Ketika Wartawan Bingung Cari Shelter dan Rencana AMSI untuk Mereka

Ketika Wartawan Bingung Cari Shelter dan Rencana AMSI untuk Mereka

Ketika Wartawan Bingung Cari Shelter dan Rencana AMSI untuk Mereka

Evi Nur (24), wartawan yang menjadi kontributor media online panik. Hasil swab antigennya menunjukan ia positif Covid-19. Ia tidak mungkin melalukan isoman di kos, di sisi lain, shelter isoman yang disediakan pemerintah penuh.

Sebenarnya, sejak belasan wartawan di Yogyakarta bertumbangan sakit karena positif Covid-19 Evi sudah jarang sekali melakukan liputan. Namun, teman satu kamar kos yang juga wartawan kadang beberapa kali harus melakukan tugas liputan ke lapangan. 

“Aku sudah jarang liputan ke lapangan, dan memang nggak ketemu teman yang positif. Kalau temenku beberapa kali liputan lapangan,” kata Evi saat dihubungi Mojok.co. Suatu hari, ia dan temannya sakit demam dan flu. Mereka berdua menganggap sebagai sakit biasa, hanya efek dari cuaca di Yogya yang saat itu tak menentu.

Namun, oleh teman-teman wartawan lainnya disarankan untuk melakukan swab. “Alasan mereka, takut kami kenapa-napa, kalaupun sakit biar bisa diobati,” ujarnya.

Awalnya hanya Evi yang memberanikan diri untuk tes swab di kantor Badan Penanggulangan Bencana DIY. Hasilnya positif. Ia segera mengabarkan teman satu kamarnya untuk tes juga. Hasilnya sama. 

“Bingungnya saat itu adalah semua shelter pemerintah penuh,” kata Evi. Setelah menunggu hampir 4 jam, informasi ketersediaan shelter yang kosong belum juga ia dapatkan. Isoman di kos bukan langkah bijak karena bisa menularkan ke penghuni yang lain. 

Saat itu ada pilihan untuk isoman di shelter swasta yang berbayar. Untuk 10 hari isoman, biaya yang harus dikeluarkan sekitar Rp 2,5 juta. “Gaji sebulan habis kalau pilihannya itu,” katanya. 

Redakturnya sempat mengusahakan agar kantor media yang berpusat di Jakarta itu membantu biaya shelter swasta, namun ditolak.

Ia dan temannya kemudian berencana menggunakan shelter swasta dengan biaya sendiri. Menurutnya, daripada berpikir soal mahal dan tidak, kesehatannya lebih penting. Beberapa teman juga berencana akan patungan untuk membantu. “Tapi ternyata shelter swasta yang kosong cuma untuk laki-laki, yang untuk perempuan juga penuh semua,” ujarnya. 

Untungnya, tak lama kemudian ada informasi shelter pemerintah yang kosong. Ia dan temannya akhirnya isoman di shelter pemerintah di wilayah Sleman selama 10 hari.

Situasi di tempat isoman saat itu membuatnya bisa fokus melakukan pemulihan, meski menurutnya belum ideal untuk isoman. Misalnya, antarpenghuni menggunakan kamar mandi yang sama. Selain ada aturan para penghuni untuk terus berada di kamar. 

“Menurut aku ada yang membuat bingung, satu gedung 50 pasien, kenapa kamar mandi di barengin? Aku bingung, aturannya kita nggak boleh berjemur, kita diminta terus di dalam kamar. Akhirnya pada ke luar kamar untuk mencari tempat berjemur,” ujarnya.

Upi (39) salah satu wartawan di Yogyakarta mengalami hal yang sama seperti yang dialami Evi saat mencari shelter. Ia sempat isoman satu hari di rumahnya karena seluruh shelter di wilayah Kota Yogya penuh. Ia kemudian menghubungi BPBD Sleman dan mendapatkan tempat shelter yang disediakan sebuah kampus. 

Berbeda dengan Evi, Upi relatif mendapatkan pelayanan dari shelter tempatnya melakukan isoman. Makan tiap hari 3 kali, satu kamar buat 1 orang. Di kamar ada hand sanitizer, tempat tidur bantal. “Kamar mandi di luar tapi 1 kamar 1 kamar mandi. Ga bercampur,” kata Upi.

Menurut Upi di tiap lantai ada alat pengukur suhu, tensi sama saturasi. Selain itu juga ada beberapa nakes yang bertugas. Tiap pagi lapor ke petugas di WA grup. “Berjemur hanya boleh di dekat kamar,” ujarnya. 

Karena keluarga melakukan kontak erat dengannya, tiga anggota keluarga di rumahnya juga positif Covid-19. Keluarganya kemudian melakukan isoman di rumah dan mendapat kiriman makanan dari kelurahan selama 10 hari. 

Ketua AMSI DIY Anton Prihantono mengatakan, ada lebih dari 19 wartawan di Yogyakarta yang terpapar Covid-19. Sejak awal pandemi, memang sudah ada imbauan untuk wartawan agar menjaga prokes secara ketat serta mengurangi liputan ke lapangan. Namun, memang ada situasi wartawan harus melakukan verifikasi ke lapangan. 

