Saat Anak Lolos SNBP dan Tak Sabar Jadi Mahasiswa, Seorang Bapak Hanya Bisa Pura-pura Ikut Gembira padahal Batinnya Nelangsa

Nelangsanya bapak saat dengar anaknya lolos SNBP alias bakal jadi mahasiswa baru MOJOK.CO

Ilustrasi - Nelangsanya bapak saat dengar anaknya lolos SNBP alias bakal jadi mahasiswa baru. (Ega Fansuri/Mojok.co)

Jelas ada satu pemandangan yang kerap muncul tiap momen pengumuman SNBP: video seorang anak mengajak kedua orangtuanya sama-sama membuka link pengumuman. Ketika si anak lolos menjadi mahasiswa baru di kampus incaran, tampak dia akan kegirangan, diikuti oleh kedua orangtuanya yang turut bungah menyambut pengumuman tersebut.

Setiap orangtua, terutama bapak, tentu saja bungah bukan main ketika anaknya mencapai apa yang dia kejar—seperti lolos SNBP di kampus incaran. Namun, bagi bapak-bapak kelas menengah bawah, di jagat batinnya, perasaan bungah itu harus berembut tempat dengan perasaan susah dan nelangsa.

“Uang dari mana?”, “Harus kerja apa lagi biar dapat uang sebanyak itu?”, adalah pertanyaan-pertanyaan yang penuh sesak menjejali kepala dan batin seorang bapak.

Lolos SNBP hanya pikirkan diri sendiri

Giri (25), bukan nama sebenarnya, dengan sukarela membagikan ceritanya kepada Mojok pada Jumat (21/3/2025) malam WIB. Sebagai refleksi agar para calon mahasiswa baru yang baru saja lolos SNBP tidak menyesal sepertinya di kemudian hari.

Antara gengsi dan mimpi, Giri memang punya tekad besar untuk kuliah. Dia mengincar salah satu kampus top di Semarang, Jawa Tengah.

Waktu itu, Giri mengaku tidak pernah mengajak kedua orangtuanya berdiskusi perihal rencananya untuk kuliah. Dia hanya bilang—dengan nada tuntutan—kalau dia ingin kuliah. Titik.

“Aku lolos SNBP (2018). Jelas girang bukan main. Waktu aku bilang ke ibu-bapak, keduanya berucap syukur waktu itu,” ungkap Giri. Maka, Giri pun merasa  kedua orangtuanya mendukungnya penuh untuk kuliah.

Setelahnya Giri sibuk mengurus persiapan-persiapan untuk merantau dari Pekalongan ke Semarang. Bersiap menjadi mahasiswa baru.

“Biayanya berapa? Bayar setiap kapan,?” itu pertanyaan dari sang bapak yang Giri ingat sampai sekarang.

“Rp5 juta itu buat persemester atau enam bulan sekali bayarnya,” jawab Giri.

“Ya sudah, insyaallah bapak sanggup,” jawaban sang bapak membuat Giri semakin tak sabar untuk menjalani proses perkuliahan.

Inilah yang juga Giri anggap sebagai kesalahan. Selepas lolos SNBP, alih-alih memikirkan kondisi orangtuanya, dia cenderung lebih minta dipikirkan. Padahal, bapak Giri sehari-hari hanya seorang pedagang pakaian yang penghasilannya pun tak pasti. Sementara ibunya hanya seorang ibu rumah tangga.

Bapak rela hutang untuk biaya kuliah anak

Penyesalan lain Giri selama kuliah adalah dia sepenuhnya bergantung pada kiriman orangtua. Dia tidak kerja. Tidak juga mencari beasiswa. Karena dia terlanjur berpegang pada kesanggupan sang bapak untuk membiayai kuliah Giri sejak pengumuman SNBP.

“Itu pun dulu kadang jatah bulananku sering habis sebelum waktunya. Kalau sudah begitu, minta kiriman lagi ke bapak. Bapak nggak ngeluh, pasti dikirim lagi,” tuturnya.

Setelah lulus pada 2022, Giri akhirnya tahu dari cerita sang ibu, perihal betapa keras perjuangan sang bapak untuk membiayai Giri sampai lulus kuliah.

Suatu kali pada 2022, bapak Giri tertabrak motor. Kakinya patah. Alhasil, harus berbulan-bulan istirahat di rumah.

Dalam situasi tersebut, ibu Giri lah yang mengurus toko pakaiannya. Sementara Giri yang baru lulus—dan belum dapat pekerjaan—kadang ikut ibunya menjaga toko. Sambil tipis-tipis membantu mengurus sang bapak.

“Ibu cerita banyak. Ternyata bapak dulu sering ngutang. Apalagi kalau sebelum tanggal kiriman aku tiba-tiba minta tambahan,” beber Giri dengan nada penuh sesal.

“Itulah kenapa ibu berpesan betul agar aku jangan lupakan jasa bapak. Harus hormat padanya, harus ikhlas mengurusnya,” sambungnya.

