Sekejap Icipi Jadi Mahasiswa Baru, Langsung DO di Semester 1 demi Ibu

Kebahagiaan sesaat lulus UTBK SNBT, sekejap jadi mahasiswa baru langsung DO di semester 1 demi ibu MOJOK.CO

Ilustrasi - Kebahagiaan sesaat lulus UTBK SNBT, sekejap jadi mahasiswa baru langsung DO di semester 1 demi ibu. (Ega Fansuri/Mojok.co)

Lulus UTBK SNBT awalnya menjadi momen bahagia bagi Zali (27). Namun, baru sekejap mencecap bangku kuliah (menjadi mahasiswa baru), Zali harus DO di semester 1 demi sang ibu.

Sebagai anak pertama, sejak SMA Zali sudah berpikir keras bagaimana kelak bisa memberi kehidupan layak bagi ibu dan adiknya. Pasalnya, bapaknya sudah meninggal. Zali berpikir, barangkali dengan kuliah, kelak dia bisa menjadi orang sukses.

“Aku sudah bertekad kuliah sambil kerja. Nyambi ngojol. Jadi memang biaya kuliah kutanggung sendiri,” ungkap pemuda asal Surabaya Barat itu, Rabu (28/5/2025)

Ibu Zali penjual sayur di kampungnya. Rasa-rasanya tidak mungkin jika Zali harus mengandalkan uang kebutuhannya dari sang ibu. Sementara adiknya juga masih butuh biaya untuk sekolah.

Lulus UTBK SNBT, semangat jadi mahasiswa baru meski badan remuk

Pada 2017, Zali lulus UTBK SNBT (saat itu SBMPTN) di sebuah kampus negeri di Surabaya. Sejak saat itu pula dia memutuskan menjadi driver ojek online (ojol).

Zali masih ingat betapa berseri wajah ibunya saat anaknya menjadi mahasiswa baru. Meski seiring waktu sang ibu merasa tak tega karena Zali harus memforsir tubuhnya habis-habisan.

“Semester 1 kan kuliah nggak padet-padet banget. Pokoknya habis kuliah ngojol. Kalau ada jeda jam matkul yang lumayan panjang, ngojol lagi,” bebernya.

Zali mengaku, kadang tubuhnya terasa remuk redam. Karena dalam sehari, dia biasanya baru tidur di jam-jam setelah subuh karena tengah malam dia gunakan untuk mengerjakan tugas kuliah.

Namun, Zali enggan mengeluh. Lulus UTBK SNBT hingga akhirnya bisa menjadi mahasiswa baru membuat rasa syukurnya melampaui capek yang dia rasakan.

Tinggalkan beasiswa, jarang masuk kuliah

Di pertengahan semester 1, Zali mendapat informasi seputar beasiswa. Dia lantas mengumpulkan beberapa berkas persyaratan.

Namun, belum sempat mendaftar beasiswa, ibu Zali jatuh sakit. Saat itu, Zali tidak bisa berpikir jernih. Yang dia pikirkan adalah merawat ibunya agar lekas sembuh.

“Aku nggak mungkin membebani adikku untuk terus menjaga ibu. Biar dia fokus sekolah. Akhirnya aku yang ngalah, aku jarang masuk kuliah,” ungkap Zali. Zali pun baru bisa keluar rumah di jam-jam sore hingga larut malam untuk ngojol.

Baca halaman selanjutnya…

Berkorban untuk ibu dan adik

Melepas kebahagiaan jadi mahasiswa baru demi rawat ibu

Alih-alih membaik, kondisi sang ibu makin memburuk. Hanya bisa berbaring di ranjang. Berbicara pun sudah susah. Tidak bisa sering-sering Zali tinggal.

Kuliahnya pun makin tertinggal. Hingga menjelang ujian akhir semester (UAS) semester 1, beberapa dosen menanyakan keberadaan Zali.

“Teman-teman menghubungi, aku dicari dosen karena terlalu lama bolos. Apalagi mau UAS. Aku bisa terancam mengulang,” kata Zali.

Lama Zali berpikir untuk menentukan langkah selanjutnya. Sebenarnya, beasiswa menjadi peluang Zali untuk mempermudah kuliahnya. Akan tetapi, sekalipun dapat beasiswa, rasa-rasanya Zali akan tetap keteteran karena dia harus mengurus sang ibu.

“Akhirnya kusampaikan ke teman-teman, kalau ditanya, jawab saja Zali sudah nggak kuliah,” kata Zali.

Asal adik bisa raih cita-citanya

Di momen ketika teman-temannya tengah tegang menghadapi UAS, Zali harus menghadapi momen duka: ibunya berpulang ke Rahmatullah.

Dalam situasi yang seharusnya Zali berhak berduka itu, Zali bahkan tak sempat untuk menangisi kepergian sang ibu. Dalam pikiran Zali saat itu: bagaimana setelahnya Zali harus tetap menjamin adiknya bisa sekolah dan mewujudkan cita-citanya.

Hari-hari setelahnya, hingga saat ini, Zali bekerja lebih keras. Kini dia bekerja sebagai kurir paket. Gajinya cukup lah untuk hidup berdua dengan sang adik sekaligus untuk keperluan sekolah adiknya.

Sering kali di tengah malam, Zali duduk melamun di warung kopi. Merutuki nasib yang terasa berat baginya.

“Tapi coba kutepis jauh-jauh. Aku bukannya nggak punya mimpi lagi. Aku masih punya satu mimpi, yaitu bisa mewujudkan mimpi adikku,” tutur Zali.

Adiknya saat ini masih kelas 2 SMA. Zali berharap kelak adiknya bisa kuliah hingga tuntas, entah melalui SNBP maupun UTBK SNBT. Jika momen itu tiba, Zali bersumpah akan bekerja lebih keras demi adiknya.

“Seperti lagu .Feast, aku pengin adikku ‘Tumbuh lebih baik dan mencari penggilannya. Jadi lebih baik dibanding diriku’,” tutup Zali.

Penulis: Muchamad Aly Reza
Editor: Ahmad Effendi

BACA JUGA: Kisah Mahasiswa Abadi di UNY Nyaris Kena DO hingga Beasiswa Dicabut, Kini Buktikan Bisa Lolos CPNS usai Wisuda atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan

Exit mobile version