Penjual Cilok Legend Jogja yang berada di Alun-alun kidul sudah bertahan lebih dari 30 tahun. Ketika pemiliknya meninggal, warga Jogja yang jadi pelanggan setia sejak masih belia berduka. Kini, usaha itu terus bertahan diteruskan istri dan anak.
***
Sambil duduk di angkringan, mata saya tertuju kepada seorang ibu-ibu penjual cilok bertuliskan “Cilok Legend Spesial Sambal Kacang” di sisi barat Alun-alun Kidul Jogja. Sejak tadi ia tak henti-hentinya melayani orang yang berhenti dari motor untuk membeli cilok tersebut.
Pada Rabu (24/4/2024) pagi kemarin saya datang ke Alun-alun Kidul Jogja, awalnya bukan untuk menulis kisah penjual cilok. Melainkan untuk menulis kisah sejarah Bangsal Gajahan, kandang gajah Keraton Jogja yang dulu jadi hiburan warga. Namun, penjual itu mengalihkan perhatian saya.
Beranjak dari angkringan, saya lantas mencoba memesan cilok tersebut. Sekaligus bertanya kepada perempuan bernama Siti Zumiatun (47) tentang kisah Bangsal Gajahan yang terletak persis di belakang sepeda jualannya.
Ternyata memang tidak salah, Siti, cukup tahu banyak mengenai Alun-alun Kidul Jogja. Suaminya, dulu sudah jualan cilok di sini sejak sekitar awal 90-an. Merintis usaha ini sebelum menikah dengan Siti.
Ternyata nama legendaris memang bukan sekadar jargon belaka. Siti mengklaim kalau suaminya terhitung penjual awal cilok di Jogja. Agak berbeda dengan cilok di Jawa Barat, cilok legendaris ini ukurannya kecil-kecil.
“Orang juga dulu menyebutnya salome,” cetusnya.
Selain ukurannya yang kecil dan sambal kacang, ciri khas cilok ini adalah penggunaan chilli oil atau minyak cabai. Menambah cita rasa pedas gurih yang khas. Baru kali ini saya temui pedagang cilok yang menggunakan minyak cabai untuk penambah kesedapan rasa.
Semua racikan bumbu itu, menurut Siti, tercetus dari suaminya. Cita rasa yang terus ia pertahankan meski sang suami telah tiada.
“Suami saya sudah meninggal Mas tahun 2021 lalu,” katanya sambil mengudek sambal kacang untuk melumuri cilok. Suaminya meninggal karena sakit jantung.
Cilok Legend Jogja dengan harga terjangkau yang bikin orang Klaten rela ke Jogja
Cilok Legend memang jadi saksi kisah Siti dengan almarhum Sahir. Keduanya merupakan perantau dari Jepara. Siti baru merantau ke Jogja setelah menikah. Sedangkan Sahir sudah terlebih dahulu datang ke Jogja karena ikut dengan kakaknya. Sahir, bahkan dulunya sekolah di Jogja.
Kini, Siti bersama kedua anaknya lah yang menuruskan bisnis jualan cilok legendaris. Ia berjualan di Alun-alun Kidul Jogja saat pagi dan di dekat Pasar Ngasem saat sore.
Saat kami berbincang, pembeli tak henti-hentinya datang menghampiri lapak Siti. Beberapa, seperti sudah tampak akrab.
“Banyak pelanggan lama memang,” ujarnya tersenyum.
Orang bisa membeli cilok ini dengan harga yang relatif terjangkau. Kebanyakan membeli Rp5000 tapi ada juga yang membungkus dengan harga Rp3000 saja. Harga yang dibuat terjangkau ini lantaran dulunya memang cilok legendaris Jogja ini menyasar pasar anak sekolahan.
Di tengah obrolan kami, ada perempuan yang datang berboncengan dengan lelaki. Tanpa ragu, perempuan itu turun dan langsung memesan beberapa bungkus cilok harga Rp5000-an.
“Ini kayaknya pelanggan lama. Iya to Mbak?” kata Siti, menyapa perempuan itu.
Perempuan bernama Adinda (28) itu langsung tersenyum dan membenarkan. Ia mengaku sudah langganan sejak masih sekolah SMP tak jauh dari Alun-alun Kidul Jogja.
“Sudah lama Mas. Walah, sebelum 2011 apa ya dulu. Sampai sekarang masih beli. Saya sekarang tinggalnya di Klaten kalau ke Jogja ya mampir sama suami,” katanya sambil meliirik lelaki yang tak turun dari motor.
Duka warga Jogja saat pemilik cilok legendaris Alun-alun Kidul meninggal
Adinda, lantas bercerita, soal duka yang ia rasakan saat suami Siti meninggal pada 2021 silam. Baginya, Sahir, merupakan sosok penjual yang ramah kepada pelanggan.
“Wah, dulu itu sampai viral Mas. Saya lihat di Facebook dan Instagram ada banyak yang berbela sungkawa,” tuturnya.
Saat mengecek media sosial, saya memang menemukan beberapa arsip ungkapan duka. Salah satunya ada di akun X @JogjaUpdate. Pada unggahan itu, banyak warganet yang berbagi kisahnya.
Terimakasih pak Sahir. Legend bersama ciloknya. Selamat beristirahat, kebaikan mu akan selalu dikenang @gembulfoodie pic.twitter.com/M9apNrxb54
— jogjaupdate.com (@JogjaUpdate) July 26, 2021
Ada yang bercerita telah jadi pelanggan sejak SD sekitar tahun 1996. Ada pula yang bercerita kalau anaknya sering diberi cilok gratis saat di sekolahan. Setidaknya, kisah-kisah itu menjadi penanda bahwa cilok legendaris ini bukan sekadar nama.
Siti pun lantas bercerita, ketika ia mulai kembali berjualan setelah libur beberapa waktu sepeninggal suaminya, pelanggan langsung ramai sampai mengantre panjang. Sebagian di antara mereka menyampaikan bela sungkawa.
“Saya jualan itu matanya masih bengkak gitu mas dulu. Rasanya mau nangis setiap pelanggan menyampaikan bela sungkawa,” tuturnya.
Namun, hari-hari berat itu perlahan terlewati. Siti bersama dua anaknya sekarang bekerja sama untuk meneruskan Cilok Legend. Anak pertamanya yang laki-laki banyak bergulat dengan racikan dan pembuatan cilok di dapur.
Sementara anak keduanya, perempuan yang kini sedang berkuliah di Universitas Alma Ata, kerap membantu berjualan saat sore di dekat Pasar Ngasem.
Penulis: Hammam Izzuddin
Editor: Agung Purwandono
Ikuti berita dan artikel Mojok lainnya di Google News.