Baca halaman selanjutnya…

Bapak-ibu kerja mati-matian karena anak termakan gengsi jadi mahasiswa

Orangtua kerja mati-matian karena anak termakan gengsi jadi mahasiswa

Mei 2024 lalu, Mojok mendapat cerita nyaris serupa dari Nirina (25), perempuan asal Lamongan, Jawa Timur. Dia menceritakan perihal adiknya yang menurutnya keterlaluan.

Adik Nirina gagal lolos SNBP maupun SNBT 2023 di kampus negeri Surabaya yang dia incar. Alhasil, dia memaksakan diri untuk ikut SPMB mandiri yang sudah kasat mata akan berbiaya mahal.

Nirina menyarankan sang adik untuk kuliah di UIN Surabaya yang dalam hitungannya relatif lebih mudah. Tapi adik Nirina menolak dengan alasan teman-temannya tidak ada yang kuliah di UIN.

Pada suatu malam, terjadilah kumpul keluarga antara Nirina, sang adik, dan kedua orang tuanya. Di momen itu bapak Nirina menyatakan tak sanggup jika harus membiayai kuliah adik Nirina karena biayanya terlampau besar untuk ukuran kuli bangunan seperti bapak Nirina.

Tapi sang adik sampai ngambek berhari-hari. Jarang keluar kamar. Jarang mau makan. Dan mendiamkan seisi rumah. Sehingga, mau tidak mau bapak Nirina mengiyakan keinginan Nirina unutk kuliah.

“Saat kuliah adikku sudah jalan satu bulan, bapak langsung berangkat ke Batam (Kepulauan Riau) untuk mencari kerjaan. Lalu ibuk nyusul kerja, jadi pelayan di salah satu warung bakso di sini (Lamongan). Masih milik saudara,” ucap Nirina saat itu.

Balas dendam di kemudian hari

Kembali ke cerita Giri. Dia akhirnya kembali ke Semarang. Kerja di sana dari 2022 hingga sekarang.

Saat ini Giri sengaja membelenggu hatinya dengan perasaan bayar jasa pada orangtuanya. Meskipun dia tahu belaka, sampai kapanpun, jasa orangtua tidak akan pernah bisa dibayar tuntas olehnya,

“Aku selalu menyisihkan gajiku untuk kukirim ke rumah,” ungkap Giri. “Kalau aku pulang, kuajak bapak-ibu makan-makan enak. Beliin ibu emas buat investasi.”

Setidaknya, itu bisa mengurangi rasa bersalah Giri karena sudah menyusahkan orangtuanya, membebani pikiran sang bapak sejak pengumuman SNBP hingga lulus Kuliah.

“Buat calon mahasiswa baru, kamu boleh punya mimpi kuliah. Tapi pertimbangkan juga batas kemampuan orangtuamu. Jangan paksakan diri,” pesan Giri kepada calon mahasiswa baru yang baru saja lolos SNBP 2025.

Kalau toh ngotot pengin kuliah tapi kondisi keuangan orangtua tidak begitu mapan, maka pesan Giri, ada baiknya punya kesadaran untuk mencari beasiswa seperti KIP Kuliah atau bahkan kuliah sambil kerja. Jangan malah sepenuhnya bergantung pada kiriman orangtua.

“Mereka di rumah sudah banyak ngempetnya. Nahan-nahan diri biar nggak asal pakai uang. Kalau ada uang disimpan buat dikirim ke anak di perantauan. Kalau kita terus minta, apalagi nggak punya kesadaran berhemat juga, orangtua sampai ngutang-ngutang,” pungkas Giri.

Anak lolos SNBP, bapak tak rela ditinggal anak pergi

Pada 2021 lalu, Aco Tenriyagelli merilis sebuah film pendek berjudul “We” adaptasi dari single Juang Manyala, Cholil Mahmud, dan Gardika Gigih. Film ini menggambarkan relasi anak perempuan (Adin yang diperankan Rachel Amanda) dan bapak (diperankan Rifnu Wikana).

Film ini dibuka dengan momen mendebarkan saat Adin mengajak ibu dan bapaknya membuka laptop, menanti pengumuman kelolosan kuliah (kalau istilah sekarang ya SNBP).

Adin gembira bukan main saat dinyatakan lulus. Menangis haru di pelukan ibunya.

Di titik itu, sang bapak yang awalnya turut gembira, tiba-tiba air mukanya berubah. Menjadi penuh kegamangan: ada perasaan bangga karena sang anak keterima kuliah di kampus impiannya (Universitas Indonesia).

Namun, di sisi lain, ada perasaan nelangsa karena setelah itu sang anak akan berkelana nun jauh dari dekapannya. Hingga akhir, film ni menggambarkan betapa nelangsanya batin sang bapak saat berpisah dengan anak perempuannya.

Selain persoalan biaya, ketika orangtua tahu anaknya lolos seleksi kuliah—seperti SNBP, ada kenelangsaan lain berupa tidak siap berjarak dang sang anak.

Penulis: Muchamad Aly Reza
Editor: Ahmad Effendi

BACA JUGA: Mantap Kuliah PGSD meski Prospeknya Suram, Buktikan Profesi Guru SD Tak Patut Diremehkan atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan

 

 

 

Exit mobile version