“AMSI DIY sendiri di awal pandemi membagikan masker ke media-media untuk wartawan dan pekerjanya, juga vitamin. Selain itu juga memfasilitasi agar wartawan dan pekerja media mendapatkan vaksin. Profesi wartawan ini sangat berisiko terpapar, sementara masyarakat membutuhkan informasi yang akurat,” ujarnya.

AMSI akan luncurkan crisis center Covid-19

Ketua Umum Asosiasi Media Siber Indonesia Wenseslaus Manggut  di Jakarta mengatakan media merupakan salah satu sektor esensial yang tidak berhenti saat bencana, termasuk saat pandemi Covid-19. Meskipun banyak media telah menerapkan ketentuan bekerja dari rumah sesuai ketentuan pemerintah, sebagian kecil tim masih diperlukan melakukan peliputan untuk memotret dan melaporkan langsung kondisi penanganan pandemi di lapangan. 

“Untuk memberikan informasi yang utuh bagi publik, pekerja media tetap perlu melakukan observasi dan konfirmasi realitas di lapangan, tidak cukup hanya melalui ruang Zoom atau telepon,” ujarnya.

Menurut Wenseslaus Manggut ketika pekerja media dan keluarganya terpapar, maka berdampak pada kelangsungan produktivitas media dalam memenuhi hak informasi publik. Seperti halnya warga lainnya, para pekerja media tersebut, tidak selalu mudah mendapatkan akses layanan kesehatan saat kondisi puncak pandemi seperti sekarang ini. 

“Karena itu sebagai organisasi yang menaungi 300 lebih media online di Indonesia, AMSI berinisiatif membentuk Tim AMSI Crisis Center COVID-19. Tim ini akan membantu pekerja media dan keluarganya yang terpapar COVID-19, agar mendapatkan akses layanan kesehatan yang memadai dan melewati masa pemulihan dengan baik.

AMSI Crisis Center COVID-19 akan dipimpin Koordinator Utama yaitu Upi Asmaradhana (CEO KGI Network), dengan melibatkan pengurus AMSI pusat dan daerah, serta para ahli di bidangnya masing-masing seperti: dokter, psikolog, agamawan dll. Kalangan dokter yang telah menyatakan kesediaannya yaitu: dr. Tonang Dwi Ardyanto, SpPK, PhD (Direktur RS Universitas Negeri Sebelas Maret, Surakarta), dr. Khoirul Hadi, SpKK (Dokter spesialis di Solo dan sekaligus penyintas COVID-19), dr. Adib Khumaidi, SpOT. (Ketua Terpilih PB IDI & Ketua Perhimpunan Dokter Emergensi Indonesia), dr. Mahesa Paranadipa Maikel, MH (Ketua Pelaksana Harian Tim Mitigasi IDI & Ketua Masyarakat Hukum Kesehatan Indonesia), dr. Ulul Albab, SpOG. (Sekjen POGI JAYA).

Kalangan psikolog yang menyatakan mendukung tim ini adalah Susatyo Yuwono, S.Psi., M.Si. (Ketua HIMPSI Solo), Tim Psikolog Sadari.id, Elok Farida Husnawati, S.Psi. (HRD PT Sarana Pembangunan Jawa Tengah (SPJT). Sedangkan dari kelompok swasta yang bersedia memberikan dukungan adalah Pyridam Farma, dan jaringan Siloam Hospitals Group. 

“Saat ini Tim Crisis Center terus menjajaki kerjasama dengan pihak-pihak lainnya,” kata Upi Asmaradhana, Koordinator Utama AMSI Crisis Center COVID-19.  AMSI Crisis Center COVID-19 ini akan berupaya membantu pekerja media sejak pertama terpapar dengan memberikan edukasi penanganan pertama serta berupaya memberikan bantuan yang diperlukan, sesuai ketersediaan bantuan dan jaringan di pusat maupun daerah. 

“Tujuannya untuk membantu pemulihan dan menekan fatalitas. Saat ini data yang kami terima, di Jawa Timur saja setidaknya 38 pekerja media telah meninggal selama masa pandemi. Banyak lagi yang masih dalam perawatan baru terpapar,” kata Upi Asmaradhana, menambahkan. 

Sapto Anggoro, jurnalis senior yang juga Badan Pertimbangan dan Pengawas AMSI Pusat sangat mendukung langkah AMSI. Ia sendiri merupakan penyintas yang rutin memberikan donor darah konvalesen. “Hari ini rencana ke-7 kali. Biasanya saya serahkan ke PMI. Kalau yang ke enam kemarin untuk tenaga kesehatan di RSU PKU Muhammadiyah Jogja,” katanya kepada Mojok.co.

AMSI Crisis Center COVID-19 ini akan diluncurkan pada Selasa (27/7) pekan depan. Tidak hanya memberikan bantuan pada yang terpapar, AMSI Crisis Center COVID-19 juga akan mendata para penyintas COVID-19 yang layak memberikan donor darah konvalesen. Untuk itu AMSI memanggil banyak pihak dari kalangan ahli dan korporasi swasta, di berbagai daerah, yang memiliki kepedulian, berkolaborasi mendukung penanganan dan pemulihan para pekerja media, agar media tetap bisa bekerja memberikan informasi yang dibutuhkan publik.

BACA JUGA Siasat Bertahan Hidup Mahasiswa Rantau Saat Pandemi dan liputan menarik lainnya di Mojok.

Exit mobile version