli silih berganti, baik yang makan di tempat maupun yang take away.
Bahkan pada saat saya berkunjung, cenderung lebih banyak yang take away. Capaian ini sejatinya tidak diperoleh dengan mudah, karena selalu ada resep yang harus dijaga kerahasiaan maupun kualitasnya.
“Saya tidak pernah memberitahu karyawan saya terkait bahan-bahan yang saya gunakan. Karyawan tinggal mengolahnya saja,” ucap Bu Watik. Kehati-hatian inilah yang membuat rasa dari Gado-gado Pak Satumin memiliki ciri khas tersendiri jika dibandingkan dengan gado-gado yang lain. Saking hati-hati menjaga resepnya, Bu Watik dan saudara-saudaranya harus menyimpan kertas resep bumbu gado-gado ke dalam sebuah loker/brankas.
Sementara untuk menjaga kualitas rasa, Bu Watik sangat berhati-hati dalam memilih bahan baku bumbu gado-gado. Sebut saja terkait jenis kacang sebagai bahan utamanya. Bu Watik hanya mau menggunakan jenis kacang Tuban untuk bumbu gado-gadonya yang biasa ia beli di Pasar Pabean. Selain kacang Tuban, ia tidak mau.
Pernah suatu ketika Bu Watik membeli kacang yang menurut pengakuan pedagangnya adalah jenis kacang Tuban, namun setelah dicek di rumah ternyata bukan kacang Tuban. “Langsung aku bilang ke penjualnya, Mas bahwa aku nggak akan beli ke dia lagi,” tutur Bu Watik. Menurutnya, kacang Tuban saat diblender dapat menghasilkan minyak yang lebih banyak daripada jenis kacang-kacang yang lain.
Resep khusus keluarga
Gado-gado Arjuna pada dasarnya merupakan bisnis keluarga, sebab yang boleh (dan bisa) membuka usaha gado-gado dengan label Arjuna hanya keluarga Pak Satumin. Meskipun usaha Pak Satumin memang diteruskan oleh Bu Watik, saudara-saudara dari Bu Watik juga ada yang membuka Gado-gado Arjuna di pujasera maupun gerobak pribadi.
Satu hal yang pasti adalah semuanya masih keluarga Pak Satumin. Bu Watik juga mengisahkan kejadian kurang menyenangkan di Kediri bahwa ada sebuah warung gado-gado yang memasang label Arjuna, padahal adiknya yang di Kediri tidak membuka di sana.
Setelah mendengar kabar itu, saat itu juga Bu Watik langsung berangkat menuju ke sana untuk sidak. “Awalnya dia mengaku bahwa asli Arjuna, Mas. Saya langsung menganjurkan untuk menutup warungnya hari ini juga. Dia tetep ngeyel, akhirnya saya mengaku bahwa saya pemilik Gado-Gado Arjuna. Kalau mau cara kekeluargaan, segera tutup atau copot label Arjuna-nya karena ini sudah dipatenkan. Baru dia minta maaf dan mau menutup warungnya,” tutur Bu Watik panjang lebar.
Karena bisnis keluarga, Pak Satumin mengajari seluruh anaknya yang berjumlah sebelas terkait resep rahasia tersebut. Ia juga berpesan bahwa seluruh anak cucunya harus bisa membuat bumbu gado-gado ini. Hal ini merupakan bentuk upaya menjaga eksistensi Gado-gado Arjuna agar tetap berlanjut di generasi-generasi selanjutnya.
Oleh sebab itu, Bu Watik selalu berpesan kepada anaknya untuk bisa membuat bumbu gado-gado. “Kalian mau S1, S2, atau S berapapun nggak ada masalah, namun kalian harus bisa membuat bumbu gado-gado sesuai dengan resep yang diwariskan kakek,” pesannya.
Berkah sedekah
Bagian lain yang Bu Watik sadari terkait kesuksesan Gado-gado Arjuna adalah faktor selain kualitas rasa, yakni tentang berbagi rezeki kepada orang lain. “Rezeki semua dari Allah, Mas. Alhamdulillah. Saya paham bahwa di dalam uang kita, ada rezeki orang lain,” ungkap Bu Watik. Guna menjaga keberkahan itu, Bu Watik selalu mengusahakan program Jumat Berkah dengan cara membagi 20 porsi gado-gado ke tetangga-tetangga sekitar.
Bagian inilah yang membuat saya kagum, karena ada yang menyadari bahwa dagang tidak hanya cerita tentang untung dan rugi, tetapi juga tentang nikmat yang harus disyukuri lewat saling berbagi.
Penulis: Akhmad Idris
Editor: Agung Purwandono
BACA JUGA: Suara Hati Pak Bukhori, Penjual Nasi Minyak Surabaya yang Dihujat Warganet dan reportase menarik lainnya di kanal Liputan.